Advertorial
Intisari-Online.com -Infeksi HIV (human immunodeficiency virus) merusak sistem kekebalan tubuh sehingga rentan terserang berbagai penyakit.
Infeksi HIV yang tidak segera ditangani akan berkembang menjadi kondisi serius yang disebut AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome).
Namun, banyak orang yang masih menganggap tabu membicarakan HIV/AIDS karena pengidapnya identik dengan seks bebas.
Akibatnya, beberapa keluarga memilih menyembunyikan kondisi tersebut jika ada keluarganya yang mengidap HIV/AIDS.
Melansir mStar padaRabu (9/10/2019), seorang pegiat kerja kemasyarakatan, Hamli Hamdan, membagikan kisah pilu seorang remaja 15 tahun di Malaysia yang merengang nyawa karena HIV.
Menurut mStar, Hamli Hamdan telah mengabdikan diri untuk kerja kemasyarakatan melalui beberapa organisasi non pemerintah selama 10 tahun.
Baru-baru ini pria 37 tahun itu membagikan cerita melalui Twitter dan telah menarik perhatian banyak orang.
Dia bercerita peristiwa menyedihkan yang dilihatnya sendiri yang terjadi sekitar tahun 2013.
Baca Juga: Pengakuan Waria di Cianjur, Sebelum 'Layani' Orang Asing, Mereka Kerap Disuruh Lakukan Hal Ini
"Ini adalah salah satu kasus yang diterima tim saya, kami menerima email dari bocah itu. Dia memberi tahu saya bahwa dia mengetahui dirinya memiliki gejala HIV berdasarkan bacaan di blog."
Hamli mengisahkan pada akhirnya bocah tersebut memeriksakan diri ke rumah sakit, dan benar ia positif HIV.
"Ketika dia pergi ke rumah sakit, dia positif HIV tetapi dia pemalu. Anaknya sedikit lembut. Ayah dan ibunya mengurung dia dalam kamar untuk menghindari opini publik."
Akhirnya Hamli dan timnya kesulitan untuk membantu remaja tersebut karena orangtuanya akan marah.
Baca Juga: Ashanty Didiagnosis Idap Autoimun: Kenali Hubungan Vitamin D dan Autoimun
"Butuh beberapa saat bagi kami untuk naik van membawanya ke rumah sakit. Tapi ketika ayahnya melihat kami, dia marah-marah."
Melanjutkan ceritanya, dia mengatakan semuanya tampak tertunda karena korban sudah terinfeksi beberapa penyakit terkait HIV termasuk kegagalan organ.
Akhirnya remaja tersebut mengembuskan napas terakhirnya sekitar bulan Syawal tahun 2013.
Hal yang disayangkan Hamli dan timnya adalah jika remaja itu mendapatkan perawatan lebih awal, dia mungkin tak harus meninggal dunia secepat itu.
Baca Juga: Proteksi Gadget EASYCOVER & MAXCOVER, Kolaborasi Allianz Indonesia dan Home Credit Indonesia
"Jika dia mendapatkan perawatan lebih awal, dia mungkin diselamatkan. Orangtua tidak tahu apa yang harus dilakukan dengan rasa malu daripada mendapatkan perawatan," ungkapnya.
Menurutnya, orangtua perlu mendapat pengetahuan tentang HIV/AIDS.
"Orangtua butuh pengetahuan. Jika ada yang salah dengan anak, mereka perlu lebih waspada. Misalnya, bagaimana mendapat perawatan?"
Ia menambahkan, "Kami banyak berbicara tentang pencegahan, tetapi jika itu terjadi, bagaimana kami menanganinya?"
"Ada remaja pada tahap pertama terinfeksi HIV. Hal-hal ini tertunda karena keterlambatan. Bagaimana jika ayah saya, teman-teman saya tahu?
"Ketika saya ingin membantu, orangtua tidak ingin bekerjasama karena malu,' ujarnya.