Advertorial

Ketahuan Mencuri HP, Seorang Napi Asimilasi Covid-19 Ditembak Polisi, Kenapa setelah Keluar Penjara Para Napi Justru Kembali Melakukan Aksi Kejahatan?

Khaerunisa

Penulis

Belakangan bermunculan satu per satu kasus napi asimilasi atau yang dibebaskan bersyarat karena Covid-19, kembali melancarkan aksi kejahatan
Belakangan bermunculan satu per satu kasus napi asimilasi atau yang dibebaskan bersyarat karena Covid-19, kembali melancarkan aksi kejahatan

Intisari-Online.com - Setelah polemik kebijakan pembebasan napi berlalu, kini tampaknya isu tersebut memasuki babak baru.

Belakangan bermunculan satu per satu kasus napi asimilasi atau yang dibebaskan bersyarat karena Covid-19, kembali melancarkan aksi kejahatan.

Atas perbuatannya itu, polisi pun kembali menangkap para napi setelah sebelumnya telah dibebaskan.

Fenomena para napi asimilasi Covid-19 kembali melakukan tindak kejahatan pun menjadi sorotan.

Baca Juga: Kembali Berulah, 13 Napi yang Bebas Bersyarat karena Covid-19 Ditangkap Lagi, Salah Satunya Sampai Ditembak Mati

Terbaru adalah penangkapan seorang napi asimilasi di Kota Padang.

Melansir Tribunnews, eks napi bernama Mardinata (26) ini bahkan sampai ditembak kakinya saat ditangkap, karena berusaha melawan.

Mardinata yang ketahuan mencuri pada Rabu (15/4/2020) pun hanya bisa menahan sakit.

Kasat Reskrim Polresta Padang, Kompol Rico Fernanda mengatakan kepada TribunPadang.com bahwa pelaku baru saja bebas dari lembaga pemasyarakatan.

Baca Juga: Cara Mencegah Pencurian Hak Cipta di Youtube, Ini Solusi Dari Channel duniaManji

Saat ditanyai oleh Kompol Rico Fernanda, Mardinata membenarkan baru saja keluar dari Lapas pada tanggal (3/4/2020) dari program asimilasi dari pemerintah.

Sebelumnya, Mardinata dijebloskan ke penjara karena kasus serupa, pencurian.

"Sebelumnya saya tersandung kasus pencurian sepeda motor, dan kalau tidak dapat asimilasi saya masih ada sisa masa tahanan sekitar delapan bulan lagi," kata Mardinata, Selasa (21/4/2020).

Ia mengatakan mengambil HP yang masih berbungkus plastik di Plaza Andalas Lantai II nomor 90-91, Kelurahan Olo, Kecamatan Padang Barat, Kota Padang, Sumatera Barat.

Baca Juga: Ciri Impoten, Awasi Apabila Pasangan Sering Tanpa Sadar Lakukan Kebiasaan Ini di Malam Hari Entah Saat Duduk atau Rebahan!

"Saya cuman sendirian. Uangnya rencananya mau digunakan buat KTP, karena belum punya," ujarnya.

Kasat Reskrim Polresta Padang, Kompol Rico Fernanda mengatakan pelaku mengambil telah mengambil beberapa unit HP, dan yang sudah diamankan ada 11 unit HP lengkap dengan kotaknya.

"Untuk pelaku awalnya sudah terekam CCTV, dan menurut keterangan pelaku sebelumnya sembunyi di balik genset.

"Setelah pusat perbelanjaan tersebut tutup, sekitar pukul 01.00 WIB membongkar gembok toko tersebut," katanya.

Baca Juga: Demonstran Anti-Karantina Bisa Makin Beringas karena Didukung Kelompok Pro-senjata, Padahal Baru Sehari Demo Negara Bagian Ini Langsung Hadapi Kondisi Buruk Akibat Corona

Rico menjelaskan jika Mardinata ditangkap setelah memancingnya dengan transaksi jual beli HP curiannya.

"Kami dan pelaku janjian bertemu di Jalan Rasuna Said, Kecamatan Padang Barat, Kota Padang, dan kemudian setelah bertemu kami amankan.

Sayangnya, Mardinata melakukan perlawanan sehingga ia dilumpuhkan menggunakan timah panas.

