Advertorial
Hari Ini 75 Tahun Lalu Bom Atom Dijatuhkan di Hiroshima Jepang, Serangan Nuklir Pertama di Dunia yang Lenyapkan Ratusan Ribu Nyawa
Intisari-Online.com - Tujuh puluh lima tahun yang lalu, 6 Agustus 1945, jatuh serangan bom atom di kota Hiroshima, Jepang.
Menyusul 3 hari kemudian sebuah serangan serupa di kota Nagasaki.
Peristiwa tersebut merupakan sebuah serangan nuklir pertama di dunia yang melenyapkan ratusan ribu orang.
Mengutip Kompas.com, saat itu kota Hiroshima memiliki populasi penduduk sebanyak 350.000 orang dan Nagasaki sebanyak 240.000 orang.
Akibat serangan bom atom, korban tewas di Hiroshima mencapai 140.000 dan 70.000 di Nagasaki.
Bom atom menargetkan 2 kota yang dikenal sebagai situs militer Jepang, menghancurkan 9 dari 10 bangunan di Hiroshima dan lebih dari sepertiga bangunan di Nagasaki.
Jepang sendiri merupakan satu-satunya negara yang pernah mengalami serangan nuklir.
Sementara pemilihan lokasi dijatuhkannya bom telah dimulai sejak sekitar awal 1945.
Target-target dari daftar kota di Jepang disusun dan dievaluasi.
Hiroshima yang merupakan kota terbesar ketujuh Jepang ada di urutan teratas daftar itu.
Sementara itu Kyoto tidak jadi target karena faktor sejarah dan budayanya.
Peristiwa pengeboman ini menjadi salah satu sejarah yang tak terlupakan sepanjang masa.
Bahkan hingga kini keputusan yang diambil untuk menjatuhkan bom atom di Jepang masih diselimuti kontroversial.
Melansir The Sun, pada Juli 1945, Presiden AS Harry Truman memerintahkan agar bom atom, yang dikembangkan oleh ilmuwan Proyek Manhattan, dijatuhkan di enam kota di Jepang setelah pemboman konvensional tanpa akhir terbukti tidak membuahkan hasil.
Amerika sangat membutuhkan cara untuk menghentikan konflik, menghitung invasi ke Jepang akan berlarut-larut selama bertahun-tahun dan memakan jutaan nyawa Sekutu.
Selain diselimuti kontroversial, Laksamana William Leahy, yang memimpin gabungan kepala staf AS-Inggris pun menulis penyesalannya.
Apa yang tidak pernah diperdebatkan, bagaimanapun adalah kehancuran dan tragedi belaka yang tersisa setelah bom itu.
Begitu banyak nyawa yang hilang, baik sebagai akibat langsung dari pemboman, maupun keracunan radiasi atau penyakit dan kanker yang terkait dengan senjata nuklir.
Para korban selamat dikenal dengan nama Hibakhusa.
Mengutip Kompas.com, saat ini usia rata-rata hibakusha adalah 83 tahun.
Baca Juga: Kemenkes Kritik Tajam 'Obat' Covid-19 Buatan Hadi Pranoto: Cuma Jamu, Hanya untuk Penyakit Komorbid
Seiring bertambahnya usia mereka, organisasi yang selama ini mendukung mereka secara berangsur-angsur dibubarkan.
Prefektur Hiroshima sendiri memiliki 62.000 hibakusha sementara prefektur Nagasaki memiliki 36.000.
Keduanya jika digabungkan sebanyak 70 persen dari total yang ada.
Ada pun sebanyak 4.700 hibakusha lainnya tinggal di Tokyo dan 4.500 lainnya di prefektur Osaka.
Para hibakusha juga menerima subsidi negara yang mencakup perawatan kesehatan, pengobatan dan pemakaman.
Pada 2019, pemerintah pusat Jepang telah menyisihkan sekitar 125,3 miliar Yen Jepang (setara dengan Rp 17 triliun ) sebagai dukungan kepada hibakusha.
Sebagian dari biaya tersebut juga diberikan secara bulanan kepada mereka yang menderita penyakit akibat paparan radiasi bom atom.
Mengutip Kompas.com, Terumi Tanaka (88), salah satu korban selamat dalam pengeboman Nagasaki, mengatakan bahwa hibakusha menyerukan tidak mau lagi kejadian itu terulang lagi di mana pun.
Sementara itu, penyintas lainnya Jiro Hamasumi (74) mengungkapkan kerinduan terhadap sang ayah.
Ia masih di dalam kandungan ibunya ketika peristiwa itu terjadi.
"Tak ada hari berlalu tanpa saya memikirkan ayah saya," kata Hamasumi, yang kehilangan ayahnya saat serangan itu.
(*)