Advertorial
Intisari-Online.com - "Dari hati yang paling mendasar, saya menyampaikan terima kasih saya kepada kalian semua.
Sejelas seperti harapan saya bahwa kalian dalam keadaan apapun jangan menghentikan perjuangan.
Hendaknya kalian teruskan perlawanan terhadap musuh-musuh pertiwi, tak peduli di mana pun.
Dari pengorbanan para prajurit kita serta dari persatuan saya sampai mati dengan kalian.
Akan memunculkan bibit-bibit yang dengan gemilang akan melahirkan kembali gerakan Sosialis Nasional (Nazi) dalam suatu masyarakat bangsa-bangsa yang sesungguhnya."
Itulah antara lain testamen politik Adolf Hitler yang dibuatnya pada 29 April 1945, bertepatan pada hari pernikahannya dengan Eva Braun di dalam bunkernya di Berlin yang sedang digempur oleh Tentara Merah.
Sehari menjelang kematiannya itu, Hitler membuat testamen politik dan surat wasiat terakhirnya.
Testamen itu menuduh musuh-musuhnya sebagai penyebab perang.
“Adalah tidak benar jika saya atau siapa pun di Jerman menginginkan perang dalam tahun 1939.
Perang itu dikehendaki dan diprovokasi oleh para pemimpin negara-negara lain keturunan Yahudi atau yang bekerja bagi kepentingan Yahudi ..."
Dalam testamen itu, Hitler juga berbohong dengan menyebutkan bahwa tiga hari sebelum menyerbu Polandia, ia telah menawarkan jalan keluar yang baik untuk memecahkan masalah Jerman dengan Polandia.
“Tetapi hal itu ditolak karena klik yang berkuasa di Inggris memang menghendaki perang, sebagian dengan alasan komersial.
Sebagian lainnya akibat pengaruh propaganda yang dilancarkan organisasi Yahudi internasional ...”
Pemimpin Nazi itu juga menyampaikan kehendaknya untuk tetap tinggal di Berlin yang sewaktu-waktu akan jatuh ke tangan pasukan Soviet.
“... saya memilih mati secara sukarela pada saat saya yakin bahwa posisi Fuehrer dan gedung kekanseliran tidak mungkin dipertahankan lagi.
Saya mati dengan hati gembira karena saya tahu betapa tak ternilainya perjuangan dan capaian petani serta pekerja kita, dan sumbangan unik dari kaum muda kita yang menyandang nama saya ...”
Ia juga menuding para perwira tentara sebagai tak becus dan menjadi penyebab bencana terpukulnya Jerman dalam perang ini.
Hitler lagi-lagi melarang tentaranya mengundurkan diri.
“Penyerahan suara wilayah atau kota adalah terlarang, dan para komandan harus menunjukkan teladan kesetiaan sepenuhnya terhadap tugas sampai mati.”
Pada bagian kedua testamen politiknya, Hitler memutuskan untuk memecat Hermann Goering dan Heinrich Himmler karena melakukan penghianatan dan perbuatan memalukan.
Yaitu berusaha berhubungan secara rahasia dengan musuh tanpa sepengetahuannya serta mencoba merebut kekuasaan.
Ia selanjutnya menunjuk Laksamana Doenitz sebagai penggantinya sesudah mati, sebagai Presiden Reich dan Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata.
Sedangkan Dr Josef Goebbels, menteri peropaganda, diangkat sebagai Kanselir Reich (PM).
Dua jabatan, Presiden dan Kanselir, tadinya dipegang semuanya oleh Hitler semenjak Presiden Hindenberg meninggal dunia tahun 1934.
Kepada Doenitz, ia titip nama orang-orang yang perlu diangkat atau dipertahankan dalam pemerintahan baru.
Sedangkan untuk ketua partai, ia mengangkat Martin Bormann yang selama ini menjadi sekjen partai Nazi.
Hitler mati bunuh diri dengan cara menembak kepala sendiri menggunakan pistol setelah sebelumnya menelan kapsul berisi racun sianida pada 30 April 1945.
Istri Hitler, Eva Braun juga tewas setelah minum kapsul sianida.
Ade Sulaeman