Ketakutannya sama besarnya dengan rasa khawatir untuk meminta pacarnya melakukan aborsi.
Hingga akhirnya, si wanita mengambil keputusan untuk aborsi dan Randy yang membayar biayanya.
Akan tetapi rupanya aborsi menyisakan rasa bersalah dan menyesal pada Randy.
Perasaan terbeban ini muncul dari tidak terungkapnya emosi dan kesedihan saat memilih menutup mulut atas kejadian yang dialaminya dan pasangan.
Meski tidak ada sanksi sosial mereka terima dengan memilih menutup rapat-rapat soal aborsi pasangannya, beban psikologis tidak semudah itu reda.
“Namun pria cenderung menyangkal rasa sedih tersebut,” ujar Michael Y. Simon, psikoterapis asal California, dilansir psychologytoday.com.
Michael menuturkan, beban emosional yang dirasakan pria dari aborsi dapat berimbas pada rasa menghargai diri yang rendah, memakai obat-obatan, sulit menjalin hubungan baru, dan disfungsi seksual.
Ditambah lagi, pria cenderung tidak mencari bantuan untuk meredakan rasa menyesal dan sedih pascaaborsi.
Michael berpendapat, pria cenderung berpikir cara berdamai dengan beban emosi ini adalah dengan menguburnya dalam-dalam.
“Tanpa mereka sadari, mengubur emosi malah memaksa perasaan mendalam dan traumatis mereka makin tersimpan dalam diri,” imbuh Michael.
Artikel ini telah terbit di Intisari September 2018 "Terluka Emosi Gara-Gara Aborsi" oleh Tika Anggreni Purba
Penulis | : | Mentari DP |
Editor | : | Mentari DP |
KOMENTAR