Advertorial
Intisari-online.com -Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia ( KSPI), Said Iqbal menuding segelintir pengusaha menjadi faktor di balik revisi gagasan upah minimum.
Pasalnya, selama ini pemerintah hanya melibatkan pengusaha tanpa adanya koordinasi dengan serikat pekerja.
Maka, kata Iqbal, tak heran bila Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law sebanyak 11 klaster yang diserahkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada DPR RI pada 10 Januari 2020 mendatang, akan ada banyak titipan dari para oknum yang merugikan para pekerja atau buruh. "
Omnibus law bercita rasa pengusaha dengan dalih investasi," katanya ditemui dalam konfrensi pers di LBH Jakarta, Sabtu (28/12/2019).
KSPI secara tegas menolak satu klaster yang mengatur ketenagakerjaan untuk disahkan nantinya.
Apabila RUU Omnibus Law disahkan, maka ribuan buruh akan menggelar aksi unjuk rasa di 20 provinsi.
Di Jakarta sendiri letak aksinya berlangsung di halaman Gedung DPR RI. "Kita meminta kepada DPR, membuang klaster ketenagakerjaan. Dengan pertimbangan tidak mengajak buruh (berdiskusi) serta merugikan," ujarnya.
KSPI menegaskan sikapnya untuk menolak omnibus law klaster ketenagakerjaan yang secara langsung berarti melakukan revisi terhadap UU No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.
Khususnya terhadap pasal tertentu, seperti pasal tentang upah, pesangon, tenaga kerja asing (TKA), jam kerja, outsourcing, jaminan sosial, dan lain sebagainya.(Ade Miranti Karunia)
Sementara itu tiga konfederasi serikat buruh sepakat membangkitkan kembali Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) guna melawan omnibus law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja.
Ketiga konfederasi itu yakni Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI), dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI).
Ketiganya telah bersepakat melakukan perlawanan bersama terhadap konsep penyederhanaan regulasi yang dicanangkan pemerintah.
"(Kami) menanggalkan ego dan kepentingan masing-masing, menanggalkan bendera kepentingan masing-masing, yang ada hanya satu, untuk kepentingan buruh Indonesia," ujar Presiden KSPSI Andi Gani Nena Wea dalam jumpa pers di Hotel Puri Denpasar, Jakarta Selatan, Jumat (28/2/2020).
Bangkitnya MPBI ini cukup mengejutkan.
Mengingat, gerakan MPBI pada beberapa tahun ke belakang sempat memudar.
Terlebih, ketiga konfederasi buruh tersebut memiliki sikap politik yang berbeda pada saat Pilpres 2019.
Di mana KSPSI dan KSBSI memberikan dukungan kepada pasangan Jokowi-Maruf Amin.
Sedangkan KSPI memutuskan mendukung pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
MPBI sendiri lahir pada 1 Mei 2012.
Deklarasi MPBI dihadiri 100 ribu buruh di Gelora Bung Karno.
Deklarasi itu juga menjadikan perayaan May Day terbesar se-Asia.
Di sisi lain, sinyal gerakan buruh yang lebih besar dari 2012 pun sudah dilemparkan.
Andi mengungkapkan, MPBI akan menggelar aksi demo terbesar dalam sejarah Indonesia apabila pemerintah tak membuka ruang dialog kepada buruh.
Namun demikian, Andi menjamin gerakan tersebut bukanlah gerakan politik yang ingin menggoyang pemerintahan Jokowi-Maruf Amin.
"Kalau ada pihak-pihak, tokoh politik yang mengatakan gerakan politik, kami bantah dengan tegas," ungkap Andi.(Achmad Nasrudin Yahya)
Artikel ini merupakan saduran dari dua artikel Kompas dengan judul "Serikat Buruh Sebut Omnibus Law Cita Rasa Pengusaha" dan "Tiga Serikat Buruh Sepakat Bersatu Lawan Omnibus Law RUU Cipta Kerja"