Advertorial

Waspada, Ahli Sudah Peringatkan Virus Corona Bukan Pandemi Terakhir yang Bersumber dari Hewan Liar

May N

Penulis

ilmuwan peringatkan jika virus Corona bukan pandemi terakhir yang bersumber dari hewan liar, masih bisa akan muncul yang lain
ilmuwan peringatkan jika virus Corona bukan pandemi terakhir yang bersumber dari hewan liar, masih bisa akan muncul yang lain

Intisari-online.com -Ilmuwan peringatkan, sebenarnya pandemi Covid-19 disebabkan sendiri oleh manusia.

Manusia telah ciptakan "badai" untuk penyakit dari satwa liar menyebar ke manusia.

Penyakit itu juga menyebar dengan cepat ke seluruh dunia.

Perambahan hutan mempercepat proses itu.

Baca Juga: Ditaksir Indonesia, Rupanya Pembelian Kapal Perang Gowind Class dari Prancis Justru Jadi 'Borok' Memalukan Bagi Malaysia, Cuma Jadi Rongsokan Berkarat di Galangan Kapal

Pandangan ini datang dari para ahli kesehatan global yang mempelajari bagaimana dan di mana penyakit baru muncul.

Sebagai bagian dari upaya itu, mereka sekarang telah mengembangkan sistem pengenalan pola untuk memprediksi penyakit hewan liar mana yang paling berisiko bagi manusia.

Upaya ini dipimpin oleh ilmuwan dari Universitas Liverpool, Inggris, tapi itu merupakan bagian dari upaya global untuk mengembangkan cara untuk mempersiapkan dengan baik penangangan pandemi di masa mendatang.

"Selama 20 tahun terakhir, kita memiliki enam ancaman signifikan - SARS, MERS, Ebola, flu burung dan flu babi," ujar Profesor Matthew Baylis dari Universitas Liverpool kepada BBC News.

Baca Juga: Dulu Dipuja-puji Muslim Dunia dalam Tragedi Penembakan di Masjid Christchurch, PM Cantik Ini Kini Bebaskan Negaranya dari Virus Corona

"Kita telah menghindari lima peluru, namun yang keenam mengenai kita.

"Dan ini bukan pandemi terakhir yang akan kita hadapi, jadi kita perlu untuk menilik penyakit dari alam liar secara lebih dekat."

Sebagai bagian dari pemeriksaan, dia dan koleganya telah mendesain sistem prediksi pola yang menyediakan data tentang penyakit alam liar yang sudah kita ketahui.

Dari ribuan bakteri, parasit dan virus yang telah diketahui sains, sistem ini mengidentifikasi petunjuk yang terkubur dalam jumlah dan jenis spesies yang mereka infeksi.

Baca Juga: Makan 'Tumbal' 4 Nyawa, Harta Karun Senilai Rp28 Miliar Ditemukan Lewat Petunjuk dalam Puisi 24 Baris, Ini Isinya

Sistem itu menggunakan petunjuk-petunjuk tersebut untuk menyorot mana yang paling mengancam manusia.

Jika sebuah patogen ditandai sebagai prioritas, para ilmuwan bisa langsung melakukan penelitian untuk menemukan pencegahan atau perawatan sebelum wabah terjadi.

"Ini akan menjadi langkah lain, selain mencari tahu penyakit mana yang bisa menjadi pandemi, namun kita telah membuat kemajuan dalam langkah pertama ini," ujar Baylis.

Pelajaran dari karantina wilayah

Baca Juga: Jumlah Kematian Tembus 1000 Jiwa per Hari, Presiden Negara Ini Disebut Sebagai Pelaku Genoside Setelah Lakukan Hal Kontroversial Terkait Data Korban Covid-19

Banyak ilmuwan menyepakati bahwa perilaku kita - khususnya penggundulan dan perambahan hutan yang kita lakukan dan mempengaruhi habitat satwa liar yang beragam - membantu penyakit menyebar dari hewan ke manusia lebih sering.

Menurut Profesor Kate Jones dari University College London, bukti secara luas menunjukkan bahwa ekosistem yang diubah manusia menjadi ekosistem dengan keanekaragaman hayati yang lebih rendah, seperti lanskap pertanian atau perkebunan, sering dikaitkan dengan peningkatan risiko banyak infeksi pada manusia.

"Itu bukan satu-satunya masalah dalam semua penyakit," ujarnya.

"Tetapi jenis-jenis satwa liar yang paling toleran terhadap gangguan manusia, seperti spesies hewan pengerat tertentu, sering tampak lebih efektif dalam mentransmisikan patogen," imbuhnya.

Baca Juga: Libatkan 'Setoran' Kotoran Manusia dan 'Mengolah' Jasad Rakyatnya, Industri Ini Lagi-lagi Dijadikan Fokus Industri Kim Jong-Un saat Dirinya Kembali Muncul

"Jadi hilangnya keanekaragaman hayati dapat menciptakan lanskap yang meningkatkan kontak manusia-satwa liar yang berisiko dan meningkatkan kemungkinan virus, bakteri, dan parasit tertentu menyebar ke manusia."

Ada wabah tertentu yang telah menunjukkan risiko ini di "pertemuan" antara aktivitas manusia dan satwa liar dengan kejelasan yang menghancurkan.

Dalam wabah pertama virus Nipah pada tahun 1999 di Malaysia, infeksi virus - yang dibawa oleh kelelawar buah - meluas ke peternakan babi besar yang dibangun di tepi hutan.

Kelelawar buah liar diberi makan di bawah pohon buah-buahan dan babi mengunyah buah setengah dimakan yang jatuh dari pohon dan ditutupi air liur kelelawar.

Baca Juga: Selama ini Dipercaya Sebagai Keturunan Suku Asli Israel, Benarkah Orang Yahudi di Israel Sebenarnya Bangsa Ashkenazi dari Eropa?

Lebih dari 250 orang yang bekerja dalam kontak dekat dengan babi yang terinfeksi terjangkit virus. Lebih dari 100 orang meninggal.

Angka fatalitas kasus dari virus korona masih muncul, tetapi perkiraan saat ini sekitar 1 persen.

Virus nipah membunuh 40-75 persen orang yang terinfeksi.

Profesor Eric Fevre dari Universitas Liverpool dan International Livestock Research Institute di Nairobi, Kenya, mengatakan para peneliti perlu terus-menerus mengawasi daerah-daerah di mana ada risiko akan wabah penyakit lebih tinggi.

Baca Juga: Apakah Israel Memiliki Pikiran untuk Melancarkan Serangan Militer terhadap Iran? Sejarah Sepertinya Mencatat dan Membuka Kemungkinan untuk Itu...

Petani di pinggir hutan dan pasar tempat di mana hewan diperjual-belikan, adalah wilayah perbatasan antara manusia dan alam liar yang abu-abu, dan itu menjadi tempat di mana penyakit lebih sering muncul.

"Kita harus terus-terusan mengawasi pertemuan ini dan memiliki sistem yang bekerja untuk merespon jika kita melihat sesuatu yang tak biasanya", seperti wabah penyakit yang tiba-tiba muncul di lokasi tertentu.

"Diperkirakan penyakit baru muncul dalam populasi manusia sekitar tiga hingga empat kali tiap tahun," ujar Profesor Fevre.

"Ini tidak hanya di Asia dan Afrika, tapi di Eropa dan Amerika juga."

Baca Juga: Isi Surat Wasiat Hitler Sebelum Bunuh Diri: Perang Itu Dikehendaki dan Diprovokasi oleh Pemimpin Negara-negara Lain Keturunan Yahudi atau yang Bekerja Bagi Kepentingan Yahudi

Matthew Baylis menambahkan pemantauan yang sedang berlangsung untuk penyakit baru ini sangatlah penting.

"Kita telah menciptakan badai yang hampir sempurna di sini untuk munculnya pandemi," katanya dilansir dari Kompas.com

Profesor Fevre setuju. "Peristiwa semacam ini kemungkinan akan terjadi berulang-ulang," katanya.

"Ini telah terjadi di seluruh interaksi kita dengan alam liar.

Baca Juga: 3 Kemungkinan yang Menyebabkan Amerika Bisa Berperang dengan China di Laut China Selatan, Sebenarnya Beijing Tahu Betul Risiko dari Strategi Ini

"Yang penting sekarang adalah bagaimana kita memahaminya dan menanggapinya."

Krisis saat ini, kata Profesor Fevre, memberikan pelajaran bagi banyak dari kita tentang konsekuensi dari keberadaan kita sendiri terhadap alam.

"Semua hal yang kita gunakan dan terima begitu saja - makanan yang kita makan, materi di ponsel pintar kita; semakin banyak kita konsumsi, semakin banyak seseorang akan menghasilkan uang dengan mengekstraksi dan memindahkannya ke seluruh dunia.

"Jadi adalah kewajiban kita semua untuk berpikir tentang sumber daya yang kita konsumsi dan dampaknya."(*)

Baca Juga: Tewaskan 4 Orang dan Bikin Orang Tinggalkan Pekerjaan, Harta Karun Rp13 Miliar yang Diburu Selama 10 Tahun Akhirnya Ditemukan

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ahli Peringatkan, Virus Corona Bukan Pandemi Terakhir dari Hewan Liar"

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini

Artikel Terkait