“Bu, kalua jagung kami besar, ibu toh datang menengok kami?” Bagai seorang anak yang segan meninggalkan ibunya.
Waktu zaman Trikora banyak binakarya yang disalurkan ke Mandala. Dalam rangka Dwikora juga banyak berjasa.
Beberapa diantaranya berhasil mendapatkan wing bersama dengan Menteri Achmadi beberapa bulan yang lalu.
Di Banjarmasin dan di Irian Barat mereka ikut berdemonstrasi terjun. Seratus orang disalurkan ke tambang-tambang batu bara Ombilin.
Rupa-rupanya mereka di sana demikian memuaskan sehingga pihak pertambangan memasukkan ‘order’ lagi, 100 kepala keluarga.
Ada yang masuk KKO korps musik, Kodam Jaya, Kepolisian, dsb. Ribuan yang dikirim semua kekurangan tenaga kerja sekarang mencapai over-produksi.
Di sana ada yang dipilih menjadi anggota DPRD dan malahan diusulkan menjadi anggota DPRD tingkat 1 di Bengkulen.
Menurut Bu Rusiah, urbanisasi merupakan sebab utama wanita tuna susila. Orang desa pergi ke kota, tak ada pekerjaan sehingga karena tekanan ekonomi mereka memilih jalan sesat.
Eks-penghuni Mulia Jaya, Pasar Rebo, tempat penampungan para tunasusila banyak yang disalurkan ke Sungai Jelawat, Kalimantan Barat di man amereka memulai hidup baru.
Seirng kali dengan kawan hidup yang berkedudukan baik juga. 40 orang yang mencatatkan diri sebagai sukarelawati.
Untuk rehabilitasi wnaita tunasusila di Balikpapan agak unik. Antara lain Pancatunggal dan Front Nasional juga ikut aktif.
Pengantin eks-tunasusila harus mengucapkan janji di muka Front Nasional.
Source | : | Majalah Intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Tatik Ariyani |
KOMENTAR