Advertorial
Intisari-online.com - Mungkin tak banyak orang tahu bagaimana Korea Utara (Korut) menjalankan perekonomian negaranya.
Negera tersebut juga tidak memiliki sumber daya alam yang besar yang membuatnya menjadi negara dengan penghasilan potensial.
Sejauh ini, diketahui penduduk Korea Utara sebagian besar bekerja sebagai buruh tani.
Namun walau begitu Korea Utara menjalankan proyek nuklir dan memiliki kekuatan militer yang besar.
Inilah alasan mengapa beberapa negara lain tak boleh memandang remeh Korut.
Hanya saja, timbulah pertanyaan.
Jika Korut tidak memiliki sumber daya alam dan penduduknya bekerja sebagai sumber tani, bagaimana bisa negara ini terus menjalankan poyek nuklirnya?
Dari manakah Korut mendapatkan uang?
Jika Anda bertanya-tanya mengenai hal ini, mungkin Anda bisa menemukan jawabannya di tulisan kali ini.
Melansir dari New York Post, dari laporan rahasia PBB, Korea Utara ternyata menghasilkan sekitar 2 miliar dollar AS atau Rp28 triliun.
Tapi dari 'mencuri' bank pertukaran kripto.
Uang tersebut juga dikatakan untuk membiayai proyek senjata pemusnahan massal mereka.
Pyongyang meningkatkan program nulir balistik, antar benua dalam beberapa tahun terakhir.
Para ahli mengatakan, Korea Utara terus menggunakan ruang maya untuk melancarkan serangan dan mencuri dana dari lembaga keuangan dan pertukaran uang kripto.
Pelakunya adalah Republik Demokratik Rakyat Korea yang beroperasi di bawah arahan Biro Pengintaian, dan mengumpulkan uang untuk program WMD (senjata pemusnah massal).
Dengan total hampi 2 miliar dollar AS atau sekitar Rp28 triliun menurut sebuah laporan.
Korea Utara secara resmi dikenal sebagai Republik Rakyat Demokratik Korea (DPRK).
Biro Umum Pengintaian adalah agen intelijen militer top Korea Utara.
Para ahli mengatakan mereka sedang menyelidiki "setidaknya 35 kasus yang dilaporkan dari aktor DPRK menyerang lembaga keuangan, pertukaran mata uang kripto dan kegiatan penambangan yang dirancang untuk mendapatkan mata uang asing" di 17 negara.
Para ahli PBB mengatakan serangan Korea Utara terhadap pertukaran mata uang kripto memungkinkannya mendapatkan penghasilan yang sulit dilacak.
Mereka tidak tunduk pada pengawasan dan regulasi pemerintah daripada sektor perbankan tradisional.
Dewan Keamanan secara bulat telah menjatuhkan sanksi terhadap Korea Utara sejak 2006 dalam upaya untuk menghentikan pendanaan untuk program-program rudal balistik nuklir Pyongyang.
Dewan telah melarang ekspor termasuk batubara, besi, timah, tekstil dan makanan laut dan membatasi impor minyak mentah dan produk minyak sulingan.
Presiden Donald Trump telah bertemu dengan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un tiga kali.
Paling baru pada bulan Juni 2019, ketika ia menjadi presiden AS pertama yang menginjakkan kaki di Korea Utara di Zona Demiliterisasi antara kedua Korea.