Advertorial
Intisari-online.com -Perusahaan pelat merah PT Garuda Indonesia, Tbk kembali tersandung kasus setelah Direktur Utama (Dirut) I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra atau yang lebih dikenal dengan Ari Askhara diberhentikan oleh Menteri BUMN, Erick Thohir pada Kamis (5/12/2019).
Pemecatan tersebut disebabkan karena dirut yang sudah menjabat selama dua tahun tersebut diketahui telah melakukan penyelundupan onderdil Harley Davidson keluaran tahun 1972 serta dua sepeda Brompton.
Dikutip dari money.kompas.com, Erick Thohir memberikan keterangan pers di Jakarta, Kamis (5/12/2019) dengan mengungkapkan "Dengan itu, saya akan memberhentikan Saudara Direktur Utama Garuda dan tentu proses ini kami, karena Garuda adalah perusahaan publik, akan ada prosedur lainnya.”
Erick pun memaparkan, Ari Ashkara telah melakukan instruksi untuk mencari motor Harley Davidson klasik tahun 1972 sejak tahun 2018. Selain itu, yang bersangkutan juga telah melakukan transfer dana ke rekening pribadi finance manager Garuda Indonesia berinisial IJ di Amsterdam.
"Ini menyedihkan. Ini proses menyeluruh di BUMN bukan individu, tapi menyeluruh. Ini Ibu (Sri Mulyani) pasti sangat sedih," ujar dia.
Sebelumnya, Vice President Corporate Secretary Garuda Indonesia Ikhsan Rosan mengatakan, pemilik motor dan sepeda tersebut merupakan karyawanon boarddalam penerbangan dari Perancis ke Indonesia. “Dibawa oleh salah satu karyawan yang on board dalam penerbangan tersebut,” kata Ikhsan dalam keterangan resminya. Ini bukan kali pertama Dirut Garuda Indonesia tersandung kasus terkait penyelundupan atau pengadaan barang.
Kita semua tentu masih ingat dengan Dirut Garuda Indonesia yang menjabat pada periode 2005 – 2014, Emirsyah Satar.
Mengundurkan diri dari jabatan Dirut Garuda Indonesia, Emirsyah Satar atau sering dikenal dengan Emir pada tanggal 10 Desember 2014 telah mengajukan surat permohonan pengunduran diri kepada Menteri BUMN yang saat itu menjabat, Rini Soemarno.
Emir dikenal sebagai salah satu sosok Dirut Garuda yang sukses dan meningkatkan kinerja Garuda yang sempat terpuruk.
Dimulai pada tahun 1998, Emir sempat menjadi Executive Vice President Finance (CFO) Garuda Indonesia, berperan penting restrukturisasi keuangan Garuda Indonesia hingga 2001.
Sempat meninggalkan Garuda untuk bergabung di Bank Danamon Tbk. dan menjabat sebagai Wakil CEO Danamon, Emir kembali lagi ke Garuda dan menduduki posisi Dirut dimulai tahun 2005 sampai 2014.
Tidak tanggung-tanggung, Emir harus menangani perusahaan yang saat itu ada di ambang kebangkrutan mencapai Rp 5 triliun.
Emir itu juga melihat suasana kerja di Garuda saat itu suram, tidak ada semangat di antara para karyawan. Ditambah lagi arus kas Garuda negatif, utangnya menggunung, hingga operasi perusahaan tidak efektif dan efisien.
Emir segera mereformasi Garuda dengan membangun tim, mengharmoniskan hubungan antara para pemimpin dan karyawan dan membangun komunikasi yang baik.
Selanjutnya, Emir mendefinisi road map Garuda dan menetapkan komitmen baru yaitu focus bisnis garuda di Full Service Carrire di tengah kemunculan maskapai-maskapai baru yang berani banting harga.
Mengagumkan, di 2 tahun pertama kepemimpinannya, Garuda berhasil melalui masa survival hingga akhirnya bisa keluar dari krisis pada 2010.
Keberhasilannya membawa Garuda menjadi salah satu 10 besar maskapai terbaik di dunia dan di tahun 2014 Garuda diizinkan terbang ke Eropa setelah sebelumnya dilarang sejak tahun 2005.