Rico menjelaskan, untuk kasus tersebut akan dikembangkan, karena masih ada bebrapa tkp yang akan didatanginya. Pasalnya, Mardinata telah melancarkan aksi pencurian beberapa kali sejak ia keluar penjara.

Baca Juga: Ini Khasiat Kunyit dan Madu untuk Anak, Termasuk Ringankan Leukemia pada Anak dan Obati Batuk, Namun Hati-hati dengan Efek Sampingnya

Lalu mengapa para napi asimilasi seperti Mardinata kembali melakukan aksi kejahatan setelah mendapatkan kesempatan bebas dari penjara.

Melansir Kompas.com, Sosiolog dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Drajat Tri Kartono menjelaskan, setidaknya ada 4 kemungkinan mengapa mereka kembali berulah.

Apa saja?

1. Tidak ada efek jera

Menurut Drajat, kemungkinan pertama adalah hukuman yang diberikan tidak membuat para napi jera.

"Hukuman pada dasarnya dipakai untuk membuat pelaku atau pelanggar hukum mengalami pengucilan. Represif bukan restitutif," ujar Drajat pada Kompas.com, Sabtu (18/4/2020).

Lanjutnya, represif artinya ditekan, dikucilkan, dan dijauhkan dari keluarga, teman-temannya, serta dunia luar supaya dia jera.

"Nah rupanya hukuman seperti itu pada beberapa orang napi tidak membuatnya jera. Kenapa? Karena bisa jadi hukuman itu ternyata tidak menyulitkan dia," katanya.

Drajat menjelaskan, ketika napi berada di dalam penjara ada yang bisa bergaul dengan baik, mendapat makan secara rutin, dan hal-hal lain yang justru memudahkan hidupnya. Sehingga napi betah di penjara dan tidak merasa jera.

Baca Juga: 'Parno' Karena Takut Diracun, Kim Jong Un Tukar Pulpen di Detik-detik Terakhir Sebelum Menandatangani Perjanjian Denuklirisasi 2018 di Sebelah Donald Trump

2. Minim persiapan

Kemungkinan kedua menurut Drajat adalah karena tidak adanya persiapan untuk bertahan hidup di dunia luar.

Biasanya sebelum para napi dibebaskan, ada proses moderasi untuk menyiapkan dia beradaptasi dengan dunia atau pemasyarakatan. Yang dimaksud pemasyarakatan adalah dia kembali ke masyarakat, sehingga harus mengikuti norma-norma yang ada di masyarakat.

Proses tersebut dimediasi oleh penjara.

"Penjara sebenarnya punya fungsi untuk melatih orang, tidak sekadar mengucilkan, tidak sekadar represif tapi juga melatih untuk dia ketika keluar dia siap," ujarnya.

Baca Juga: Tidak Hanya Dimakan Sebagai Lalapan Saja, Ini Manfaat Mentimun Rebus, Salah Satunya Bantu Turunkan Tekanan Darah

3. Tidak punya pekerjaan dan tabungan

Ada yang tidak punya tabungan, ada juga yang tabungannya sudah habis. Kecuali bagi mereka yang sangat kaya.

Menurut Drajat, para napi tidak akan diterima dengan mudah di masyarakat saat keluar dari penjara.

"Nah di sinilah ada proses stigmatisasi yang kemudian membuat mereka kemudian terpepet melakukan kejahatan-kejahatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan mendapatkan pengakuan," kata Drajat.

Baca Juga: Remaja Bergaya 'Nyeleneh' hingga Tentara Bersantai, Inilah 13 Foto Ilegal Korea Utara yang Kim Jong Un Tidak Ingin Dunia Luar Melihatnya

4. Bawaan atau sifat yang telah melekat

Selain faktor-faktor di atas, bisa jadi seorang napi tidak jera karena memang sudah trait atau sifat atau bawaan yang dimiliki secara sosial dan individu.

Secara individu maksudnya sifat-sifat itu telah melekat pada dirinya.

Sementara itu secara sosial artinya dia terpengaruh teman-teman dekatnya untuk melakukan perbuatan kriminal.

Sehingga napi mencari peluang-peluang, mumpung bebas.

Baca Juga: Mengerikan, Kim Jong-un Ancam Atlet-atletnya Akan Dilempar ke Kamp Kerja Paksa yang Lebih Buruk dari 'Gulag Rusia' Jika Kalah dalam Olimpiade Musim Dingin 2018

Artikel Terkait