Ternyata Banyak Alasan Mengapa Banyak Warga Yahudi Ingin Menetap di Tepi Barat, Termasuk Keyakinan Hak Hidup di Tanah Pemebrian Tuhan, Apa Lagi?

Muflika Nur Fuaddah

Penulis

Israel ingin mencaplok permukiman-permukiman di kawasan pendudukan Tepi Barat, dengan mengeklaim bahwa tanah-tanah tersebut milik mereka.

Intisari-Online.com - Israel ingin mencaplok permukiman-permukiman di kawasan pendudukan Tepi Barat, dengan mengeklaim bahwa tanah-tanah tersebut milik mereka.

Hampir semua negara di dunia menyatakan permukiman ini ilegal, tetapi Presiden Donald Trump memberi dukungannya terhadap Israel.

Apa sesungguhnya pemukiman ini, di mana saja?

Palestina dan banyak negara menentangnya, termasuk Indonesia, tetapi bagaimana permukiman ini bisa terus bertambah luas?

Baca Juga: Padahal Berbatasan Langsung dengan China, Kim Jong-un Klaim Korea Utara 'Sukses Besar' Tangani Virus Corona

Dukungan penuh dari Amerika Serikat

Negara-negara di dunia, PBB dan Uni Eropa mengatakan permukiman Israel di Tepi Barat melanggar hukum international.

Di masa lalu, biasanya Amerika Serikat secara resmi setuju dengan pandangan itu.

Namun pada November 2019, pemerintahan Donald Trump tak lagi menganggapnya ilegal.

Baca Juga: Negeri Kanguru Sebut Tantangan Ini Belum Pernah Terjadi Sejak PD II, Antisipasi China, Australia Siapkan Bujet Militer Rp 2.700 Triliun

Dengan dukungan AS, parlemen Israel kini bisa mengambil suara untuk menganeksasi Tepi Barat.

Bangsa Palestina menolak dengan keras aneksasi.

Bagi mereka, ini akan mengerat wilayah tanah Palestina dan menyisakan sedikit saja dari wilayah yang sudah berantakan.

Mereka akan kehilangan tanah, yang amat vital agar bisa membentuk negara sendiri kelak.

Baca Juga: Niat Awal Luncurkan Rudal Balistik untuk Amankan Laut China Timur, Jepang Justru Membatalkan Sistem Pertahanan Tersebut, Ini Alasan Mengapa Rudal Aegis Ashore Dibatalkan Jepang Melawan China

Ilegal atau tidak, permukiman itu ada dan telah tumbuh beberapa waktu belakangan.

Beginilah perubahan wilayah itu sejak Perang Arab-Israel tahun 1967.

Wilayah Israel berwarna biru dan Tepi Barat kuning.

Baca Juga: Bermula dari Adu Mulut, Korban Pembacokan Ini Lari Selamatkan Diri, Namun Baru 200 Meter Sudah Tumbang, Darah Berceceran

Bangsa Palestina melihat Tepi Barat sebagai bagian dari negara masa depan mereka.

Namun Israel telah mengirim penduduk ke sana sejak perang 1967.

Lingkaran biru mewakili wilayah-wilayah pendudukan yang direstui oleh pemerintah Israel.

Selain itu ada wilayah-wilayah pendudukan tidak resmi, dikenal dengan nama "outpost", yang tak dimasukkan dalam peta di sini.

Baca Juga: Misteri 275 Gajah Mati Bukan karena Perburuan, Tubuhnya Utuh Namun Tunjukkan Gejala Kelumpuhan atau Pincang hingga Sekarat

Sekitar tiga juga orang hidup di penggalan tanah yang disebut Tepi Barat: 86 persen warga Palestina dan 14 persen (427.800 orang) adalah pemukim Israel.

Mereka tinggal di kawasan yang umumnya terpisah satu sama lain.

Banyak permukiman Israel dibangun dekade 1970-an, 80-an dan 90-an. Namun dalam 20 tahun terakhir, jumlah penduduk di situ berlipat ganda.

Israel menyediakan layanan seperti air dan listrik kepada para pemukim, dan mereka dilindungi oleh tentara Israel.

Baca Juga: Masih Jadi Misteri, Lebih dari 360 Gajah di Botswana Mati Secara Misterius, 'Ada yang Mati Berkerumun, Ada yang Jatuh di Wajah Mereka' Sementara yang Bertahan Hadapi Ancaman Lebih Mengerikan Lagi

Permukiman Israeli juga tersebar di seluruh wilayah Palestina. Permukiman-permukiman ini dijaga oleh tentara Israel dan warga Palestina tak punya akses ke sana.

Secara efektif, ini memisahkan satu kota Palestina dengan lainnya, yang menyebabkan jalur transportasi dan pembangunan infrastuktur jadi sangat sulit dilakukan di wilayah Palestina.

Foto-foto satelit menunjukkan bagaimana permukiman tumbuh seiring waktu.

Tahun 2004, pemukiman Givat Zeev berpenduduk sekitar 10.000, dan kini 17.000.

Permukiman ini tumbuh ke barat, menambah rumah, sinagoga dan pusat perbelanjaan.

Permukiman ini beragam ukurannya.

Beberapa dihuni hanya oleh beberapa ratus orang.