Namun, Emir ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan pesawat dan mesin pesawat Airbus 330-300 milik PT Garuda Indonesia dari perusahaan mesin raksasa dunia, Rolls Royce.
Dilansir dari Kompas Nasional, Emir beserta mantan Dirut PT Mugi Rekso Abadi (MRA), Soetikno Soedarjo, ditetapkan KPK sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Penetapan tersebut pada hari Rabu, (7/8/2019) dan penyelidikan sudah dilakukan sejak 1 Agustus 2019 setelah sebelumnya penerbitan surat perintah penyidikan adalah pada 16 Januari 2017
Dalam kasus ini, Emirsyah diduga telah menerima komisi dari Soetikno senilai Rp 5,9 miliar, 680.000 dollar AS dan 1,02 juta euro.
"Untuk ESA, SS diduga memberi Rp 5,79 miliar untuk pembayaran rumah beralamat di Pondok Indah, 680.000 dollar AS dan 1,02 juta euro yang dikirim ke rekening perusahaan milik ESA di Singapura, dan 1,2 juta dollar Singapura untuk pelunasan Apartemen milik ESA di Singapura," kata Laode M Syarif, wakil ketua KPK yang saat itu menjabat, dilansir dari Kompas Nasional.
Suap tersebut, menurut KPK, berwujud uang dan barang yang tersebar di Singapura dan Indonesia. Sebagian dari uang itu, kata Syarif, digunakan melunasi pembelian apartemen milik Emirsyah Satar di Singapura.
Baca Juga: Mantan Direktur Utamanya Terlibat Kasus Suap, Garuda Indonesia Gugat Rolls Royce
"Suap tersebut diduga berkaitan dengan pengadaan mesin Rolls-Royce untuk pesawat Airbus yang dipesan sepanjang dirinya (Emirsyah) menjabat sebagai Dirut (Garuda Indonesia)," tutur Laode. "Jadi, ada tambahan pasal TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang) bagi ESA dan SS," dikutip dari nasional.kompas.com.
Selama 2 tahun, KPK telah memeriksa 80 saksi dan mengidentifikasi kontrak bernilai miliaran Rupiah yang ditandatangani oleh PT Garuda Indonesia. "Selain itu, ditemukan dugaan aliran dana yang jauh lebih besar, yaitu dari dugaan awal sebesar Rp20 Milyar menjadi Rp100 Milyar untuk sejumlah pejabat di Garuda Indonesia," ujar Febri Diansyah Juru Bicara KPK dikutip dari Kompas Nasional.
Dalam proses penyidikan ini pula, KPK mengungkap adanya praktek pencucian uang dan menetapakan Emirsyah dan Soetikno sekaligus sebagai tersangka pencucian uang. "KPK berupaya semaksimal mungkin untuk melakukan proses yang lebih efisien dengan cara menggabungkan penanganan korupsi dan pencucian uang dalam perkara ini dan dalam waktu dekat akan dibawa ke persidangan," kata Febri.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan mantan Dirut Garuda Indonesia Emirsyah Satar dan beneficial owner Connaught International Pte. Ltd dan juga pendiri Mugi Rekso Abadi (MRA) Soetikno Soedarjo, sebagai tersangka.
Emirsyah diduga menerima suap dari Soetikno terkait pengadaan pesawat Airbus SAS dan mesin pesawat Rolls-Royce untuk PT Garuda Indonesia.
KPK menduga Soetikno memberikan uang kepada Emirsyah sebesar 1,2 juta euro dan 180.000 dollar AS atau setara Rp 20 miliar.
Emirsyah juga diduga menerima suap dalam bentuk barang senilai 2 juta dollar AS yang tersebar di Indonesia dan Singapura.
Adapun, sidang terhadap Emirsyah dan Soetikno rencananya akan digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul:
Kasus Harley dan Sepeda Brompton, Erick Thohir Pecat Dirut Garuda
Alasan KPK Tetapkan Eks Dirut Garuda dan Pengusaha Jadi Tersangka TPPU
Penyidikan Kasus Garuda Indonesia Selesai, Emirsyah Satar Segera Disidang