Advertorial
Intisari-online.com -Lebih dari 150 ribu warga Malaysia berumur antara 15-19 ternyata sudah menikah, menurut sensus terbaru negara jiran tersebut.
Bahkan lebih banyak lagi yang lebih muda dari usia tersebut dan sudah menikah.
Perbedaan hukum Muslim negara tersebut dan orang asli telah memperbolehkan praktik itu berlanjut.
Namun, momentum untuk berubah sedang tumbuh.
Seperti yang terjadi pada dua remaja ini, Iris, Mary dan Sarah yang seperti gadis remaja lain.
Mereka mengerjakan tugas sekolah bersama, berfoto bersama dan berjalan-jalan di pedesaan mereka ketika ada waktu, yaitu di Long Menapa, Serawak, Malaysia.
Desa tersebut berada 3 jam perjalanan dari SMP terdekat, dan 7 jam dari kota terdekat.
Iris yang tertua berumur 16 tahun, sedang Mary dan Sarah berumur 14.
Mereka menikmati sekolah dan mengenang masa sekolah dengan gembira.
Namun sudah 2 tahun sejak mereka bertiga pergi bersekolah, mereka berhenti ketika mereka sudah menikah.
Ya, mereka telah resmi menikah dan hidup di rumah suami mereka masing-masing di Serawak.
"Kami sangat jarang melakukan aktivitas bersama saat ini, karena kami hidup di rumah yang berbeda," ujar Mary.
"Saat kami di sekolah bersama, kami selalu melakukan aktivitas bersama."
"Kami rindu saat kami masih lajang," ia tambahkan, dan ketiganya tertawa.
Rupanya pernikahan dini, yaitu pernikahan dengan salah satu atau kedua belah pihak berumur di bawah 18 tahun, tidak unik di suku Penan, Belaga.
Bahkan pernikahan dini sudah sering terjadi di seluruh Malaysia, meski paling banyak ada di Serawak.
Sensus Populasi Malaysia tahun 2010 lalu menunjukkan lebih dari 150 ribu remaja usia antara 15-19 tahun telah menikah.
Angka itu meningkat hampir 2 kali lipat dibandingkan sensus tahun 2000.
Sensus berikutnya diharapkan dirilis tahun ini.
Di Serawak, pernikahan dini gadis non muslim dari tahun 2005 sampai 2015 tercatat sampai 1609 gadis.
Sementara gadis muslim menikah dini sejak tahun 2011 sampai 2016 sebanyak 1284 gadis, seperti didokumentasikan oleh Pengadilan Syariah.
Angka ini tunjukkan Serawak memiliki angka pernikahan dini terbesar di negara tersebut.
Meski begitu, Serawak adalah satu dari 7 provinsi Malaysia yang belum mengikuti arahan federal tahun 2018 untuk naikkan umur minimum pernikahan baik untuk warga muslim maupun non muslim.
Pemerintahan Koalisi Pakatan Harapan, meski runtuh, telah menjanjikan untuk wujudkan hukum resmi pernikahan dini.
Baca Juga: Duh, Baru Saja Dibuka Kembali, 2 dari 350 Warga yang Ikut CFD Reaktif Covid-19 saat Rapid Test
Pergantianya dengan Koalisi Perikatan Nasional juga telah tingkatkan kekhawatiran mengenai pernikahan dini di Malaysia, sehingga, perubahan mulai datang perlahan untuk Serawak.
Secara umum, penunjukan Siti Zailah Mohd Yusoff sebagai Menteri Perempuan, Keluarga dan Pengembangan Komunitas telah membuat isu ini naik ke permukaan lagi.
Dalam debat 2017 lalu, ia dengan Malaysian Islamic Party mengatakan pernikahan dini seharusnya bukan masalah karena itu "arahan dari Allah".
Partainya memerintah di Kedah, Kelantan dan Terengganu, ketiga provinsi Malaysia yang seperti Serawak, belum memperlakukan arahan tahun 2018.
Provinsi yang beraneka ragam timbulkan tantangan beraneka ragam
Salah satu organisasi non-pemerintah yang melawan diperbolehkannya pernikahan dini adalah Serawak Women for Women Society (SWWS).
Tantangan yang dihadapi yaitu kondisi unik di Borneo atau pulau Kalimantan, rumah 40 kelompok sub-etnis.
Etnis Iban mengisi sampai 30.3% populasi Serawak, terbesar sebelum populasi Malaysia sendiri.
Tingginya tingkat pernikahan dini di Serawak sebagian besar karena suku asli dapat menikah menurut adat mereka, yang tidak mengikuti undang-undang sipil.
Margaret Bedus, presiden SWWS dan seorang Iban, menyebutkan adat pernikahan itu perlu dimodernisasi.
"Tahun 2018, aku mendatangi Simposium Iban di Bintulu dan menyuarakan isu pernikahan dini dan betapa pentingnya adat lokal diubah untuk melindungi anak-anak kecil," ujarnya.
Beberapa pemimpin suku tidak suka dengan sarannya, tetapi menghilangkan pernikahan dini merupakan salah satu resolusi yang berhasil dibuat di simposium tersebut.
"Kuharap aku melihat perubahan sebelum simposium berikutnya tahun 2021," ujarnya.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini