Jika pihak PT KAI mengetahui hal ini, mereka yang melanggar peraturan bisa diamankan oleh pihak PT KAI untuk diberikan penjelasan.
“Kalau sanksi itu biasanya kami pegang orang yang ada di rel itu. Kalau dia main lempar batu, ya kami tangkap dia. Terus kalau anak-anak, orangtuanya kami panggil untuk mempertanggungjawabkan kalau sampai ada kerusakan,” jelas Eko.
Ia mengingatkan, aktivitas seperti ini salah satunya melanggar Pasal 199 UU Nomor 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian.
“Setiap orang yang berada di ruang manfaat jalan kereta api, menyeret barang di atas atau melintasi jalur kereta api tanpa hak, dan menggunakan jalur kereta api untuk kepentingan lain selain untuk angkutan kereta api yang dapat mengganggu perjalanan kereta api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 181 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah)”.
Aturan hukum lain yakni Pasal 167 Ayat (1) KUHP Pasal 167 dengan ancaman hukuman denda maksimal 9 bulan atau denda sebanyak Rp 4.500.
Meski sudah ada sejak dulu, namun peraturan ini banyak tidak diketahui atau diabaikan oleh masyarakat hingga akhirnya PT Kereta Api Indonesia Daops VI Yogyakarta memasang papan peringatan di sekitar area perlintasan.
Larangan ini berlaku tidak hanya untuk wilayah Daop VI, melainkan secara nasional karena dasar hukumnya UU dan KUHP.
Hal ini dibenarkan oleh Kepala Humas PT KAI Edi Kuswoyo. “(Benar) berlaku untuk semuanya,” jawab Edi singkat saat dihubungi secara terpisah, Senin (2/9/2019) siang.
Standar operasi kereta api
Baca Juga: Kisah Mengerikan di Balik Temuan Kapal Karam, Konon Penumpangnya Saling Makan demi Bertahan Hidup
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Tatik Ariyani |
KOMENTAR