Advertorial
Intisari-Online.com - Memiliki bayi adalah impian semua wanita.
Namun di Malaysia ada sebuah fakta kelam terkait soal bayi.
Di mana, dari beberapa insiden baru-baru ini, terungkap bagaimana orang-orang membuang bayi mereka.
Ya, mereka membuang darah daging mereka sendiri di pinggir jalan, maupun di jendela rumah orang lain.
Bayi-bayi yang dibuang, dibungkus kantong kertas, atau dimasukkan ke dalam kotak yang ditutupi beberapa helai dedaunan.
Sekitar 53 kasus pembuangan bayi terjadi antara Januari dan Juni pada tahun ini, ungkap Kementerian Perempuan, Keluarga dan Pengembangan Masyarakat Malaysia seperti dikutip The Star.
Itu artinya, sekitar 9 bayi ditinggalkan tiap bulannya pada tahun 2020 dan sebagian besar, ironisnya ditemukan dalam keadaan sudah tewas.
Sebanyak 652 kasus tercatat sejak 2015 sampai Juni 2020 dengan Selangor menduduki puncak daftar insiden terbanyak, 139 kasus.
Sesudah itu ada Johor (83), Kuala Lumpur (70), Sabah (69) dan Kedah (52), menurut data dari Divisi Investigasi Seksual, Wanita dan Anak (D11) di Bukit Aman.
Dari total, 65 persen bayi ditemukan tewas, kata asisten direktur D11 Supt Siti Kamsiah Hassan.
“Sebagian besar ditemukan di kawasan perumahan, toilet, tempat pembuangan sampah, sistem pembuangan limbah dan saluran air."
"Ini adalah tempat pembuangan sampah umum karena tidak ada kamera CCTV, jarang dikunjungi oleh publik dan mudah diakses," katanya pada Sunday Star.
Pembuangan bayi adalah masalah yang sudah berlangsung lama dan rumit.
Bulan lalu, seorang pelajar berusia 18 tahun yang diduga membuang bayinya yang baru lahir dari unit apartemen lantai 13 di Georgetown, didakwa dengan pembunuhan, sebuah pelanggaran yang membawa hukuman mati setelah dinyatakan bersalah.
Bagaimana pun, beberapa orang berpendapat bahwa dakwaan itu terlalu keras, karena banyak kasus melibatkan remaja yang kurang mendapat dukungan, pendidikan seks dan penyadaran.
Beberapa orang lainnya percaya inilah saatnya untuk lebih banyak mengurus bayi-bayi yang dibuang melalui Baby Hatch atau Baby Box, fasilitas yang menyediakan tempat aman bagi mereka untuk diserahkan secara legal, untuk diadopsi.
Namun, pemerintah Perak mengatakan tidak mendukung hal itu, untuk menghindari peningkatan aktivitas pembuangan bayi.
Adapun bagi Kementerian, dibutuhkan lebih banyak upaya untuk mempelajari langkah ini terlebih dahulu sebelum memutuskan sesuatu.
"Memiliki Baby Hatch akan memungkinkan campur tangan."
"Hal itu adalah tindakan yang masih banyak didebat, namun juga masuk akal dalam menjaga hak asasi dan kesejahteraan dari bayi."
"Kementerian mungkin membutuhkan respons lebih banyak sebelum menerapkan aturan ini sebagai alternatif dalam mengurangi peningkatan kasus pembuangan bayi," ujar Kementerian.
Saat ini, sudah ada 10 fasilitas Baby Hatch di Malaysia, 3 di antaranya dijalankan oleh OrphanCare Foundation di Petaling Jaya, Johor Baru dan Sungai Petani, Kedah.
Sebanyak 7 fasilitas lainnya dijalankan dalam kerja sama dengan KPJ Hospital, di tiap cabang di seluruh Malaysia.
Untuk menangani kasus pembuangan bayi agar lebih baik, pihak Kementerian melalui Institut Sosial Malaysia akan menjalankan studi yang menentukan efektivitas dari program yang ada yang telah dikembangkan oleh Kementerian.
“Ini akan dilakukan dengan meninjau negara bagian dengan jumlah kasus pembuangan bayi tertinggi,” tambah kementerian itu.
Upaya kementerian saat ini antara lain melakukan program penyadaran kesehatan reproduksi seksual (SRH) bagi remaja, layanan konseling bagi ibu hamil dan menyediakan tempat perlindungan bagi ibu hamil di luar nikah untuk melahirkan dengan selamat.
Mengenai pemuda yang kurang kesadaran tentang pembuangan bayi, kementerian mengatakan ketidaktahuan bukanlah alasan untuk melakukan kejahatan.
Pembunuhan bayi, atau tindakan yang menyebabkan kematian pada bayi yang baru lahir, dihukum berdasarkan Bagian 309B KUHP dengan hukuman penjara maksimal 20 tahun dan denda.
“Namun, status mental individu dapat dipertimbangkan dalam putusan pengadilan."
“Minimnya literasi hukum di kalangan remaja menjadi penyebab pelanggaran serius ini."
“Kementerian telah mengambil inisiatif lebih untuk memasukkan konsekuensi hukum dari pembunuhan bayi dan pelanggaran seksual dalam Modul SRH terbaru kami untuk remaja yang disebut Modul Mekar, yang diterbitkan tahun ini."
“Diharapkan modul ini bisa diimplementasikan tahun depan,” kata kementerian.
Salah satu alasan utama pembuangan bayi, seperti yang diidentifikasi oleh Departemen Kesejahteraan Sosial, adalah kurangnya pengetahuan SRH di kalangan remaja, yang menyebabkan hubungan seks tanpa kondom dan kehamilan yang tidak diinginkan.
“Beberapa gadis yang hamil di luar nikah juga kekurangan dukungan keluarga, sementara yang lain ditipu atau diberi janji pernikahan palsu oleh pacar mereka,” tambah kementerian.
Kasus pembuangan bayi juga terjadi karena gadis-gadis itu tidak mengetahui bantuan yang bisa mereka dapatkan dari organisasi terkait.
Sementara masalah ini membutuhkan tindakan komprehensif, kementerian mengatakan langkah-langkah pencegahan yang lebih baik daripada program pemulihan harus dirancang untuk mengatasi masalah ini.
“Fokusnya adalah meningkatkan program-program penyadaran seperti edukasi SRH, parenting, pranikah dan konseling yang akan dilaksanakan bagi remaja dan dewasa dengan pengetahuan yang diperlukan untuk mengatasi masalah pembuangan bayi dan kehamilan yang tidak diinginkan."
“Karena aborsi ilegal kecuali atas dasar medis, ada kebutuhan untuk mendidik remaja dan orang dewasa tentang hukum yang berkaitan dengan aborsi dan pelanggarannya,” katanya.
(Miranti Kencana Wirawan)
(Artikel ini telah tayang diKompas.comdengan judul "Di Malaysia, 9 Bayi Dibuang Setiap Bulannya")