Mereka semua menghuni daerah yang memang diberikan bagi Ramallah berdasarkan Perjanjian Damai Oslo 1993, sehingga dianggap ilegal menurut hukum internasional.
Shtayyeh, yang merupakan veteran dalam perjanjian damai dua negara, menerangkan desain Perjanjian Damai Oslo berdasarkan proses "inkrementalisme".
Artinya, area yang menjadi milik Palestina, termasuk di dalamnya Jalur Gaza dan Tepi Barat, seiring waktu akan menjadi wilayah permanen mereka.
Perambahan Tel Aviv ke wilayah mereka, menurut Shtayyeh, dan janji menerapkan kedaulatan bisa menyebabkan kerusakan pada proses perdamaian.
Baca Juga: Smartphone Sharp Bangkit Lagi Lewat Aquos R3 dan Zero2 di Kelas Flagship, Harganya Menarik
"Pendudukan ini jelas menggerus aspirasi kami. Aneksasi ini merupakan erosi total kawasan geografis yang akan menjadi tanah kami," keluhnya.
Shtayyeh menjelaskan, jika diberi pilihan apakah menghormati hukum internasional dan mendukung aneksasi, dunia jelas akan mendukung yang pertama.
Sang PM menuturkan, kini mereka sudah tidak bisa lagi menutup mata atas kondisi yang dianggapnya sudah sedemikian genting tersebut.
"Saya pikir kami sudah terbangun, dan kami menghadapi kondisi sesungguhnya sebagai pemimpin Palestina.
Baca Juga: Peduli Tubuhmu: Tanda Tubuh Kekurangan Vitamin C Termasuk Kulit Kering
Penulis | : | Maymunah Nasution |
Editor | : | Maymunah Nasution |
KOMENTAR