Advertorial
AS Sudah Mulai Memihak ASEAN, Bisakah Indonesia dan Negara ASEAN Lain Pertahankan Laut China Selatan dari Terkaman China?
Intisari-online.com -Senin kemarin Menlu AS Mike Pompeo telah sebutkan bahwa klaim China terkait Laut China Selatan tidak sah.
Pernyataan itu membuktikan bahwa AS sudah memihak untuk membela ASEAN dan tidak mengakui klaim yang dilakukan China terhadap perairan itu.
Pengamat sebutkan jika pernyataan Washington bisa membuat negara ASEAN untuk lebih kuat lagi mempertahankan Laut China Selatan.
Namun, mungkin tidak semua akan terapkan hal itu.
Memang beberapa mengatakan hal serupa, sebutkan jika Beijing harus ikuti aturan internasional terkait hubungan mereka dengan Laut China Selatan.
Ketegangan di perairan kaya itu telah meningkat, dengan ASEAN dan AS sama-sama menyebutkan China seharusnya disalahkan atas pembangunan infrastruktur dan militer di tempat itu.
AS, yang sesungguhnya bisa saja tidak terlibat, telah meningkatkan keterlibatan mereka di Laut China Selatan.
Tindakan mereka yaitu dengan mengirim kapal perang dan jet tempur ke wilayah penuh ketegangan itu.
Tujuannya adalah untuk mendorong mundur China.
Mengikuti pernyataan Mike Pompeo, asistennya, David Stillwell mengatakan jika sanksi AS terhadap pejabat dan perusahaan China dapat tingkatkan klaim ilegal China di Laut China Selatan.
Direktur studi ASia di Dewan Hubungan Luar Negeri di AS, Elizabeth Economy, katakan jika pernyataan Pompeo telah memberi sinyal dukungan AS kepada ASEAN dan "akan mendorong negara lain untuk mendukung ASEAN juga".
Dengan menolak klaim maritim China, AS telah menyediakan ketertarikan bagi saiapapun yang ingin jadikan konvensi UNCLOS 1982 sebagai dasar penentuan hak maritim di Laut China Selatan, jelas oleh Pensiunan Laksamana Angkatan Laut Michael McDevitt.
Baca Juga: Tak Hanya untuk Membuat Kue Ternyata Baking Soda Bisa Sembuhkan Asam Urat, Bagaimana Caranya?
"Washington ingin China ikuti aturan internasional, yang termasuk UNCLOS," ujarnya.
Konvensi itu merupakan dasar hukum bagi kasus yang diajukan Filipina dengan Pengadilan Arbitrase Permanen di Den Haag tahun 2012 lalu.
Kasus itu menantang legalitas klaim China atas nine-dash line yang muncul di peta resmi China dan melingkari hampir seluruh Laut China Selatan.
Pengadilan menolak klaim itu pada tahun 2016, membantu Filipina menjaga kedaulatannya.
Namun China menolak mengenal keputusan itu.
Empat tahun setelahnya, Vietnam sedang lakukan pertimbangan aksi legal untuk menahan klaim maritim China.
Deputi Menteri Luar Negeri mereka Le Hoai Trung katakan Hanoi lebih memilih untuk bernegosiasi, tetapi tindakan lain seperti mediasi, arbitrasi dan litigasi tidak dapat dikesampingkan.
Mei kemarin, Hanoi nominasikan empat ahli arbitrator dan empat ahli pendamai, tanda jika mereka segera akan ajukan komplain.
Tanggapan Vietnam
Setelah pernyataan dari Mike Pompeo dan asistennya, Menteri Luar Negeri Vietnam mengeluarkan pernyataan mereka sendiri.
Mereka tidak sebutkan nama AS, tapi mengatakan "menghormati aturan legal di laut dan menerapkan konvensi UN dengan keyakinan yang sebaik-baiknya" sangat penting.
Akademisi di Manila, Richard Heydarian mengatakan pernyataan AS memiliki dampak operasional besar, terutama untuk aliansi AS seperti Filipina.
Pasalnya, pernyataan Pompeo telah tawarkan klarifikasi komitmen AS di Laut China Selatan.
"Dalam aksi yang libatkan tindakan provokatif atau agresif dari China melawan militer Filipina, maka dapat dikatakan Pentagon akan menengahi dalam upaya membantu Filipina," ujarnya.
Heydarian katakan Vietnam dapat luncurkan tantangan resmi terhadap klaim China setelah pimpinan baru Hanoi dikonfirmasi tahun depan.
"Vietnam sudah siap, Hanya masalah keputusan politis oleh pemimpin Vietnam saja." ujarnya.
Meskipun pernyataan AS bukan dasar untuk aksi militer melawan China, tapi sudah berikan dukungan untuk melawan China baik lewat cara negosiasi atau perlawanan hukum.
Namun, McDevitt katakan negara anggota ASEAN sebaiknya berhati-hati menyeimbangkan hubungan antara China dan AS karena tentunya ASEAN tidak ingin memihak dan terperangkap dalam ketegangan dua negara.
Sementara malah Thomas Daniel, analis senior di Institut Strategi dan Studi Internasional Malaysia, katakan jika klaim itu memberi dampak terhadap China.
"ASEAN dan anggotanya akan sangat hati-hati menghadapi China dan merespon pernyataan AS," ujarnya.
"Kenyatanny, China memberi pengaruh besar di sebagian besar negara ASEAN. Mereka merupakan partner perdagangan ekonomi, kekuatan besar yang muncul di wilayah ini, sebuah kenyataan geografis yang tidak akan dihapus begitu saja."
Kuarter pertama tahun ini, ASEAN mengambil posisi Uni Eropa dan AS dalam menjadi partner dagang terbesar bagi China di tengah perang dagang China-AS dan pandemi virus Corona.
Daniel katakan, ASEAN sebaiknya mengambil pendekatan "minilateral" dengan koordinasi antar negara untuk menangani ketegangan Laut China Selatan dengan China.
"Vietnam, Filipina, Brunei dan Malaysia harus benar-benar berkoordinasi dengan satu sama lain karena sengketa Laut China Selatan tidak hanya sengketa dengan China, semua negara-negara ASEAN memiliki ketegangan satu sama lain," jelasnya.
"Mereka harus mengurangi masalah antara mereka dan kemudian memperbesar posisi bersama terkait negosiasi dengan China."
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini