Advertorial
Intisari-Online.com - Gamal Abadul Nasir merupakan salah satu tokoh yang berhasil membuat Israel berkali-kali mengalami 'spot jantung'.
Ia kerap mengumbar kata-kata yang menjurus aksi militer terhadap Israel.
Namun, kata-katanya sering kali bukan hanya gertakan semata.
Sejak Gamal Abadul Nasir memegang tampuk kepemimpinan Mesir secara penuh pada 1954, ia memang kerap melakukan hal itu.
Beberapa tindakan Nasir juga serig dianggap sebagai maklumat perang oleh Israel alih-alih sekadar gertak sambal ala padang pasir belaka.
Tak urung, Israel kerap dibuat spot jantung, mengira-ngira langkah apa yang sebenarnya akan dilakukan Mesir.
Pada pertengahan Juli 1956, Nasir mengumadangkan pengambilalihan Terusan Suez.
Tindakan mengakuisisi terusan itu diartikan Israel sebagai tindakan ancang-ancang invasi.
Terlebih, selain merupakan perbatasan antara kedua negara, Terusan Suez juga merupakan urat nadi perekonomian bagia kedua negara.
Akibat tindakan sepihak tersebut, Israel menyerang kedudukan pasukan Mesir di Celah Mitla dengan dalih mengamankan Gurun Sinai.
Mesir pun dikeroyok Israel, Inggris, dan Prancis. Dua negara terakhir ini adalah pengelola terdahulu Terusan Suez.
Pasukan Inggris dan Prancis bahkan mampu masuk menusuk ke arah ibukota Mesir.
Perang ini diakhiri dengan kehadiran Pasukan Darurat PBB (UNEF) yang memisahkan posisi kedua pihak, Mesir dan Israel.
Namun Nasser tidak goyah. Apalagi akhir dari perang yang memperebutkan terusan ini ternyata lebih menguntungkan Mesir.
Terusan Suez kembali ke dalam kedaulatan Mesir. Kedudukan Nasser di mata para pemimpin Timur Tengah otomatis terangkat.
Dengan kepemimpinannya, Pan Arabisme berhasil dibangkitkan.
Beberapa negara yag dalam skala kecil bermusuhan seperti Suriah dengan Yordania atau Suriah dengan Lebanon, berhasil diajak bersatu demi menghadapi Israel.
Tindakan Nasir selanjutnya yang membuat Israel khawatir adalah deklarasi pembentukan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) pada KTT Arab 1964 di Kairo.
Ini berarti menambah satu lagi musuh bagi Israel. PLO saat itu diketuai oleh Ahmed Sukheiri.
Tindakan Nasir selanjutnya yang makin membikin ciut Israel adalah pengerahan pasukan Mesir secara besar-besaran ke Gunung Sinai pada 20 Mei 1967.
Pasukan yang terdiri atas seratusan ribu prajurit dan seribu tank itu awalnya hanya berdefile di Kairo.
Namun tiba-tiba mereka diperintahkan menuju perbatasan Israel.
Entah apa maksud Nasir saat itu, namun tentu saja pemerintah Israel menjadi kalang kabut.
Nasir terus menggalang kekuatan dengan menyerukan agar negara-negara Arab yang berbatasan langsung dengan Israel untuk menempatkan kekuatan militer di perbatasan.
Dalam waktu singkat Israel pun terkepung dari berbagai penjuru.
Ucapan-ucapan Nasir juga membuat kuping pemerintah Israel panas.
Tanggal 30 Mei 1967, sesaat setelah penandatanganan kerjasama militer antara Mesir dengan Yordania, Nasir mengingatkan bahwa kerjasama ini bukan sekadar deklarasi.
“Tujuan utama kami adalah menghancurkan Israel. Rakyat Arab ingin perang!” ujarnya saat itu.
Secara politis, apa yang dilakukan Nasir ternyata sangat jitu. Pernyataan itu sukses memompa semangat negara-negara Arab untuk terus mengorbankan peperangan terhadap Israel. (Moh Habib Asyhad)
(*)
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik dihttps://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari