Advertorial
Intisari-Online.com - Kasus aborsi kembali terjadi di Indonesia.
Kali ini,Polda Metro Jaya berhasil mengungkap klinik aborsi ilegal di daerah Paseban, Jakarta Pusat pada 11 Februari 2020.
Dilaporkan ada tiga tersangka dalam kasus ini. Ketiganya adalah dokterA, RM, dan SI.
Selain itu, sebanyak 47 bidan jugadiburu karena diduga turut mempromosikan praktik aborsi di Klinik Paseban.
Klinik aborsi ini beroperasi selama 21 bulan dan tercatat ada 1.632 pasien yang datang. Sekitar 903 pasientelah menggugurkan janinnya.
Akibatnya klinik ini mendapat keuntungan hingga Rp5,5 miliar.
Dilansir dari kompas.com pada Selasa (18/2/2020), polisi mengungkappara tersangka menghilangkan jejak aborsi dengan cara keji.
Di mana mereka membuang janin yang diaborsi ke dalam septic tank.
Kemudian, mereka mencampurnya dengan bahan kimia untuk proses penghancuran.
Umumnya,janin berusia 1-3 bulan adalah janin yang paling mudah dihancurkan menggunakan bahan kimia.
Sementara janin yang agak susah adalah janin yang berusia 4 bulan ke atas. Biayanya pun semakin mahal.
Melihat tingginya jumlah pasien aborsi di klinik aborsi ilegal itu juga menunjukkan tingginya orang-orang yang ingin melakukan aborsi.
Sebenarnya, bagaimanahukum aborsi yang berlaku di Indonesiamenurut undang-undang?
Tindak Pidana Aborsi Berdasarkan KUHP
Hukum aborsi dalam KUHP diatur dalam Pasal 346 KUHP yang berbunyi:
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam pidana penjara paling lama empat tahun.
Dalam hal ini, KUHP dengan tegas menyatakan bahwa aborsi adalah sesuatu yang dilarang, jika melanggar tentu akan dikenai sanksi/hukuman.
Tindak Pidana Aborsi Berdasarkan UU Kesehatan
Hampir sama dengan Pasal 346 KUHP, ketentuan aborsi menurut UU Kesehatan juga diatur dalam pasal 75 ayat (1) UU No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan yang menyatakan:
Setiap orang dilarang melakukan aborsi.
Namun dalam UU Kesehatan juga terdapat pengecualian yang diatur dalam pasal 75 ayat (2) UU Kesehatan
Larangan yang dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:
a. Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat danatau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
b. Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.
UU Kesehatan sekaligus juga telah mengatur batas legal suatu tindakan aborsi yang dituangkan dalam Pasal 76 UU Kesehatan.
Aborsi yang dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan dengan batasan:
a. Usia kehamilan belum berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertana haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis.
b. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri
c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan
d. Dengan izin suami, kecuali korban perkosaan
e. Dilakukan di penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh menteri.
Itulah dasar hukum aborsi di Indonesia.