Penulis
Intisari-Online.com - Australia mengumumkan strategi pertahanan yang lebih agresif untuk mengantisipasi kebangkitan China.
Australia bahkan menyebut tantangan yang akan dihadapi belum pernah terjadi sejak Perang Dunia II.
Pengumuman ini disampaikan Perdana Menteri Scott Morrison Rabu (1/7/2020), sembari memperingatkan rakyat Australia untuk mempersiapkan diri menghadapi tatanan dunia yang "lebih buruk, lebih berbahaya dan lebih kacau" pasca Covid-19.
Disebutkan Australia akan membangun kekuatan militer yang lebih besar dengan fokus pada kawasan sekitarnya, termasuk melengkapi persenjataan peluru kendali jarak jauh.
"Kita belum pernah menyaksikan ketidakpastian ekonomi global dan strategis seperti saat ini di Australia dan di kawasan sejak ancaman luar yang kita hadapi saat tatanan global dan regional ambruk pada tahun 1930-an dan 1940-an," katanya.
"Persaingan strategis antara China dan Amerika Serikat akan menimbulkan banyak ketegangan dan banyak risiko kesalahan perhitungan," ujar PM Morrison.
Karena itu, PM Morrison mengatakan peningkatan kemampuan militer Australia sangat penting untuk menopang posisinya di Asia Pasifik.
Dia menuturkan, Negeri "Kanguru" harus bisa melindungi tempat mereka sebaik mungkin.
"Siap menanggapi dan memainkan peran kita dalam melindungi Australia, membela Australia," jelasnya.
Dalam pidato di depan Akademi Militer Australia, PM Morrison mengumumkan komitmennya untuk mengalokasikan anggaran 270 miliar dollar Australia (sekitar Rp 2.700 triliun) bagi peningkatan kemampuan pertahanan selama satu dekade.
Alokasi belanja ini termasuk senjata penyerang yang lebih kuat, kemampuan siber dan sistem pengawasan bawah air berteknologi tinggi.
Selama empat tahun, Angkatan Bersenjata Australia (ADF) akan menambah personel sebanyak 800 prajurit, terdiri dari 650 personel untuk Angkatan Laut, 100 untuk Angkatan Udara, dan 50 prajurit Angkatan Darat.
Menurut Anggaran Belanja Departemen Pertahanan 2019-2020, kekuatan personel ADF diperkirakan tumbuh menjadi 60.090 orang tahun ini didukung staf administrasi sebanyak 16.272 orang.
Anggaran Dephan diperkirakan tumbuh hingga 2 persen dari produk domestik bruto Australia pada 2020-21, atau sekitar 200 miliar dollar Australia (Rp 1.990 triliun) selama 10 tahun.
Australia akan membeli Rudal Anti-Kapal Jarak Jauh (LRASM) 158-AG dari Angkatan Laut Amerika Serikat, dengan biaya 800 juta dollar Australia (Rp 7,9 triliun).
Rudal itu memiliki jangkauan lebih dari 370 kilometer, meningkat signifikan dibandingkan kapasitas 124 km dari rudal anti-kapal Harpoon AGM-84 milik Australia yang diluncurkan pada awal 1980-an.
Selain itu, anggaran sebesar $9,3 miliar juga akan dialokasikan untuk penelitian dan pengembangan menjadi senjata jarak jauh berkecepatan tinggi, termasuk senjata hipersonik.
"ADF sekarang membutuhkan kemampuan pencegahan yang lebih kuat," kata PM Morrison.
Dia menuturkan kemampuan tersebut adalah menahan kekuatan dan infrastruktur musuh dari jarak jauh, sehingga membantu mencegah perang.
Sistem pengawasan bawah air dengan menggunakan sensor teknologi tinggi yang menelas biaya antara 5 miliar dollar Australia (Rp 49,7 triliun) dan 7 miliar dollar Australia (Rp 69,7 triliun) adalah salah satu belanja terbesar yang mencakup kapal selam tak berawak.
PM Morrison juga berjanji meningkatkan kemampuan ADF untuk berurusan dengan apa yang ia sebut sebagai "zona abu-abu" - aktivitas melawan kepentingan Australia yang berada di bawah ambang konflik bersenjata tradisional.
Juru bicara oposisi urusan pertahanan, Richard Marles, menyambut baik perubahan dalam strategi ini.
"Covid-19 mengubah dunia di sekitar kita, dunia tempat kita hidup," katanya.
"Partai Buruh mendukung pertahanan Australia yang kuat dalam menghadapi hal ini," tambahnya.
Peter Jennings dari Lembaga Kebijakan Strategis Australia (ASPI) mengatakan dunia telah berubah secara dramatis sejak Panduan Pertahanan dirilis, khususnya di era Covid-19 saat ini.
Menurut Jennings, saat ini hanya ada satu negara yang memiliki kapasitas dan keinginan untuk mendominasi Indo-Pasifik yang bertentangan dengan kepentingan Australia.
"Kami tidak berbicara mengenai Kanada," ujarnya. Pemerintah akan mengalokasikan 15 miliar dollar Australia (Rp 149,3 triliun) untuk kapasitas perang informasi selama 10 tahun ke depan, 1,3 miliar dollar Australia (Rp 12,9 triliun) di antaranya akan digunakan untuk meningkatkan keamanan dunia maya.
Sedangkan anggaran 7 miliar dollar Australia (Rp 69,7 triliun) untuk satelit jaringan komunikasi independen, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan Pertahanan di luar angkasa.
PM Morrison mengatakan komitmen anggaran 10 tahun ini melampaui janji pemerintah untuk meningkatkan belanja Pertahanan menjadi 2 persen dari PDB.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Antisipasi China, Australia Siapkan Bujet Militer Rp 2.700 Triliun"