Hujan peluru
Letak Teluk Arago terlalu masuk ke darat dan pohon-pohon tumbang bergeletakan di mana-mana. Posisi mereka sekarang sangat berbahaya, oleh karena sudah diketahui musuh.
Satu-satunya jalan untuk mempertahankan diri ialah main kucing-kucingan di pulau-pulau kosong sekitarnya.
Apa yang harus mereka lakukan dalam keadaan segawat itu?
Suara peluru terakhir baru saja lenyap, sewaktu Komandan J. Komontoy membuat rencana untuk meluncurkan sebagian pasukannya, agar musuh tidak terus-menerus menghadang mereka.
Sungguh suatu putusan yang sangat berani.
Dua puluh tiga orang yang akan ikut. Sisanya harus mengembara di hutan, termasuk Herlina.
“Sebulan lamanya kami mengembara di hutan belantara,” kata Herlina.
“Juli 1962, kami mendarat di Irian Barat. Makanan yang dibawa sudah habis, binatang-binatang tak ada, kecuali kerang di tepi pantai."
"Itu pun harus dimakan mentah. Karena kami tidak boleh menyalakan api. Takut ketahuan musuh.”
Herlina tidak doyan. Jadi terpaksa hanya minum air melulu, kalau tidak bisa menemukan makanan lain.
Pulau Waigeo tandus. Para gerilyawan pada umumnya warga masyarakat dari daerah sekitarnya. Mereka tidak mengalami kesulitan menu.
Penduduk setempat sudah biasa makan ikan mentah-mentah, segera setelah ditangkap.
Selama pengembaraan tersebut Herlina bertemu dengan wanita Irian Barat pertama, istri penunjuk jalan mereka, Domingus.
Herlina masih terkesan bila dia mengenang pengalaman mereka bersama.
“Kami mandi sama-sama di sungai, jalan bersama-sama.” Ibu Domingus malah juga dia buatkan pakaian baru. “Padahal saya jarang memegang jarum dan benang.”
Tentunya bukan dari bahan baru, hanya rok lama yang dipermak. Herlina masih geli kalau teringat akan hasil kerjanya. “Rupanya, jangan ditanya.”
Suatu hari Domingus datang menghadap. Apa gerangan yang dikehendaki?
“Ibu,” katanya “... apakah rambut istri saya tak dapat dipotong seperti Ibu?”
Sungguh suatu permintaan yang sangat sukar. Pertama, karena rambutnya lebih keriting. Kedua, Herlina tidak pernah mengikuti kursus menata rambut.
Baca juga: Kisah Dokter Militer yang Ditugaskan dalam Misi Trikora untuk Membebaskan Irian Barat: Pernah Harus 'Menukar' Bayi dengan Babi
Namun dia tak mau mengecewakan harapan Domingus.
Source | : | Intisari |
Penulis | : | Afif Khoirul M |
Editor | : | Tatik Ariyani |
KOMENTAR