Ia harus meninggalkan sekolah. Itulah yang paling disesalkan. Ia mencoba membujuk ayahnya untuk memperbolehkannya meneruskan pelajaran di sekolah H.B.S. Semarang bersama kakaknya laki-laki.
Ayahnya memahami keinginan Kartini, tetapi tetap menolak. Belum tiba saatnya bagi seorang gadis untuk belajar kesekolah menengah. Kartini mengerti pendirian ayahnya.
Disamping Kartini masih ada seorang kakak perempuan lagi yang juga dipingit. Sayang mereka tak sepaham. Tabiat mereka berbeda seperti bumi dan langit.
Kakaknja pendiam, suka menyendiri, tenang. Kartini gembira dan suka bercanda. la tak mau mendengarkan ide baiknya.
“Masa bodoh, aku orang Jawa,” katanya. Yang lebih menyedihkan Kartini ialah waktu adik-adiknya Rukmini dan Kardinah menyusul dalam pingitan dan mereka dilarang oleh kakaknya itu terlalu bergaul dengan Kartini.
Takut terjangkit pendapat-pendapatnya yang “menyesatkan". Baru setelah kakak itu menikah hubungan mereka menjadi erat.
Bila ada waktu, Kartini selalu membaca buku atau majalah. Jika ada yang penting, atau kurang jelas, dicatat. la juga rajin menulis surat.
Kecuali buku-buku dan surat-suratnya pada masa itu, Kartini masih mempunyai dua sahabat karib, ayah dan kakaknya laki-laki nomor tiga Sosrokartono. Mereka selalu mendengarkan cita-citanya dengan penuh perhatian.
Tak pernah menertawakan, betapa janggal juga kedengaran angan-angan si Trinil.
Baca juga: Bukan Guru Apalagi Dokter, Inilah Jawaban Kartini Kecil ketika Ditanya tentang Cita-cita
Menurut kebiasaan kuno Jawa Tengah, saudara muda harus menghormati saudara yang lebih tua. Adik melewati kakaknya sambil merangkak. Jika adik duduk dikursi, sedang kakaknya lewat, ia harus segera turun ke lantai.
Menundukkan kepala sampai kakaknya tak terlihat lagi menyapa kakak harus dalam bahasa tinggi dan setiap kalimat diakhiri dengan sembah.
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR