Pernah dia tiba di suatu daerah yang baru saja dilanda wabah influenza. Kebetulan dia membawa tablet antiinfluenza, yang segera saja dia bagi-bagikan. Tetapi sebelum mereka mau menelan, Herlina harus memberi contoh dulu.
Baca juga: Ramalan Nostradamus: Napoleon, Hitler, dan Tokoh di Timur Tengah dalam Perang Dunia
Mereka agaknya merasa takut kalau-kalau pendatang tersebut hanya ingin membuat gara-gara. Namun ketika benar-benar bisa sembuh, kegirangan mereka tidak dapat dilukiskan. Herlina didukung-dukung dan dianggap”dewa” penyelamat.
Walau pun sudah mendapat gelar Srikandi Indonesia dan sudah pernah merasakan betapa beratnya pending emas yang dikalungkan di lehernya, di samping sedikit banyak juga ikut berjuang untuk kembalinya Irian Barat ke pangkuan Ibu Pertiwi, Herlina masih tetap saja Herlina biasa.
Sebagai informasi, Herlina sering dikaitkan dengan pending emas karena ia mendapat hadiah pending emas sebagai perempuan pertama yang didaratkan ke Irian Barat dalam usaha mengembalikan wilayah itu ke pangkuan RI.
Presiden Sukarno pun memberinya hadiah berupa emas yang berbentuk seperti “kendi kecil” yang disebut pending, beratnya sekitar 1-2 kg.
Baca juga: Ramalan Nostradamus: Perang Dunia III Mulai dari Timur Tengah
“Perjuangan saya tak ada artinya,” katanya. “Saya masih belum apa-apa.” Banyak yang sudah dialaminya sejak Herlina dilahirkan tanggal 24 Februari 1941. Namun mungkin yang paling mengesankan ialah waktu dia tiba di Jakarta untuk pertama kalinya dari Irian Barat.
Pada saat yang sama kebetulan juga berlabuh sebuah kapal niaga Pelni. Mas Harkomojo, mualim kapal tersebut ternyata juga ingin menyongsong kedatangan Srikandinya.
Pertemuan yang menentukan bagi hari depan mereka.
Setelah perjuangan merebut Irian Barat berakhir, Herlina meniti karier di Kementerian Luar Negeri. Hingga akhirnya dia meninggal dunia pada di RSPAD Jakarta pada Selasa malam, 17 Januari 2017, pukul 22.45 WIB di usia 75 tahun. (Ditulis oleh Jacob Oetama, dalam buku Sketsa Tokoh – Intisari)
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Yoyok Prima Maulana |
KOMENTAR