Pergerakan ini sebagian berbasis nonprofit, ada juga yang berbasis bisnis.
Salah satu upaya pun datang dari Indonesia, dengan nama Panen Abnormal.
Laurentia Mellynda, Co-Founder Panen Abnormal, menuturkan, bisnisnya pada dasarnya menjual dan memanfaatkan buah dan sayur yang secara fisik tidak mulus dan kerap tidak lolos kurasi untuk dijual di toko-toko sekitar Jabodetabek.
Gagasan Tia muncul ketika ia dan teman-temannya beberapa kali mendapati insiden saat membantu petani memasok buah-buahan dan sayuran ke pasar swalayan.
Salah satunya, saat satu truk penuh hasil bumi ini sampai di gudang supermarket, buah yang lolos kurasi hanya 100 kilogram dari 1 ton yang dibawa.
Penolakan ini, menurut Tia, juga dipengaruhi karena banyaknya hasil panen musim itu, sehingga tidak semuanya dibeli pihak supermarket.
Kelebihan suplai alias hasil panen berlebih, juga termasuk ugly produce atau kategori buah dan sayur tidak sempurna.
Sebab, kelebihan panen tidak jarang membuat harga buah terjun bebas.
Tia menuturkan, potensi buah tidak terjual pun lebih besar, karena retail dan pembeli lebih bebas memilih buah dengan fisik berestetika dan berkualitas terbaik.
Lebih-lebih, rak pajang toko swalayan cenderung terbatas, sementara stok buah dan sayur punya jangka waktu terbatas untuk tetap segar sebelum membusuk.
Berawal dari penolakan di pasar swalayan ini, Tia dan kawan-kawannya memutar otak agar buah-buah dan sayuran para petani tidak hanya berakhir sebagai makanan larva.
Baca Juga: Jangan Salah Kaprah Lagi! Tidak Semua Buah-buahan Bisa Disimpan di Dalam Kulkas, Ini Risikonya!
Penulis | : | Trisna Wulandari |
Editor | : | Mentari DP |
KOMENTAR