Jumlah ini akan menjadi 240 ribu saat Perang Dunia II pecah.
Sewaktu Jerman kalah tahun 1945, masih terdapat sekitar satu juta personel SS yang bersenjata.
Heinrich Himmler yang perawakannya sendiri tidak mengesankan, menetapkan kriteria ketat bagi para calon anggota SS.
Ia ingin agar pasukan istimewa ini menyerupai para Pengawal Proetoria di zaman Kekaisaran Romawi dulu.
Karena itu Himmler menerapkan para calon sukarelawan anggota SS harus berusia antara 17 sampai 22 tahun, dengan tinggi badan mencapai minimal 178 cm untuk pasukan kawal pribadi Hitler atau Leibstandarte SS Adolf Hitler.
Sedangkan untuk pasukan SS lainnya minimum 174 cm, dan untuk pasukan perintis, sinyal, serta musik boleh 172 cm.
Berbagai persyaratan ketat lainnya juga harus dipenuhi, seperti harus orang Jerman asli yang mampu menunjukkan asal usul keturunan sebelumnya hingga tahun 1800.
Punya pandangan kenazian, tidak berkacamata, tidak punya gangguan kesehatan fisik dan mental lainnya, telah merampungkan kewajiban tugas dalam korps pekerja atau RAD (Reich Arbeitsdienst), tidak punya catatan kriminal, dan lainnya.
Himmler menggariskan, dari wajah para calon, tidak boleh ada yang menyerupai atau memiliki karakteristik orang Slav atau Mongol.
“Karena di mata orang Jerman, berwajah semacam itu lucu dan sering menimbulkan kesan seperti orang asing,” kata Himmler yang menekankan “kearyaan” para calon SS-nya.
Selain itu para anggota SS pun harus menurunkan anak-anak Arya yang cakap dan sehat, guna melanjutkan masa depan Jerman Nazi yang telah diproklamirkan Hitler akan berumur hingga seribu tahun.
Karena itu setiap wanita yang akan menikah dengan anggota SS pun diwajibkan menunjukkan asal usul nenek moyangnya untuk diteliti oleh Hitler.
Himmler sendiri diberi pangkat Reichfuhrer- SS yang dalam ketentaraan reguler disejajarkan dengan Field Marshal (Inggris) atau General of the Army (AD Amerika).
Selain memimpin SS, Himmler juga berkuasa atas polisi rahasia atau Gestapo, Geheime Staatspolizei.
Terhadap mereka yang dianggap menentang ideologi Nazi , ia membuka kamp konsentrasi di Dachau untuk “mendidik kembali” para musuh politik.
Kamp semacam ini kemudian ditambah di Buchenwald dan Sachsenhausen.
Kamp-kamp reedukasi yang dijaga SS ini nantinya berubah fungsi menjadi kamp pembantaian orang Yahudi pada masa Holocaust.
Jutaan warga Yahudi tewas akibat kekejaman dan kebrutalan pasukan SS yang sangat fanantik terhadap Hitler itu. (Moh Habib Asyhad)
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?
Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Muflika Nur Fuaddah |
KOMENTAR