Advertorial
Intisari-online.com -Dilansir dari CNN, Rabu (8/1/2020), Partai Demokrat akan memulai rapat DPR Amerika untuk menahan aksi militer Donald Trump terkait serangan dan ketegangan dengan Iran, yang diumumkan oleh ketua DPR Amerika, Nancy Pelosi.
"Hari ini, untuk menghormati tugas kita menjaga keamanan bagi seluruh rakyat Amerika, DPR akan langsung membahas Resolusi Kekuatan Perang untuk membatasi aksi militer Presiden kepada Iran," ujar Pelosi pada pernyataannya di Rabu siang.
Dia berargumen Trump "telah dengan jelas tidak memiliki strategi koheren untuk menjaga penduduk Amerika tetap aman, mencapai penurunan ketegangan dengan Iran dan menjaga stabilitas di dunia."
"Anggota DPR memiliki kekhawatiran mendesak yang serius mengenai keputusan pihak Trump untuk menjaga ketegangan melawan iran dan mengenai strategi yang masih sangat kurang," tulis Pelosi dilansir dari CNN.
Resolusi tersebut, disponsori oleh anggota Partai Republik Eliisa Slotkin perwakilan Michigan, mantan analis CIA, akan dipertimbangkan oleh Komite Perundang-undangan untuk menetapkan parameter debat pada Rabu malam.
Keputusan rapat DPR ini mengikuti pengumuman Pelosi sebelumnya yang mengatakan jika serangan Amerika ke Iran belum disetujui oleh DPR.
Rabu pagi, pimpinan Partai Demokrat tidak yakin jika resolusi tersebut akan siap digunakan untuk voting minggu ini, karena anggotanya masih memfinalisasi draft resolusi tersebut.
Hal ini terkait dengan isu perlukah menggabungkan kedua isu yang berisikan pertama, diusung oleh Ro Khanna perwakilan California, untuk memblokir pembiayaan perang melawan Iran.
Kedua didukung oleh Barbara Lee, perwakilan California, untuk menarik izin penggunaan kekuatan militer yang disahkan tahun 2002 dan digunakan pihak Trump untuk menyerang Qasem Soleimani.
Namun setelah negosiasi dengan Senat asal Partai Republik, kedua isu ini tidak dimasukkan ke resolusi Pengesahan Aksi Pertahanan, tetapi Pelosi masih akan melakukan voting terpisah mengenai kedua isu tersebut di waktu mendatang.
Pengumuman Pelosi datang setelah beredar kabar pihak Trump, yaitu Mike Pompeo Sekretaris Negara, Mark Esper Sekretaris Bidang Pertahanan, Gina Haspel Direktur CIA, Joseph Maguire Pimpinan Intelijen Nasional serta Mark Milley Ketua Joint Chiefs of Staff (JCS), mengadakan briefing anggota kedua partai mengenai situasi Rabu siang.
Beberapa pihak Partai Demokrat masih ragu untuk mendukung usulan DPR setelah serangan Iran pada Selasa malam, tetapi argumen hebat membuat keraguan hilang dan para Demokrat di ruangan terdiam.
Rupanya, saat rapat, pihak Trump gagal meyakinkan anggota DPR dari Partai Demokrat jika Pengesahan Penggunaan Kekuatan Militer tahun 2002 juga menyediakan wewenang untuk menyerang Iran dan membunuh Soleimani.
Detail mengenai argumen pihak Trump masih belum jelas, tetapi hal tersebut berkaitan dengan argumen yang sama digunakan oleh pihak Obama untuk melaksanakan operasi melawan ISIS, yaitu Presiden berwenang menggunakan kekuatan militer untuk mempertahankan Amerika melawan ancaman berkelanjutan oleh Irak.
Saat briefing, Demokrat juga menuntut bukti di balik klaim ancaman Soleimani terkait Amerika, bahkan Adam Schiff, pihak Demokrat California yang menjabat di DPR sebagai Komite Intelijen, menunjuk jika pemimpin Iran, Ayotallah Ali Khamenei, belum menandatangani serangan yang telah direncanakan oleh Soleimani.
Pihak Trump menceritakan serangan Soleimani terhadap pangkalan militer di Irak yang telah direncanakan, dan kebencian Soleimani terhadap Amerika yang berlangsung sejak lama, tetapi Demokrat masih tidak terkesan.
Baca Juga: Mungkin Anda Belum Tahu, Ini 4 Manfaat Tak Terduga Memasukkan Air Kelapa Pada Masakan!
"Briefing sangat tidak memuaskan karena tidak mendetail dan kurang untuk urusan rencana konkret," ujar Debbie Wasserman Schultz, seorang Demokrat perwakilan Florida.
"Kami tidak mendapat jawaban atas apa sebenarnya ancaman yang ada, dan mengapa sekarang harus menyerang Iran."
Senat Demokrat berharap untuk memproses dengan cepat resolusi yang awalnya diusulkan oleh Tim Kaine, Demokrat perwakilan Virginia.
Dia berharap melihat aksi resolusi tersebut di rapat Senat minggu selanjutnya, walaupun dari kondisi waktu cukup sulit mengingat masih ada sidang Pemakzulan.
Karena itu, Kaine dapat memaksakan voting pada usulan undang-undangnya tanpa dukungan dari pimpinan Republik.
DPR dan Senat sama-sama menggunakan undang-undang Aksi Kekuatan Perang, atau Resolusi Kekuatan Perang 1973 sebagai landasan.
Undang-undang tersebut menuntut parameter yang harus dicapai oleh kekuatan perang presiden dan DPR, termasuk paksaan persyaratan prosedur untuk memastikan presiden tetap memberi tahu DPR mengenai keputusan militernya.
Selain itu, DPR juga meminta penyediaan berupa mekanisme bagi DPR untuk melarang operasi militer diinisiasi oleh presiden pada kondisi tertentu.