Intisari-online.com - Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Bahrain dan Kesultanan Oman nyatakan dalam Pernyataan Bersama Juli 2020 lalu bahwa hak asasi manusia dari "orang-orang dari semua kelompok etnis" yang tinggal di wilayah Xinjiang telah terlindungi secara efektif.
Namun, menurut Kantor Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia PBB, setengah juta orang yang tinggal di Xinjiang (sebagian besar merupakan minoritas Muslim Uighur), masih belum diketahui keberadaannya sampai saat ini.
Presiden Institut Uighur Eropa di Paris, Dilnur Reyhan mengatakan bahwa "negara-negara Teluk seperti Iran, berpartisipasi aktif mendukung kebijakan China."
Seperti yang dituliskan oleh Sebastian Castelier di haaretz.com, perwakilan hubungan luar negeri dari empat negara Teluk yang bergabung dalam Pernyataan Bersama itu tidak merespon saat diminta berkomentar lebih lanjut.
Rupanya, China bermain lihai dalam hal ini.
Sejak 2016, pemerintah China dilaporkan telah menghancurkan kehidupan etnis minoritas Muslim Uighur di Xinjiang.
Mereka membatasi HAM dan kebebasan beragama, memaksakan jutaan Muslim Uighur untuk ikuti kamp konsentrasi 'pendidikan ulang' yang dijalankan oleh pemerintah.
Dalam kamp tersebut mereka menghadapi indoktrinasi, tujuannya seperti dituliskan oleh New York Times, untuk "mengingkari ketaatan pada Islam."
Source | : | haaretz.com |
Penulis | : | Maymunah Nasution |
Editor | : | Maymunah Nasution |
KOMENTAR