Advertorial
Adat Pertukaran Pengantin untuk Pernikahan ini Gagal Total, Potongan Tubuh Jasad Wanita Hamil ini Ditemukan di Tepi Jalan: 'Pembunuhnya Adalah Keluarga Suaminya!'
Intisari-online.com -Banyak sekali adat pernikahan yang termasuk aneh dan di luar nalar manusia biasa.
Seperti adat pernikahan 'watta satta', yang pasti asing di telinga Anda.
Adat ini umum dilakukan di Pakistan dan Afghanistan.
Namun sering kali pernikahan sesuai tradisi ini berjalan merugikan salah satu pihak.
Seperti yang terjadi kepada seorang wanita hamil bernama Waziran Chhachhar ini.
Mengutip South China Morning Post, tubuh Waziran yang termutilasi ditemukan di tepi jalan.
Dengan cepat hal itu menyebar dan menjadi viral di media sosial.
Ia telah diduga dibunuh oleh keluarga suaminya sendiri setelah keluarga suaminya menolak kesepakatan pertukaran pengantin wanita yang libatkan dua gadis berumur 12 tahun.
Wanita yang hamil 8 minggu itu ditemukan jasadnya di provinsi Sindh, Pakistan tenggara.
Waziran Chhachhhar telah terbunuh dengan senjata batu.
Motif pembunuhan diduga kuat karena pernjanjian watta satta antara keluarganya dan keluarga suaminya tidak berjalan mulus.
Watta satta adalah adat pernikahan yang libatkan pasangan pengantin antara anggota dua keluarga.
Paling sering, saudara laki-laki dan perempuan dari satu keluarga dipasangkan dengan pasangan yang sama dari keluarga lain.
Atau terkadang, pasangan paman dan keponakan perempuan dari keluarga A ditukarkan dengan pasangan yang sama dari keluarga B.
Bisa juga, sepasang sepupu saling ditukarkan.
Mengerikan tapi sudah rahasia umum, pasangan-pasangan yang 'ditukar' untuk pernikahan ini libatkan gadis belia berumur 12 tahun.
Sesungguhnya ini adalah adat dari suku yang ada di Pakistan.
Adat ini berkembang dari keyakinan bahwa pertukaran setara antar anak perempuan dapat memberi pernikahan yang lebih baik untuk para perempuan.
Sampai sekarang adat ini masih dijalankan di Sindh, provinsi yang dihuni 47 juta orang, dan wilayah selatan Punjab, rumah bagi 110 juta orang.
Sebagai bagian dari tradisi juga, keluarga juga harus menukar barang-barang yang mereka miliki.
Tujuannya adalah untuk menghapus kewajiban membayar maskawin.
Manthar Ali, tetangga Waziran, bersaksi jika jumlah pernikahan watta satta yaitu sebanyak 80% dari 40 pernikahan yang telah terjadi di pernikahannya dalam 5 tahun terakhir.
BIasanya, pernikahan pertukaran pengantin itu terjadi dari keluarga petani dengan para tengkulak.
Pelecehan seksual yang tersamarkan
Dalam artikel tahun 2015 yang dipublikasikan di Open Journal of Social Sciences, peneliti menyebutkan watta satta cenderung terarah kepada kekerasan fisik dan emosional kepada wanita.
"Pernikahan bertukar pengantin sediakan keamanan untuk kedua keluarga, tapi kebanyakan berujung menjadi pedang dua sisi.
"Pasalnya, suami yang melakukan kekerasan kepada istrinya dapat menyebabkan suami adiknya melakukan hal yang sama terhadap istrinya," tulis peneliti itu.
"Tanggapan wanita terhadap kekerasan itu biasanya terbatas karena dukungan dan kapasitas ekonomi yang lebih rendah, kekhawatiran terhadap anak mereka, kurangnya pendidikan dan dukungan keluarga serta teman-temannya."
Tahun 2019, Human Rights Watch laporkan jika pemerkosaan dan pembunuhan 'terhormat', serangan asam, kekerasan lokal dan pernikahan paksaan bagi wanita menjadi masalah di Pakistan.
Negara itu mencatat 1000 pembunuhan tiap tahunnya.
Menurut laporan polisi, ada 132 wanita dibunuh di Sindh dari Januari 2019 sampai Januari tahun ini.
Wanita hanyalah properti
Aktivis dan mantan akademisi yang berada di Islamabad Farzana Bari mengatakan wanita di Pakistan dianggap sebagai properti dalam kesepakatan watta satta.
Hal itu membuat otonomi merek dalam pernikahan mati seutuhnya.
"Dalam banyak kasus, jika 1 pernikahan gagal, pasangan pengantin lain juga mendapat dampaknya," ujar Bari yang juga mantan direktur departemen studi gender di Quaid-i-Azam University.
"Di kedua belah pihak, wanita pasti menderita."
Beberapa wanita telah memprotes terkait tradisi ini, tapi hanya sedikit yang berhasil mengubah takdir mereka.
Baca Juga: Begini Asal Muasal Teknologi Optikal Zoom di Smartphone, Serasa DSLR!
Contohnya adalah tunangan Mathar Ali yang berumur 24 tahun.
8 tahun lalu, dia menolak kesepakatan watta satta dari keluarganya dan menolak menikah dengan kakak menantunya.
Hal itu sebabkan ayahnya memukulinya.
Manthar sendiri juga diancam oleh calon pengantin pria, tetapi mereka tetap teguh.
Baca Juga: Bantu Wanita yang Tidak Dapat Mencapai Orgasme dengan Lakukan Ini!
Akhirnya, mereka bertunangan saat ia berumur 18 tahun.
Watta Satta keluarga Waziran
Menurut kerabat Waziran, Allahwarayo Chhachhar Wada, pernikahannya dengan suaminya Ali Buc Chhachhar awalnya berdasarkan watta satta.
Bagian dari kesepakatan adalah keponakan dari suami Waziran seharusnya menikah dengan adik Waziran.
Namun saat ayah Waziran meningatkan pertunangan beberapa bulan lalu, keluarga Ali Bux menampik hal itu.
Kedua calon pasangan itu sama-sama berumur 12 tahun.
Karena kesepakatan tidak terbentuk, maka akhirnya Waziran terbunuh, seperti dijelaskan Allahwarayo.
"Saudara Gul dan Ali Bux, Kareem, dengungkan argumen ini tahun lalu," ujar Allahwarayo.
"Akhirnya, mereka mengambil balas dendam dengan membunuh Waziran," ujarnya.
Ia juga tambahkan pembunuh-pembunuh itu perlu hukuman mati dengan cara digantung.
Mengapa watta satta menjadi salah
Nuzhat Shirin, delegasi dari Komnas Perempuan di Sindh, mengatakan jika Komnas Perempuan masih berproses memilih data dari watta sapta.
Ia katakan: kemiskinan, buta huruf dan tidak bekerja, dipasangkan dengan patriarki, telah membuat praktik anti-wanita selalu hidup."
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini