Di Aachen, Rudy mendapat pelajaran hidup sesungguhnya.
Untuk pertama kalinya bergaul langsung dengan orang-orang tidak mampu karena keterbatasan kemampuan finansial.
Kalau dulu Rudy selalu menjadi bagian kelas menengah atas, di Aachen dia menjadi bagian kelas bawah.
Bila dulu hanya mengenal kata “miskin” atau “kelaparan”, di Aachen dia mengalami langsung arti dua kata tersebut.
Ia tinggal di rumah keluarga Neuefeiend di Frankenberg Str 16, di pinggiran kota Aachen. Tak ada kamar mandi dan pemanas di kamarnya.
Hanya ada wastafel dan toilet kencing. Untuk mandi ia memanfaatkan pemandian bagi kaum miskin.
Selain harus antre, mandinya dibatasi waktu. Ada bel waktu mulai dan selesai.
Untuk makan Rudy harus berjalan ke Mensa Academia, kantin kampus. Harganya murah karena disubsidi universitas.
Tahun-tahun pertama kuliah, badan Rudy jadi kurus dan kecil. Apalagi dia jarang makan daging, sebab takut haram. Dia lebih memilih roti dan buah.
Padahal tak jarang ia harus berjalan kaki cukup jauh untuk menuju ke kampus bila tak punya uang. Pakaiannya pun hanya itu-itu saja.
Sepatu model moccasin merek Sioux, tak lupa tas kulit lusuh dan jaket warna hijau.
Sol sepatu yang dia pakai lama-lama sering copot hingga berbunyi flop..flop.. bila dipakai jalan.
Kaos kaki warna putih di balik sepatunya sekelebat memperlihatkan lubang. Sebentar terlihat sebentar hilang dari pandangan.
Baca Juga: BJ Habibie Temui Sang Kekasih Hati, Ainun Habibie, di Keabadiaan
Source | : | Majalah Intisari |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Mentari DP |
KOMENTAR