Advertorial
Intisari-Online.com - Selama 24 tahun menjadi wilayah Indonesia, Timor Leste terus melakukan perlawanan menginginkan kemerdekaan.
Seperti diketahui, Timor Leste pernah berstatus sebagai provinsi ke-27 RIsetelah Indonesia menginvasinya tahun 1975.
Perlawanan yang terjadi terus menerus mengakibatkan pertumpahan darah itu akhirnya berujung pada diselenggarakannya referendum Timor Leste tahun 1999.
Kesempatan itu juga terjadi bersamaan dengan krisis ekonomi yang mengguncang Asia Tenggara pada tahun 1997-1998, yang secara fatal melemahkan pemerintahan Presiden Soeharto.
Baca Juga: Tempat Pembuangan Sampah di Timor Leste, Dulu Jadi Alasan Merdeka, Kini Jadi Lokasi Tur
Timor Leste pun lepas dari Indonesia setelah hasil referendum itu menunjukkan mayoritas rakyat Timor Leste menginginkan kemerdekaan.
Namun, hasil referendum tersebut pun memicu gelombang kekerasan lain menentang kemerdekaan, mengakibatkan ribuan kematian.
Rupanya bukan itu saja. Pada 2006, 'perang saudara' di Timor Leste pecah membuat situasi di negara termuda di Asia Tenggara itu kacau.
Tentara Timor Leste bertindak melawan pemerintah setelah 600 dari 1.400 tentaranya dipecat dengan tuduhan melakukan pembangkangan.
Melansir japantimes.co.jp (2/6/2006), kerusuhan dimulai ketika para tentara, yang sebagian besar berasal dari bagian barat negara itu, meninggalkan jabatan mereka.
Alasannya karena mereka merasa telah didiskriminasi dan bahwa sebagian besar pemimpin militer datang dari timur.
Pembagian geografis ini juga mencerminkan perpecahan antara orang Timor yang menyukai kemerdekaan dan yang menentangnya.
Sebuah serangan terhadap polisi tak bersenjata mengungkap kekosongan keamanan di Dili.
Kekacauan menyebabkan sedikitnya 30 orang tewas, lebih dari 50 terluka dan puluhan ribu kehilangan tempat tinggal dan mencari perlindungan di tempat penampungan.
Sementara itu, menurut Japan Times, ada dimensi lain dari krisis Timor, yaitu politik dalam negeri.
Perdana Menteri Alkatiri lemah. Dia menjabat setelah para pemimpin Timor yang paling terkenal dan lebih karismatik meninggalkan partai Fretilin.
Seperti diketahui, parta Fretilin dikenal sebagai partai yang telah memperjuangkan kemerdekaan.
Para tokoh terkanal mengambil posisi nasional untuk mempromosikan rekonsiliasi.
Tuduhan korupsi dan otoriterisme telah membebani pemerintahan Alkatiri.
Presiden Xanana Gusmao mengatakan dia memikul tanggung jawab atas keamanan negara, tetapi Alkatiri bersikeras bahwa dia masih memimpin angkatan bersenjata, menambah kebingungan.
Saat itu, negara tetangga menanggapi krisis Timor Leste dengan mengirimkan sekitar 2.400 penjaga perdamaian.
Mayoritas dari pasukan tersebut - sekitar 2.000 tentara - berasal dari Australia.
Lainnya ada tentara dari Malaysia dan Selandia Baru.
Australia juga telah mengirimkan lebih dari 50 petugas polisi untuk membantu membangun kembali otoritas penegak hukum dan menyelidiki insiden yang memicu kekerasan tersebut.
Sementara penjaga perdamaian berhasil mengamankan bandara, dan beberapa fasilitas penting lainnya seperti Parlemen dan istana presiden.
Menurut laporan Japan Times, situasi di Timor Leste sangat menyedihkan.
Puluhan ribu orang Timor tinggal di kota tenda tanpa kebutuhan dasar seperti makanan dan air.
Sementara pembakaran yang menyertai penjarahan juga terjadi menyebabkan warga Timor Leste bertahan di pengungsian.
Kegagalan pemerintah untuk membangun ekonomi kerja memperparah situasi.
Negara mengekspor kopi dan memperoleh pendapatan dari penjualan pendapatan minyak dan gas, namun banyak penduduknya menganggur.
(*)
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik dihttps://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari