Dari masa ke masa orang mencoba mencari jawabnya. Pengarang Peter Tompkins, yang tidak kunjung lelah mengadakan penelitian, menulis buku tahun 1971, berusaha memecahkan teka-teki yang menyelimuti Piramid Agung.
Tompkins menyatakan, mulanya pendeta Mesir menjanjikan pada Raja Khufu sebuah makam besaf. Namun begitu raja menyetujui rencana itu dan mengucurkan dana, bukannya makam yang mereka buat melainkan monumen untuk mengenang kecanggihan ilmu pengetahuan mereka. Maka ketika sang raja mangkat, jenazahnya ternyata tak dimakamkan di sana.
Tompkins bisa sampai pada pernyataan itu, karena berdasarkan penelitiannya bersama Dr. Livio Strecchini, guru besar sejarah kuno di William Paterson College, New Jersey, menemukan bahwa di zaman itu Piramid Agung memegang peranan besar dalam menentukan letak geografis pelbagai objek termasuk bintang-bintang.
Bahwa pembuatnya tahu dengan tepat keliling bumi, dan panjang waktu selama setahun, termasuk kelebihannya sebesar 0,2422 hari. Mereka juga tahu panjangnya orbit bumi waktu mengelilingi matahari, kepadatan khusus bumi, akselerasi gravitasi, dan kecepatan cahaya.
Beratus tahun berlalu setelah Al Mamun mengunjunginya, Piramid Agung itu tak diotak-atik manusia. Sampai saat ilmuwan dan ahli matematika Inggris dan Prancis terusik minatnya pada abad XVII - XVIII. Tercatat nama Sir Isaac Newton, yang berusaha menyingkap rahasia Piramid Agung, sayang sia-sia hasilnya.
Tahun 1830-an Kolonel Richard Howard-Vyse, dengan timnya menemukan suhu dalam ruang raja di piramid itu konstan 20°C dalam pelbagai musim. Padahal ini suhu ideal untuk menyimpan standar pengukuran ilmiah dan memang menurut legenda makam itu tempat menyimpan benda-benda ilmiah itu.
Baca juga: Ramalan: Tahun 2032 Indonesia Menjadi Kekuatan Ekonomi Nomor 10 Dunia
Warga Inggris lainnya, John Taylor, mendapatkan hal baru 30 tahun kemudian. Penelitiannya tentang Piramid Agung di Giza ditulisnya dalam buku The Great Pyramid: Why was it built and who built it?
Menurutnya, orang Mesir sudah mengetahui bahwa bumi itu bulat, sudah dapat menghitung kelilingnya lewat pengamatan terhadap benda-benda angkasa. Mereka memang bertujuan meninggalkan catatan yang akurat dan yang bertahan sepanjang masa tehtang panjang keliling bumi itu.
Soalnya hubungan antara keliling dan tingginya sama dengan hubungan antara keliling lingkaran dengan jari-jarinya. Berarti, nilai phi (π) telah dikenal orang Mesir, prinsip matematika yang tak ternilai yang dulu diduga belum diketemukan sampai 3.500 tahun kemudian.
Penemuannya dikuatkan oleh A
Data-datanya hebat dan bukunya dibaca banyak orang, namun kesimpulan akhirnya banyak yang ditolak oleh ilmuwan, yang malah menyebutnya piramidiot.
Source | : | intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR