Advertorial
Intisari-online.com -Dilansir dari National Geographic, Edith Grosman adalah seorang wanita Yahudi asal Slovakia yang selamat dari peristiwa mengerikan Holocaust.
Mungkin kita masih teringat mengenai Holocaust samar-samar saja.
Holocaust adalah peristiwa pembantaian bangsa Yahudi oleh Nazi dipimpin oleh Adolf Hitler.
Saat perang dunia kedua, Hitler bertekad untuk menguasai dunia dan menghapus umat Yahudi dari dunia ini.
Tentara Nazi kemudian dikirimkan ke negara sekitar Jerman untuk mengangkut para warga Yahudi dan kemudian mengurung mereka dalam kamp konsentrasi untuk dibunuh.
Salah satu dari mereka adalah Edith Groshman, yang sampai saat ini mengingat dengan jelas saat ia dijemput oleh para tentara Nazi.
Ia masih berumur tidak lebih dari 18 tahun saat itu.
"Suatu pagi, aku dan kakakku terbangun, kami melihat pengumuman ditulis di kertas dan ditempel pada plakat penjualan rumah jika semua gadis Yahudi, dari umur 16 tahun ke atas, harus datang ke sekolah pada tanggal 20 Maret 1942 untuk bekerja."
Edith, yang saat itu masih bernama Edith Friedman, bermimpi menjadi dokter, sedangkan kakaknya, Lea (19) ingin menjadi pengacara.
Impian mereka kandas dua tahun sebelumnya saat Slovakia bergabung dengan Jerman yang telah dipimpin oleh Hitler, dan sejak saat itu Yahudi dimusuhi oleh hukum negara Republik Slovakia.
Salah satunya adalah melarang rakyat Yahudi di atas umur 14 tahun mendapatkan pendidikan.
"Kami bahkan tidak dibolehkan memelihara kucing," ujar Edith dengan nada tidak percaya.
Baca Juga: Inilah Kisah Istri Malas yang Justru akan Membuat para Suami Menangis
Orang tuanya awalnya menolak suruhan untuk bekerja tersebut, dengan mengatakan aturan itu sangat buruk.
Namun pihak berwenang kota mereka, Humenne, memastikan para orang tua yang khawatir jika anak gadis mereka akan bekerja sebagai relawan kontrak di suatu pabrik dan tugasnya membuat sepatu boots untuk para tentara.
Ibu Edith, Hanna, kemudian mengepak barang-barang kedua anaknya dan mengirim keduanya untuk mendaftar kegiatan tersebut.
Hanna berpikir keduanya akan kembali saat jam makan siang.
Saat ia datang, ada 200 gadis yang mengantri untuk mendaftar, "Humenne seperti keluarga besar, kami kenal siapa saja," ujarnya.
Polisi lokal dan anggota militer menjadi pihak yang panitia pendaftaran, tetapi di antara mereka terdapat orang-orang mengenakan seragam SS atau Schutzstaffel.
Edith merasa aneh ada SS di sana, sebab SS adalah Skuadron Pelindung yang merupakan organisasi keamanan dan militer besar milik Partai Nazi Jerman.
Setelah nama mereka dituliskan, seorang dokter memerintahkan para gadis melepas baju mereka untuk tes kesehatan.
Melucuti baju di depan para pria asing merupakan hal sangat ganjil, tetapi siapa mereka menanyakan kekuasaan pihak berwenang?
"Itu hanya tes formalitas belaka," ujar Edith. "Tidak ada yang tidak diterima."
Orang tua berkumpul di luar sekolah, jam makan siang pun sudah hampir selesai dan mereka bertanya-tanya apa yang terjadi di dalamnya sampai memakan waktu begitu lama di hari Jumat.
Umat Yahudi tiap hari Jumat mempersiapkan upacara keagamaan Shabbat, sehingga mereka terganggu ketika anak-anak mereka berada di dalam sangat lama dan menunda persiapan acara keagamaan mereka.
Kemudian, seseorang memperhatikan jika seorang penjaga mengeluarkan gadis lewat pintu belakang menuju stasiun kereta api.
Orang tua yang marah pun segera mengejar mereka, memanggil nama-nama anak-anaknya dan menuntut untuk tahu ke mana mereka dibawa pergi.
Namun tidak ada yang memberi tahu mereka apapun.
Di stasiun, para gadis dimasukkan dalam gerbong penumpang tanpa ada kesempatan mengucapkan perpisahan kepada orang tua mereka, Edith dapat mendengar ibunya berteriak: "Tentang Lea, aku tidak khawatir, tetapi Edith, kalian harus tahu dia sering sakit dan sering mengalami cidera."
Sebuah lelucon di keluarganya, jika ia dapat terhempas oleh angin jika ia tidak berhati-hati.
Saat kereta mulai berangkat, para gadis usia lebih tua berusaha menenangkan mereka yang lebih muda, "aku awalnya berpikir kita akan berpetualang," ujar salah satu teman Edith, Margie Becker.
"Saat kami melihat pengunungan Tatra, semua menyanyikan lagu 'The Beautiful Mountains' dan lagu kebangsaan Slovakia."
75 mil dari kota Humenne, di Poprad, Edith dan teman-temannya diminta keluar dari kereta dan disuruh berjalan berbaris ke sebuah barak militer yang kosong.
Keesokan paginya, penjaga laki-laki memerintahkan mereka membersihkan barak tersebut.
"Kami pikir, mungkin itu pekerjaan yang dimaksud," ujar Edith.
Namun kemudian datang lagi kereta penuh dengan wanita muda, dan esoknya datang lagi, semakin banyak wanita Yahudi muda yang belum menikah.
Lima hari sejak grup Edith meninggalkan rumah mereka, sudah hampir seribu wanita muda datang ke Poprad.
Penjaga menyuruh mereka untuk mengepak barang mereka, dan mereka melihat kereta pengangkut manusia tanpa jendela, menunggu mereka.
Baca Juga: Viral Trik Bebas Bayar Denda Jika E-toll Hilang dengan Foto Nomor Kartu, Ini Jawaban Jasa Marga!
"Kami menangis, dan sangat takut."
Edith mengatkaan mereka ragu untuk masuk ke kereta tersebut, sehingga para penjaga memukuli mereka sampai mereka semua masuk berjejal-jejalan dalam kotak yang berjalan tersebut.
"Aku bersama kakakku dan sahabat kami, kami ingin bersama," ucap Edith mengenang peristiwa tragis tersebut. "Tdak ada apapun di dalamnya, tidak ada ember, atau air, apapun. Hanya ada jendela kecil. Dan kereta itu dikunci dari luar."
Mereka tidak tahu ke mana mereka pergi, tetapi setakut apapun Edith, dia merasa sedikit tenang karena ia bersama Lea dan Margie, Adela Gross, Anna Herskovic, dan teman-teman dari kota mereka.
Perjalanan berjam-jam itu kemudian berhenti di tengah malam di sebuah perbatasan antara Jerman Besar (sebelumnya wilayah Polandia) dan Slovakia.
Transaksi rahasia antara kedua pemerintah segera difinalisasi saat itu juga, dengan Slovakia membayar Nazi sebesar 500 Reichsmarks (setara Rp 3.500.000) untuk setiap perempuan yang diambil sebagai budak buruh.
Dengan itu, pembayaran resmi korban rezim final Hitler pelan-pelan berjalan menuju ujung barat daya Polandia, atau, lebih dikenal dengan Auschwitz.
999 wanita pertama yang 'membuka' kamp konsentrasi Auschwitz, salah satu kamp konsentrasi terburuk era Holocaust, adalah langkah penting Hitler untuk mengeradikasi Yahudi dari dunia.
Pemerintahannya ingin mengeleminasi wanita subur yang mampu mengandung para umat Yahudi generasi selanjutnya.
Ada pendapat lain mengatakan, oleh sejarawan Slovakia, Pavol Mestan, lebih mudah menghapus seluruh keluarga Yahudi dengan membunuh anak perempuannya dibanding anak laki-laki, sebab berpindahnya anak perempuan Yahudi konon akan diikuti oleh berpindahnya seluruh keluarganya karena mengikutinya.
Saat kereta berhenti, Edith, Lea, dan teman-teman mereka berada di wilayah terpencil dan hanya ada salju putih nan dingin sejauh mata mereka memandang.
"Itu hanyalah tempat kosong, tidak ada apa-apa," jelas Edith.
Penjaga kemudian menyuruh para lelaki yang mengenakan seragam berbaris untuk menggunakan tongkat dan memukulkannya kepada para wanita yang turun dari kereta tersebut.
Seorang survivor Polandia ingat jika mereka berbisik kepada para wanita, "jalan cepat! Kami tidak ingin menyakiti kalian."
Setelah hampir bepergian dengan kereta selama 12 jam, Edith dan yang lainnya harus berjalan dalam hamparan salju menuju tempat yang dianggap mereka sebagai 'tempat terang dan berbentuk kotak'.
Sampai saat ini, Auschwitz digunakan sebagai kamp konsentrasi pria, Edith tidak tahu awalnya jika pria yang memukul2 mereka juga merupakan tahanan, atau bahwa dia juga tahanan, walaupun dia bertanya-tanya mengapa ada pagar besi di sekitar tempat itu.
Saat wanita mulai mengisi kamp, Linda Reich, salah seorang survivor membisikkan pada seorang teman, "itu pasti pabrik tempat kita bekerja."
Struktur yang mereka lihat adalah ruang gas besar.
Selama 3 tahun berikutnya, lima ruang gas dan krematoria dibangun di antara barak seukuran 15 mil persegi.
Walaupun yang ditunjuk Reich pada bulan Maret belum dioperasikan sampai Juli, Nazi memiliki cara lain untuk membunuh para wanita muda yang sehat itu.
Cara mereka adalah dengan memulai pola makan yang membuat mereka kelaparan, dengan hanya 600 kalori per hari diberikan ke para wanita disertai tugas sangat berat termasuk merobohkan bangunan dan membersihkan rawa dengan tangan kosong.
"Para gadis mulai sekarat," ujar Edith.
Edith mendapat kemudahan ketika temannya, Margie Becker ditugaskan untuk mengurus pakaian para tahanan, dan ia tidak pernah lupa memberikan sepatu baru tiap kali sepatu Edith rusak.
Namun nasib malang melanda Lea, yang sakit bersamaan saat mereka dipindahkan ke Birkenau, wilayah Auschwitz yang kondisinya sangat buruk sampai epidemi tifus menyebar dengan cepat di antara blok pria dan wanita, dan membunuh baik tahanan maupun penjaga.
Lea sakit saat dia ditugaskan harus berada di air dingin seharian, berminggu-minggu Edith menyuapi Lea dengan sup karena Lea tidak mampu menelan roti, sampai suatu hari, Lea menyerah, ia sudah tidak mampu bertahan lagi.
Suatu sore, Edith mengetahui jika Lea telah dipindahkan ke Blok 22, yaitu blok tempat mereka yang sakit.
Tidak ada yang keluar dari blok tersebut, dan tahanan yang masuk ke sana pada akhirnya dibawa dengan truk menuju ruang gas.
Hari kematian Lea adalah 5 Desember, bersamaah dengan hari Shabbat Hanukkah. Saat itu, Edith masuk ke tempat Lea berada dan miris, ia berbaring pada lantai kotor dan dalam kondisi koma. Edith tidak memiliki pilihan selain meninggalkan kakaknya.
Hari yang sama, Nazi membersihkan kamp konsentrasi dari tahanan yang terinfeksi tifus. Saat grup Edith kembali dari kerja, mereka disuruh untuk melepas pakaian mereka dan berbaris telanjang melewati gerbang yang dijaga oleh penjaga SS.
Wanita yang memiliki gejala tifus yang terlihat di tubuhnya dibawa ke ruang gas.
Setelah itu, Edith tertegun, "Kamp menjadi kosong," ujarnya. Linda Reich ingat hanya ada 20 wanita di bloknya, setelah ribuan dari mereka dibawa ke ruang gas. Lea adalah satu di antaranya.
Edith, meski sedih Lea meninggal, tetap berusaha untuk keluar dari kamp konsentrasi tersebut, dan berkat penolongan rekan tahanannya, Elsa Rosenthal, ia berhasil bertahan hidup.
3 tahun berada di Auschwitz, Nazi kemudian merencanakan mengevakuasi kamp dan melarikan diri dari militer Soviet yang mendekat.
18 Januari 1945, di tengah kekacauan, tahanan terakhir Auschwitz dipaksa long march menuju kematian yang menanti di perbatasan Jerman, tempat di mana Soviet menyerang. Dikabarkan 15000 tahanan dari Auschwitz meninggal dalam perjalanan melintasi Polandia menuju perbatasan Jerman.
"Ini sangat buruk, salju berwarna merah akibat darah," ujar Edith. Jika tahanan jatuh, dia akan ditembak. Saat itu, Edith dan Elsa menarik kembali agar tidak sampai jatuh sebelum petugas SS mampu menembak mereka.
Saat Edith merasa tidak mampu berjalan lagi, Irena Fein teman masa kecilnya mendorongnya untuk tetap berjalan. Mereka berjalan tanpa makanan, tidur di lumbung pertanian berpindah-pindah.
Tentara Soviet membebaskan Auschwitz pada 27 Januari, 1945. Di sana mereka temukan 7000 tulang para tahanan, 4000 wanita dan ratusan meninggal karena terlantar. Minggu berikutnya, ratusan lagi meninggal karena kelaparan atau akibat penyakit.
Baca Juga: 11 Manfaat Ajaib Rebusan Air Daun Salam untuk Kesehatan Anda, Yuk Ketahui Juga Cara Meraciknya
Sementara itu Jerman membantai Edith dan ribuan tahanan yang masih bertahan di Ravensbruck, kamp kematian wanita, dan kamp lain seperti Bergen Belsen di Jerman, dan Mauthausen di Austria.
Sesak dan berjejal-jejalan dan kelaparan mengancam hidup semua orang. Saat panci sup tumpah, wanita berlutut dan mencoba menjilat tumpahan tersebut.
Edith dan Elsa kemudian dikirim ke kamp kerja satelit di mana mereka memperbaiki pesawat pelarian yang dibom berkali-kali oleh Sekutu.
Saat para pengebom menyerang lokasi tersebut dan penjaga SS berlari menyelamatkan diri, tahanan berlari menuju dapur yang tidak terjaga, "hidup kami jadi lebih baik. Kami mendapat makanan," kenang Edith.
Baca Juga: Masih Saja Susah Tidur di Malam Hari? Bisa Jadi Ini 7 Penyebabnya, Salah Satunya Pikiran
8 Mei 1945, Perjanjian Kerjasama Eropa dideklarasikan. Dari 999 wanita yang dikirim ke Auschwitz, tidak sampai seratus diestimasi hidup untuk mendapatkan kebebasan, dan di antara mereka ada 8 teman masa kecil Edith.
Edith dan Elsa kembali ke Slovakia dalam perjalanan selama 6 minggu, dan perjuangan Edith belum selesai setelah ia mendapatkan TBC dari Auschwitz dan setelah ia bebas, ia menjadi lebih sakit.
Meski begitu, Edith dapat hidup dengan tenang. Ia menikah tahun 1948 dengan seorang penulis naskah film Ladislav Grosman, dan ia masih mampu menyelesaikan sekolah SMA dan bekerja sebagai peneliti biologis di Czekoslovakia dan selanjutnya di Israel.
Kini Edith hidup tenang di Toronto, Kanada, bersama dengan cucu-cucu dan cicit-cicitnya.
Namun setelah 75 tahun ketegangan Auschwitz reda, Edith dihadapkan pada ketakutan jika dunia masih menginginkan Yahudi 'runtuh' seperti tahun 1945 silam. Anti-Semitisme telah menjadi gerakan baru, dan banyak kejahatan berdasarkan kebencian kepada minoritas.