Advertorial
Intisari-online.com -Pedagang pasar basah di Jakarta menghadapi tantangan baru saat pemda Jakarta resmikan larangan penggunaan plastik sekali pakai.
Seperti yang dialami oleh Miasih, salah satu pedagang pasar di Jakarta.
"Hidup di Indonesia makin susah aja," ujarnya.
Mengutip Channel News Asia (CNA), sejak Covid-19 merebak di Jakarta empat bulan lalu, ia telah menggunakan transportasi bajaj daripada ojek online.
Itu ia lakukan agar mengurangi risiko terinfeksi Covid-19.
Rupanya, hal itu cukup menyulitkannya karena tarif bajaj lebih mahal daripada ojek online.
Kini, problematika hidup Miasih ditambah dengan aturan baru yang tidak bolehkan gunakan plastik sekali pakai di pasar tradisional, supermarket dan retail di Jakarta.
Aturan ini resmi dilaksanakan Rabu 1 Juli kemarin.
Kantong plastik sudah resmi tidak boleh dipakai, sedangkan plastik disposable untuk daging dan ikan masih dibolehkan untuk dipakai.
Meski begitu, pedagang ayam berumur 60 tahun di Jakarta Selatan ini sebutkan larangan itu telah mempengaruhi penjualannya.
"Beberapa pelanggan bingung dengan larangan itu, akhirnya memutuskan tidak membeli ayam dari saya karena mereka tidak punya kantung tas belanja," ujarnya kepada CNA.
Ia juga menambahkan ia tidak bisa menawarkan alternatif.
Sementara itu pedagang ikan Nawawi yang memiliki lapak di pasar basah Jakarta Selatan, mengkhawatirkan hal yang sama.
Pria itu paham jika aturan itu bermakna melindungi lingkungan.
Namun ia sendiri mengatakan pedagang kecil sepertinya ditinggalkan sebagai 'efek samping' dari larangan tersebut.
Jika ia siapkan alternatif untuk pelanggannya, maka total pengeluarannya akan menambah banyak.
Anies Baswedan, gubernur Jakarta menyebutkan pada hari Rabu jika larangan itu adalah bagian dari komitmen administrasi untuk mengubah Jakarta menjadi ibu kota yang ramah lingkungan.
Sehingga daripada menggunakan plastik sekali pakai, warga didorong menggunakan tas eco-friendly yang terbuat dari bahan seperti daun, kertas, kain, polyester dan turunannya, atau dari bahan daur ulang.
"Ini adalah bagian dari usaha kami di Jakarta untuk memastikan kota kami semakin ramah lingkungan.
"Juga, aktivitas di komunitas adalah aktivitas yang meninggalkan residu yang tidak bisa didaur ulang.
Baca Juga: Hadapi Corona: Tips Saat Memesan atau Berbelanja Makanan Saat Pandemi
"Ketika residu tidak bisa didaur ulang, itu akan sebabkan tidak hanya kerusakan di generasi kita tetapi juga ke generasi mendatang.
"Kita perlu mengubah perilaku kita sehingga semua orang dan semua aktivitas di Jakarta kembangkan tindakan berkelanjutan," ujarnya pada hari pertama tidak boleh digunakannya plastik sekali pakai.
Anies tekankan lahan Bantargebang, yang ada di Bekasi, hampir penuh dan didominasi dengan plastik.
Mayoritas sampah itu diproduksi oleh residen Jakarta.
Untuk memastikan larangan itu berfungsi, pelanggar akan diberi peringatan tertulis kemudian didenda antara 5 juta sampai 25 juta Rupiah.
Selanjutnya, usaha bisnis gelap pun akan dicabut izinnya.
Langkah Ramah Lingkungan
Dengan larangan ini, pemerintah Jakarta bertujuan untuk kurangi sampah kota sampai 50%.
Hal ini kemudian dikomentari pimpinan Greenpeace Indonesia Leonard Simanjuntak.
Ia tetap meragukan kesuksesan tindakan ini.
"Itu jelas akan mengurangi jumlah sampah plastik di Jakarta, yang per harinya bisa sampai 7500 ton atau 14%.
"Tapi terlalu optimis untuk berpikir jika akan otomatis mengurangi sampah plastik 50% seperti disebutkan pemerintah Jakarta.
"Kantong plastik hanya berkisar 10% dari sampah plastik, menurut beberapa peneliti.
"Sedangkan styrofoam menyumbang lebih banyak, 50% dari sampah plastik.
"Namun tidak ada larangan penggunaan styrofoam," ujarnya.
Ancaman Kehilangan Pekerjaan
Manufaktur plastik mengalami kerugian besar dari larangan ini.
Dari awal para perusahaan pembuat plastik melawan pelarangan tersebut, dan sebutkan masalah di Jakarta adalah sistem pembuangannya dan bukan produk plastiknya.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Indonesia dari Industri Plastik, Olefin dan Aromatik Fajar Budiyono mengatakan jika Jakarta ingin menjadi kota ramah lingkungan, seharusnya Jakarta memperbaiki sistem penanganan sampahnya.
Larangan penggunaan plastik sekali pakai hanya sebabkan masalah ekonomi, sebutnya.
"Produsen kantong plastik mempekerjakan sekitar 200 ribu orang seluruh Indonesia, dan 30% pekerja itu ada di Jakarta.
"Larangan ini dapat sebabkan PHK dan orang-orang kehilangan pekerjaan," ujar Budiyono.
Tidak hanya pabrik plastik, pemulung dan industri daur ulang akan mendapat dampak langsung.
Ia juga katakan selama tidak ada solusi lebih baik, terutama pengganti yang lebih ekonomis, orang-orang akan tetap menggunakan kantong plastik.
Sedangkan pakar lingkungan juga mengakui jika aturan baru dapat dengan mudah sebabkan perilaku dan kebiasaan yang tidak ramah lingkungan.
Seperti ibu rumah tangga ini, Dora Mandera (44) yang semenjak supermarket lokalnya berhenti gunakan kantong plastik sekali pakai, ia gunakan trashbag untuk berbelanja.
"Kita masih membutuhkan plastik untuk membuang sampah, untuk melapisi tempat sampah sehingga tempat sampah tidak menjadi kotor," katanya.
Ia juga tambahkan banyak pengumpul sampah menolak untuk mengumpulkan sampah jika tidak ada dalam kantong plastik.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini