Advertorial
Intisari-Online.com - Seorang anak kecil tinggal bersama mayat ibunya yang meninggal kareva virus corona.
Dilansir dari Daily Star, Kamis (26/3/2020), anak itu telah selama 12 jam bersama ibunya yang tak lagi bernyawa saat ditemukan oleh pihak berwenang.
Atlanta Journal-Constitution melaporkan bahwa wanita 42 tahun yang tak dikenal itu kemungkinan besar sudah meninggal dunia selama 12-16 jam.
Baru keduanya kemudian ditemukan di rumahnya di Coweta Country, AS.
Tes setelah kematian mengkonfirmasi bahwa sang ibu terinfeksi COVID-19.
Masih belum jelas bagaimana dia bisa tertular virus ini dan sementara juga belum diketahui apakah sang anak itu juga terinfeksi.
Mayat ibu, yang ternyata seorang perawat, ditemukan saat polisi sedang menyisir daerah untuk pemeriksaan kesejahteraan.
"Dia tidak bekerja di daerah yang merawat pasien COVID-19."
"Doa kami panjatkan dan iringkan kepada keluarga dalam masa-masa sulit ini," kata juru bicara Piedmont Healthcare John Manasso dalam rilisnya.
Dia menambahkan:
"Karena kami diberitahu bahwa tes COVID-19 hasilnya positif, sebagai tindakan pencegahan, kami telah menghubungi karyawan dan pasien yang mungkin telah melakukan kontak dengannya."
Hingga kemarin sore, Georgia telah mengkonfirmasi 1.026 kasus virus corona dan 32 kematian.
Gubernur Georgia Brian Kemp telah mengumumkan penutupan semua sekolah umum, serta melarang pertemuan lebih dari 10 orang.
AS memiliki 85.505 kasus COVID-19, dengan 1.288 kematian.
Presiden Donald Trump berharap untuk membuka AS pada bulan April, pada waktunya untuk Paskah - meskipun para ahli kesehatan telah memperingatkan ini bisa merugikan.
Saat ini AS telah menutup perbatasannya dengan negara-negara Eropa dalam upaya mencegah penyebaran coronavirus.
Inilah Tanda Tak Kasat Mata, Anda Bisa Diam-diam Menjadi Penular Virus Corona Meskipun Tidak Merasakan Sakit, Demam, atau Batuk-batuk
Siapa pun yang tiba-tiba kehilangan kemampuan untuk mencium bau harus berhati-hati.
Bisa jadi Anda secara diam-diam menularkan virus corona meski tak memiliki gejala yang signifikan.
Dilansir dariBusiness Insider,Minggu (22/3/2020), di Korea Selatan, China, dan Italia, sekitar sepertiga dari pasien yang dites positif COVID-19 juga melaporkan hilangnya kemampuan mencium.
Hal ini juga dikenal sebagai anosmia atau hyposmia.
Yang juga dilaporkan oleh para ahli telinga, hidung, dan tenggorokan terkemuka di Inggris.
Di Korea Selatan, di mana pengujian telah lebih luas, 30% pasien yang dites positif mengalami anosmia sebagai gejala utama yang mereka alami dalam kasus-kasus ringan.
Para profesor mengatakan bahwa banyak pasien di seluruh dunia yang telah dites positif COVID-19 hanya menunjukkan gejala kehilangan bau dan rasa.
Ya! Tanpa gejala demam tinggi dan batuk yang lebih dikenal.
"Ada peningkatan jumlah laporan yang meningkat secara signifikan dalam jumlah pasien yang mengalami anosmia tanpa adanya gejala lain," kata pernyataan itu.
Iran telah melaporkan peningkatan mendadak dalam kasus anosmia.
Sementara itu, sama halnya yang terjadi pada mereka di AS, Prancis, dan Italia Utara.
Kurangnya gejala yang dikenal lainnya dalam kasus ini mungkin berarti mereka tidak mungkin diuji untuk tes corona dan tidak diisolasi.
Itu artinya, mereka memiliki kemungkinan besar menjadi penular aktif.
Mereka juga bisa berkontribusi terhadap penyebaran virus corona secara cepat di seluruh dunia.
“Pasien-pasien ini mungkin beberapa dari pembawa tersembunyi yang sampai sekarang telah menyebarkan COVID-19 dengan cepat," ungkap mereka.