Yang terbesar adalah Modi'in Illit yang dihuni 73.080 orang.

Baca Juga: Prediksi Sri Mulyani Meleset, Luhut Binsar Ungkap Kabar Mengejutkan yang Tiba-tiba Terjadi di Indonesia di Tengah Wabah Corona, Brasil Sampai Kalah Telak

Dalam 15 tahun terakhir, penduduknya meningkat tiga kali lipat.

Sebuah organisasi penentang permukiman bernama Peace Now mengumpulkan data ini.

Bagian dari rencana yang diajukan oleh Donald Trump adalah, tidak boleh ada pembangunan lagi di permukiman-permukiman ini setidaknya dalam empat tahun ke depan.

Sekalipun tak ada pembangunan, jumlah penduduknya kemungkinan besar bertambah karena angka kelahiran di kalangan perempuan Israel di permukiman sangat tinggi.

Rata-rata seorang perempuan Israel di permukiman punya lebih dari tujuh anak.

Israel sendiri punya angka kelahiran tinggi yaitu 3,1 anak untuk setiap perempuan.

Di Uni Eropa, angka itu 1,58.

Di permukiman jauh lebih tinggi lagi.

Baca Juga: Termasuk 'Jangan Manjakan Badan,' Ahli Penyakit Menular Sebut Umat Manusia Akan Hidup Bersama Virus Corona Dalam Waktu yang Lama, Ini 17 Fakta Lainnya

Misalnya di Modi'in Illit angka kelahiran lebih tinggi daripada kota-kota lain di Israel atau di wilayah Palestina, yaitu 7,59 anak untuk setiap perempuan Israel.

Warga Palestina di Tepi Barat punya anak lebih sedikit, rata-rata 3,2 bayi untuk setiap perempuan.

Permukiman-permukiman ini dibangun di tanah Palestina yang akan dijadikan negara mereka di masa depan, berdampingan dengan Israel.

Bangsa Palestina menyatakan tak mungkin negara seperti itu dibangun kecuali jika permukiman-permukiman itu dipindahkan.

Mengapa warga Israel ingin menetap di Tepi Barat?

Beberapa karena ingin mendapat subsidi dari pemerintah Israel dalam bentuk rumah murah sehingga bisa meningkatkan kualitas hidup.

Beberapa lagi karena alasan agama, yang meyakini bahwa Tuhan, melalui kitab Taurat, menugaskan mereka tinggal di sana.

Sepertiga pemukim adalah komunitas Yahudi ultraortodoks, yang umumnya berkeluarga besar dan miskin.

Maka peningkatan kualitas hidup berperan besar dalam mendorong mereka jadi pemukim.

Namun banyak yang menjadi pemukim karena alasan ideologi, yaitu mereka yang yakin punya hak hidup di wilayah yang mereka anggap wilayah warisan untuk Yahudi.

Baca Juga: Sempat Diragukan Oleh Angkatan Udaranya, Pesawat 'Siluman' Gyrfalcon FC-31 China Ini Justru Digadang-gadang Akan Berperan Besar di Angkatan Laut China, Tapi Ada Kelemahan yang Menghantuinya

Berikut ini adalah peta yang merinci seperti apa permukiman Yahudi di Palestina sekarang.

Siapa yang menginginkan solusi dua negara? Yang mendukung solusi untuk membagi tanah Palestina untuk menjadi dua negara merdeka semakin sedikit belakangan ini.

Tahun 2006, 71 persen warga Palestina dan 68 persen warga Israel menyatakan mendukung ide ini.

Tahun 2018 dukungannya 44 persen warga Palestina dan 55 persen warga Israel.

Kebalikannya, di tahun 2018 dukungan untuk Israel dan Palestina bersatu jadi satu negara adalah 36 persen dari warga Palestina, 19 persen dari warga Yahudi Israel dan 56 persen dari orang Arab Israel.

Kabar buruk untuk solusi dua negara adalah jumlah orang muda yang ingin melihat hal itu terwujud semakin menurun.

Hanya 27 persen penduduk Israel berusia 18-24 tahun yang mendukung ide itu.

Baca Juga: Aksi Komplotan AS dan Israel? Fasilitas Nuklir Iran Terbakar dan Ada Kemungkinan Sabotase: Terjadi Setelah Ledakan di Dekat Pangkalan Militer

Sumber: Data populasi permukiman berasal dari Biro Pusat Statistik Israel dan Jerusalem Institute for Israel Studies, dikumpulkan oleh organisasi Peace Now. Data angka kelahiran dari Biro Pusat Statistik Israel dan Biro Pusat Statitik Palestina. Perkiraan angka kelahiran untuk penduduk di permukiman didapat dari Yinon Cohen, Yosef Hayim Yerushalmi Profesor bidang Israel and Jewish Studies di Columbia University. Data survei soal sikap terhadap solusi dua-negara berasal dari The Palestinian-Israeli Pulse, survey gabungan yang dilakukan oleh Palestinian Centre for Policy and Survey Research dan Israel Democracy Institute serta the Tami Steinmetz Center for Peace Research, Tel Aviv University.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mengapa Banyak Warga Yahudi Ingin Menetap di Tepi Barat?"

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari

Artikel Terkait