Advertorial

Sejarah Pasukan Cakrabirawa, Pengawal Presiden Soekarno yang Terpengaruh PKI hingga Habisi Nyawa 7 Jenderal TNI

Nieko Octavi Septiana
,
Tatik Ariyani

Tim Redaksi

Peristiwa G30S/PKI tak bisa lepas dari keganasan Pasukan Cakrabirawa yang tega menghabisi nyawa 7 jenderal TNI.
Peristiwa G30S/PKI tak bisa lepas dari keganasan Pasukan Cakrabirawa yang tega menghabisi nyawa 7 jenderal TNI.

Intisari-Online.com -Peristiwa G30S/PKI tak bisa lepas dari keganasan Pasukan Cakrabirawa yang tega menghabisi nyawa 7 jenderal TNI.

Sejarah menuliskanpasukan pengawal Presiden Soekarno itu terpengaruh Partai Komunis Indonesia (PKI).

Melansir buku karangan Asvi Arwan Adam dkk berjudul 'Maulwi Saelan, Penjaga Terakhir Soekarno', terbitan Kompas Gramedia (2014),berikut sejarah Pasukan Cakrabirawa.

Sebelum Proklamasi Kemerdekaan RI dikumandangkan, sudah dibentuk sebuah Polisi Istimewa (Tokubetsu Keisatsu Tai) yang bertugas untuk mengawal presiden.

Baca Juga: Kematian 7 Perwira Korban g30S/PKI di Lubang Buaya yang Tak Sesuai Pemberitaan hingga Soekarno Terima Selembar Nota Mencekam

Di wilayah Jakarta, Polisi Istimewa tersebut dijuluki “Polisi Macan” di bawah pimpinan Gatot Suwiryo.

Pada tahun 1945, Gatot memindahkan anggota Polisi Macan ke Pasukan Pengawal Pribadi Presiden (Tokomu Kosaku Tai) di bawah pimpinan Mangil Martowidjojo

Pasukan ini bermarkas di Kantor Pusat Kementerian Negara sekaligus asrama di Gedung Kementerian Dalam Negeri (kini Jl Veteran) di bawah pimpinan Raden Said Soekanto.

Tugas-tugas Pasukan Pengawal Pribadi Presiden itu antara lain:

Baca Juga: Cerita Bu Tien saat Ada Anak Perempuan Ngaku-ngaku Sebagai Anak Soeharto Karena G30S/PKI, Misinya Bak Agen Rahasia Tingkat Tinggi

- Mengamankan perayaan Proklamasi Kemerdekaan RI 17/8/1945

- Membantu pengamanan Rapat Raksasa di Lapangan Ikada pada bulan September 1945

- Mengawal rombongan Presiden dan Wakil Presiden dalam perjalanan secara rahasia menggunakan kereta api dari Jakarta menuju Yogyakarta pada 3 Januari 1946.

Semenjak keberhasilannya mengungsikan rombongan Presiden dan Wapres ke Yogyakarta itu, Said Soekanto pada tahun 1947 membentuk kesatuan khusus bernama Pasukan Pengawal Presiden (PPP) dan dikomandani oleh Mangil.

Tugas utama PPP adalah menjaga keselamatan Presiden dan Wakil Presiden beserta seluruh anggota keluarganya.

Baca Juga: Pierre Tendean, Bukan Target Utama Namun Menjadi Korban 'Salah Sasaran' G30S/PKI

Hingga tahun 1962, meskipun Presiden Soekarno telah mendapat pengawalan dari PPP, upaya pembunuhan terhadap Presiden masih tetap terjadi.

Mengingat banyaknya ancaman yang mengincar jiwa Presiden Soekarno itu, ajudan Presiden, Letkol CPM Sabur, menghadap ke Istana Merdeka untuk menyampaikan laporan bahwa Departemen Pertahanan dan Keamanan berencana membentuk Pasukan Pengawal Istana Presiden (PPIP) yang lebih sempurna.

Tokoh yang ingin membentuk pasukan pengawal Istana Presiden itu adalah Jenderal AH Nasution, tapi Presiden Soekarno ternyata menolaknya.

Pasalnya Mangil saat itu sudah membentuk Detasemen Kawal Pribadi (DKP) dan dirasa oleh Presiden Soekarno sudah cukup untuk mengawalnya.

