Advertorial

Tan Malaka: Bapak Revolusi yang Sunyi Ini Menolak Permintaan Bung Karno yang Satu Ini, Padahal Konsep Negara Indonesia Lahir di Tangannya yang 'Dingin'

Muflika Nur Fuaddah
Muflika Nur Fuaddah

Penulis

Bisa jadi ide negara Indonesia tak akan muncul tanpanya, tapi dia justru senang berada di balik layar.
Bisa jadi ide negara Indonesia tak akan muncul tanpanya, tapi dia justru senang berada di balik layar.

Intisari-Online.com -Keberadaannya menjadi misteri, padahal perannya dalam lahirnya negara Indonesia tak terelakan.

Sosoknya jarang sekali muncul dalam catatan sejarah, apalagi dalam buku-buku pelajaran sekolah.

Tan Malaka memang kerap kali hadir secara diam-diam dalam acara penting jelang kemerdekaan, namun menggunakan nama samaran.

Padahal, Sutan Sjahrir lebih memilih Tan Malaka yang membacakan teks proklamasi, bukan Soekarno.

Baca Juga: Pemimpin Uni Emirat Arab Harusnya Waspada, Nyawa Presiden Negara Ini Berakhir di Tangan Tentaranya Sendiri Setelah Berani Nyatakan Damai dengan Israel

Bahkan, Soekarno sendiri sempat meminta Tan Malaka untuk menjadi 'cadangan' pembaca teks proklamasi.

Sebab, Bung Karno takut terjadi sesuatu pada dirinya atau Bung Hatta.

Sebuah permintaan yang dibalas Tan Malaka dengan sebuah kalimat yang benar-benar menunjukkan kenegarawanan dirinya.

Berikut ini kisah lengkapnya.

Baca Juga:Selalu Tampil Necis dan Parlente, Selain Sebagai Simbol Perjuangan, Ada Alasan Khusus Ini Mengapa Bung Karno Pakai Peci Selalu Miring

Kala itu Juli 1945, Sutan Sjahrir mencari Tan Malaka karena dianggap sebagai tokoh yang paling layak membacakan teks proklamasi.

Meskipun dikenal juga sebagai tokoh gerakan bawah tanah menentang Jepang, Sjahrir bukanlah sosok yang pantas, karena dia dianggap kurang begitu populer di kalangan masyarakat.

Sedangkan Sukarno-Hatta adalah kolaborator Jepang.

Rudolf Mrazek dalam bukunya,Sjahrir: Politik dan Pengasingan di Indonesia, menceritakan bahwa berbagai upaya telah dilakukan Sjahrir untuk mencari Tan yang 20 tahun berada dalam pelarian.

Baca Juga: Heboh! Beredar Video Perubahan Drastis Wanita yang Menikah dengan Ahli Bedah Gigi, Tapi Ini Fakta di Baliknya yang Bikin Emosi, Apa yang Terjadi Sebenarnya?

Setelah beberapa kali mencari, Sjharir akhirnya berhasil bertemu dengan Tan.

Tapi upaya Sjahrir gagal, Tan merasa tidak siap untuk membacakan teks proklamasi.

Sebenarnya sangat disayangkan, ketika proklamasi dikumandangkan, tidak ada sosok Tan Malaka di sana.

Apalagi mengingat bahwa konseptor pertama Republik Indonesia adalah Tan, ini tertuang dalam salah satuopus magnum-nya,Naar de Republiek Indonesia, yang ia susun tahun 1925 saat masih di Belanda.

Baca Juga:Kamu Adalah Anak Soekarno! Kado Natal Buat Charles dari Sang Bunda Setelah 40 Tahun Dirahasiakan 'Keturunan Darah Biru' Ini

Buku itu selanjutnya menjadi pegangan wajib tokoh-tokoh pergerakan nasional waktu itu, termasuk juga Sukarno.

Tidak bisa hadir saat proklamasi bisa jadi menjadi penyesalan terbesar bagi tokoh sekaliber Tan Malaka.

Meski demikian, bukan berarti dia tidak mempunyai peran penting.

Beberapa literatur mengatakan, bahwa tokoh yang menggerakkan Sukarni dan rekan-rekannya, adalah Tan Malaka.

Baca Juga: Kompak Serang Psikologis Hezbollah: Bermodal Boneka Maneken, Israel Gunakan Cara Licik Hancurkan Urat Malu Pasukan Hezbollah, Taktik Kelabui Musuh yang Lihai!

Waktu itu, 6 Agustus 1945, Tan datang ke rumah Sukarni menggunakan nama Ilyas Husain.

Beberapa tokoh pemuda juga datang. Tak hanya sekali, 14 Agustus, untuk kali kedua Tan datang ke rumah Sukarni, lagi-lagi membicarakan masalah nasib bangsa.

Meski demikian, Tan Malaka tidak bisa seenaknya keluar menampakkan diri, karena dia masih dalam status buron pemerintah militer Jepang.

Sekira tiga minggu selepas proklamasi, Sukarno menyuruh Sayuti Melik mencari Tan Malaka.

Baca Juga:'Aku Jongkok di Sana Dekat Got dan Tempat Sampah Menyantap Sate' Kisah Bung Karno Setelah Dilantik Sebagai Presiden RI

Sukarno ingin bertemu karena ia mendengar bahwa Tan tengah berada di Jakarta.

Sebagai bagian dari golongan muda, Sayuti cukup tahu di mana Tan berada. Pertemuan pun diatur sedemikian rupa.

Dalam kesaksiannya yang pernah dimuat di Sinar Harapa 1976, Sayuti mengatakan bahwa Sukarno berpesan kepada Tan untuk mengganti posisi Sukarno jika ada sesuatu terjadi dengan dirinya dan Hatta.

Amanah Sukarno ditanggapi dengan biasa oleh Tan. Itu tertulis dalam memoarnya,Dari Penjara ke Penjara, Tan mengatakan, “saya sudah cukup senang bertemu Presiden Republik Indonesia, republik yang sudah lama saya idamkan.”

Baca Juga:'Aku Jongkok di Sana Dekat Got dan Tempat Sampah Menyantap Sate' Kisah Bung Karno Setelah Dilantik Sebagai Presiden RI

Kemerdekaan tidak menjadikan hidup Tan merdeka, ia tetap menjadi tokoh yang dikejar-kejar, bahkan oleh negara yang dicita-citakannya sendiri.

1949 Tan meninggal di ujung bedil tentara republik di seputaran Kediri, Jawa Timur.

Dan sampai mati, Tan tetaplah Bapak Revolusi yang sunyi.

()

Artikel Terkait