Intisari-Online.com - Ada sejarah kelam bagi bangsa Indonesia yang terjadi pada penghujung September sekitar 54 tahun silam.
Peristiwa pengkhianatan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) yang menyasar perwira-perwira TNI pada 30 September 1965 menjadi peristiwa yang memilukan.
Sejumlah jenderal TNI itu diculik, dibawa paksa ke daerah Lubang Buaya, Jakarta Timur.
Di sana para jenderal tewas di tangan PKI, dan mayat mereka dimasukkan dalam sumur tua.
Setelah mayat mereka ditemukan, dokter yang mengotopsi jenazah para korban G30S/PKI sempat memberikan pengakuan.
Menurut dokter tersebut, kondisi jenazah tak seperti yang diberitakan di media massa.
Dalam buku "Soeharto, Bagaimana Ia Bisa Melanggengkan Kekuasaan Selama 32 Tahun?" karangan Peter Kasenda disebutkan, beberapa jam setelah pengangkatan jenazah para korban G30S di Lubang Buaya, Soeharto mengeluarkan perintah pembentukan tim forensik.
Tim tersebut terdiri dari Brigjen dr Roebiono Kertopati, dan Kolonel dr Frans Pattiasina.
Selain itu, juga masih ada tiga ahli forensik sipil dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Prof Dr Sutomo Tjokronegoro, dr Laiuw Yan Siang, dan dr Liem Joe Thay.
"Tim itu bekerja secara maraton sejak pukul 16.30 hingga 00.30 WIB di Ruang Otopsi RSPAD Gatot Soebroto," tulis Peter.
Ternyata hasil otopsi mereka berbeda jauh dengan pernyataan Soeharto.
"Tim forensik sama sekali tak menemukan bekas siksaan di tubuh korban sebelum mereka dibunuh," tulis Peter.
Namun, saat itu media sudah gencar memberitakan para korban disiksa.
Seorang dokter yang juga ikut dalam tim otopsi, Prof Dr Arif Budianto atau Liem Joe Thay mengatakan, kondisi jenazah para jenderal itu tidak seperti diberitakan oleh media massa.
Baca Juga: Pierre Tendean, Bukan Target Utama Namun Menjadi Korban 'Salah Sasaran' G30S/PKI
Penulis | : | Nieko Octavi Septiana |
Editor | : | Mentari DP |
KOMENTAR