Namun Letkol Sabur tetap mendesak Presiden Soekarno untuk membentuk PPIP dan akhirnya disetujui.

Baca Juga: Bolehkah Anak-anak Menonton Film ‘Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI’? Begini Saran KPAI

Presiden Soekarno bahkan menunjuk Letkol Sabur sebagai komandan PPIP dan dipercaya merekrut anggota PPIP yang berasal dari semua angkatan (AU, AD, AL, dan Kepolisian)

Pada 6 Juni 1962, PPIP berganti nama menjadi Cakabirawa dan diresmikan oleh Presiden Soekarno.

Sabur ditunjuk sebagai komandannya dan sudah mendapat kenaikkan pangkat sebagai Brigjen, dengan Wakil Komandannya adalah Kolonel Maulwi Saelan.

Cakrabirawa dalam dunia pewayangan merupakan senjata pamungkas milik Prabu Kresna yang jika dilepaskan bisa menyebabkan malapetaka yang dahsyat bagi musuhnya.

Dikutip dalam buku 'Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia'

Menurut Soekarno, pasukan Cakrabirawa berkekuatan 3000 personel yang berasal dari keempat Angkatan Bersenjata.

Setiap anggota Cakrabirawa berasal dari pasukan yang handal. Umumnya mereka berlatar belakang pejuang gerilya yang sudah berpengalaman.

Mereka direkrut dari bekas pasukan Raider Angkatan Darat, Korps Komando (KKO) Angkatan Laut, Pasukan Gerak Tjepat (PGT) Angkatan Udara, dan Brigade Mobil diberi nama Batalyon KK (Kawal Kehormatan).

Baca Juga: Cerita Bu Tien saat Ada Anak Perempuan Ngaku-ngaku Sebagai Anak Soeharto Karena G30S/PKI, Misinya Bak Agen Rahasia Tingkat Tinggi

Pasukan Cakrabirawa dibagi menjadi 4 Batalyon (I - IV)

Batalyon I dan II bertugas di Jakarta dan Batalyon III dan IV menjaga Istana Bogor, Cipanas (Cianjur), Yogyakarta, dan Tampaksiring (Bali).

Karena penugasan tersebut, Markas Batalyon I KK berada di Jalan Tanah Abang (kini Markas Paspampres) dan Batalyon II menempati asrama Kwini (sekarang ditempati Marinir angkatan Laut).

Batalyon I KK berasal dari satu batalyon Angkatan Darat dipimpin oleh Mayor Eli Ebram.

Ia hanya menjabat satu tahun lebih, kemudian naik pangkat menjadi Letkol.

Eli Ebram kemudian diganti oleh Letkol Untung, pindahan dari Kodam VII/Diponegoro, Jawa Tengah.

Batalyon II KK eks Pasukan KKO Angkatan Laut dipimpin oleh Mayor KKO Saminu, yang naik pangkat menjadi Letkol KKO.

Batalyon III KK dari PGT Angkatan Udara dipimpin oleh Mayor PGT.

Batalyon IV KK dari Brimob Angkatan Kepolisian dipimpin oleh Komisaris Polisi M.Satoto, yang naik pangkat menjadi ajun komisaris besar polisi (Letkol Polisi RI).

Dalam G30S/PKI 1965, Letkol Untung dan satu peleton Cakrabirawa dari Batalyon I KK pimpinan Lettu Dul Arif, merupakan motor utama dalam aksi penculikan dan pembunuhan 7 Jenderal Pahlawan Revolusi.

Baca Juga: Kesaksian Sang Anak Tentang Detik-detik Sebelum Melihat Ahmad Yani Tengah Diseret Sepasukan Tentara Tak Dikenal dan Bersimbah Darah

Akibat aksi Letkol Untung dan Lettu Dul Arif itulah nama Cakrabirawa pun tercoreng dan oleh pemerintah Orde Baru semua anggota Cakrabirawa dianggap sebagai pendukung PKI.

Pasukan Cakrabirawa akhirnya dibubarkan pada 28 Maret 1966

Para petinggi dan personel pasukan Cakrabirawa juga banyak yang ditangkap dan dipenjarakan tanpa melalui proses pengadilan.

Pengamanan terhadap Presiden dan Wapres serta keluarganya kemudian dipercayakan kepada pasukan Angkatan Darat yang selanjutnya membentuk lagi Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) di era kekuasaan Presiden Soeharto.

Hari jadi Paspampres diperingati setiap tanggal 3 Januari

Penetapan hari jadi ini terkait dengan peristiwa bersejarah Pasukan Pengawal Pribadi Presiden yang sukses menyelamatkan Presiden dan Wapres serta keluarganya dari Jakarta menuju Yogyakarta pada 3 Januari 1946.

Kejadian Unik saat Penumpasan PKI

Penumpasan G30S PKI tak hanya menyisakan kisah menegangkan saja, namun ada juga sederet kisah unik yang mewarnainya

Pengkhianatan Gerakan 30 September 1965 terjadi tepat 53 tahun yang lalu.

Terdapat beberapa peristiwa unik yang tak banyak diingat orang, padahal saat itu diterbitkan oleh Kompas dan Sinar Harapan

Dikutip dari Majalah Intisari edisi September 1990, berikut kumpulan peristiwa unik G30S PKI yang dikumpulkan dari artikel-artikel Kompas dan Sinar Harapan

1. Strategi penyergapan 'Sana Makan!'

Tidak selalu TNI menggunakan senjata untuk menaklukkan musuhnya.

Misalnya saja ketika mereka berusaha merebut kembali RRI Semarang yang waktu itu sempat diduduki komplotan Gestapu.

Sementara RRI mengumandangkan siaran-siaran yang disponsori PKI, salah seorang penjaga bersenjata di luar gedung RRI sudah mulai lesu.

Seorang anggota TNI mendekatinya, lalu menegur, "Bertugas, Bung?"

“Ya," jawabnya.

"Sudah makan?"

"Belum."

"Sana makan dulu di belakang. Kumpulkan dan ajak kawan-kawan yang lain."

Si penjaga langsung beranjak dengan mengajak kawan-kawannya.

Pada saat itu juga kesatuan TNI segera menyergap dan berhasil melucuti senjata mereka tanpa mendapat perlawanan sedikit pun.

Baca Juga: Soal Film ‘Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI’, Rektor IKJ: Itu Filmnya Menyebalkan

Studio RRI Semarang berhasil direbut kembali.

(Sinar Harapan, Minggu, 17 Oktober 1965)

2. Gerwani atau Garwane?

Bu Sastrosularno sedang sendirian ketika pasukan tentara dari Batalyon G mengadakan gerakan pembersihan di daerah Nusukan - Prawit, Sala.

Mereka melihat setumpukan buletin di atas meja. Salah satu buletin bertuliskan "G.S."

Karena sedang menumpas G30S, tak heran mereka menaruh perhatian khusus dan menanyakan artinya.

"Anu, Pak ...," Bu Sastro gelagapan. "G artinya Gotong-Royong, S artinya ...," ia terhenti. Mulutnya cuma komat-kamit.

Para pasukan tentara itu sempat curiga.

"Sudah, terus terang saja."

Bu Sastro semakin gugup. Kepanjangan dari huruf "S" itu benar-benar hilang dari ingatannya.

Untunglah seorang anak angkatnya muncul dan segera menyela bahwa "S" adalah singkatan dari "subur".

Baca Juga: Ternyata, Sebenarnya Ada 8 Jenderal yang Akan Diculik Saat G30S/PKI

Mendengar jawaban si anak, petugas dengan wajah agak lega bertanya lagi, "Siapa pemilik buletin-buletin ini?"

"Suami saya, Pak Sastrosularno."

Mungkin sekadar untuk meyakinkan dirinya si petugas bertanya lagi, "Ibu Gerwani, ya?"

"Inggih (ya), Pak," sahut si ibu mantap!

"Apa? Jadi ibu adalah anggota Gerwani? Ayo, ikut ...!" bentak si petugas.

"Maaf, Pak. Saya bukan anggota Gerwani. Saya kira Bapak bertanya 'Garwane? (Istrinya?), maka saya iyakan. Saya bukan Gerwani. Saya garwane Pak Sastro yang menjadi pegawai Sekolah ‘Warga’ itu.”

(Kompas, Kamis 9 Desember 1965)

(Putra Dewangga Candra)

Artikel ini telah tayang di surya.co.id dengan judulTerpengaruh PKI hingga Habisi 7 Jenderal TNI, Begini Sejarah Pasukan Cakrabirawa Pengawal Soekarno

Artikel Terkait