Advertorial
Intisari-Online.com - Ditinggalkan Portugis tahun 1975, setelah menjajahnya ratusan tahun, Timor Leste menghadapi pasukan Indonesia yang menginvasi wilayah tersebut.
Perlawanan dilakukan rakyat Timor Leste pro-kemerdekaan, bahkan setelah beberapa tahun kemudian.
Berbagai peristiwa terjadi, termasuk penyanderaan ratusan anggota partai pro integrasi oleh Fretilin dan menewaskan sejumlah orang diantara mereka.
Untungnya, kedatangan pasukan terjun payung tentara Indonesia berhasil mencegah jatuhnya korban lebih banyak.
Pasukan terjun payung (airborne) digembleng agar bisa melaksanakan operasi-operasi militer di daerah terpencil dan bisa dikirim ke sasaran dalam waktu singkat.
Dalam operasi penerjunan agar pasukan payung bisa mendarat di lokasi yang tepat perlu dipandu tim intelijen (pasukan perintis) yang terlebih dahulu tiba di lokasi.
Pasukan perintis yang biasanya merupakan pasukan khusus itu secara senyap bisa berada di lokasi pendaratan setelah sukses melaksanakan operasi penyusupan.
Panduan ke lokasi pendaratan yang disampaikan oleh pasukan perintis bisa berupa kepulan asap warna kuning dari granat asap atau cahaya yang dipantulkan melalui cermin.
Cermin sendiri yang merupakan perlengkapan standar pasukan khusus selain bisa untuk memandu pasukan kawan juga bisa difungsikan sebagai alat untuk menciptakan api.
Jika tidak ada panduan pendaratan yang diberikan oleh pasukan perintis, maka operasi penerjunan pasukan akan memakai tanda-tanda alam atau bangunan tertentu yang bisa dilihat dari udara.
Pendaratan dengan cara dipandu benda-denda tertentu secara visual itu akan bekerja secara efektif jika dilakukan saat siang hari dan berudara cerah.
Tapi jika operasi penerjunan pasukan dilaksanakan saat malam hari akan menjadi operasi militer yang sangat berbahaya karena minimnya panduan di darat.
Selain itu, operasi airborne saat malam hari juga harus dilakukan oleh pasukan payung yang sudah mendapatkan pelatihan terjun saat malam hari.
Panduan bagi pasukan payung yang sedang melaksanakan misi tempur saat malam hari yang paling efektif adalah berupa cahaya yang menyala dengan pola tertentu.
Seperti yang pernah dilaksanakan oleh pasukan Lintas Udara (Linud) Kostrad ketika melancarkan operasi penerjunan dalam konflik di Timor-Timur pada Januari 1976.
Tujuan serbuan udara saat malam hari dan merupakan satu-satunya penerjunan malam selama operasi militer di Timor-Timur itu adalah untuk menguasai landasan udara di kota Same.
Agar pasukan payung Kostrad bisa mendarat tepat, untuk memandunya digunakan sebuah kapal perang TNI AL yang sedang lego Jangkar di lepas pantai Tanjung Lalete.
Caranya ketika enam pesawat C-130 Hercules pengangkut pasukan payung Kostrad sedang melintas di atas kapal TNI AL, semua lampu kapal dinyalakan sehingga bisa terlihat dari udara.
Dari posisi di atas kapal semua Hercules yang terbang pada kecepatan 200 mil/jam lalu mengambil arah lurus selama 4 menit, dipastikan sudah tiba di atas kota Same.
Operasi penerjunan pasukan payung itu sesuai rencana dan berdasar panduan lampu-lampu kapal perang akhirnya memang berlangsung sukses.
Pasukan Fretilin yang berada di Same hanya bisa melarikan diri menuju wilayah yang dianggap aman.
Pasalnya mereka begitu ketakutan setelah melihat pasukan payung yang berdatangan dari langit malam.
Saat itu pasukan Fretilin sebenarnya sedang membawa ratusan tawanan para anggota partai pro integrasi.
Sejumlah tawanan telah dibunuh secara kejam hanya karena pasukan Fretilin kekurangan orang untuk melaksanakan penjagaan.
Tapi pembantaian lebih lanjut yang bisa mengakibatkan ratusan tawanan tewas berhasil dicegah setelah pasukan Kostrad yang berdatangan dengan cepat berhasil menguasai kota Same. (Agustinus Winardi)
(Sumber : Operasi Udara Di Timor Timur, Hendro Subroto, Pustaka Sinar Harapan, 2005).
(*)
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik dihttps://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari