Advertorial

Pro dan Kontra Kebiri Kimia, Hukuman yang Diberikan Kepada Pelaku yang Perkosa 9 Anak di Mojokerto

Mentari DP

Editor

Muh Aris (20) divonis bersalah oleh Pengadilan Negeri Mojokerto setelah terbukti memperkosa 9 anak perempuan.
Muh Aris (20) divonis bersalah oleh Pengadilan Negeri Mojokerto setelah terbukti memperkosa 9 anak perempuan.

Intisari-Online.com – Pengadilan Negeri Mojokerto menjatuhkan vonis hukuman kebiri kepada Muh Aris (20), seorang tukang las asal Dusun Mengelo, Desa Sooko, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.

Hal ini dilakukan setelah tersangka divonis bersalah oleh Pengadilan Negeri Mojokerto setelah terbukti memperkosa 9 anak perempuan.

Aris telah melanggar Pasal 76 D juncto Pasal 81 Ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Selain vonis hukuman kebiri kimia, Aris juga harus menjalani hukuman kurungan 12 tahun penjara dan denda Rp 100 juta, subsider 6 bulan kurungan.

Baca Juga: Putri Najwa Shihab Meninggal 4 Jam Setelah Dilahirkan Karena Air Ketuban Bocor, Yuk Kenali Bahaya dan Tanda-tanda Air Ketuban Bocor

Pro dan kontra hukuman kebiri kimia

Pro dan kontra mengenai penerapan hukum kebiri mencuat setelah pemerintah mengeluarkan Perppu Nomor 1 Tahun 2016.

Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Supriyadi Widodo Eddyono menilai, perppu kebiri yang dikeluarkan pemerintah tak progresif.

"Saya kira tadinya akan ada penambahan yang sifatnya progresif. “

“Semisal mengharuskan negara memberi kompensasi dana kepada korban untuk melakukan pengobatan fisik dan rehabilitasi secara psikologis," kata Supriyadi, yang biasa disapa Supi, seperti diberitakan Kompas.com pada 25 Mei 2016.

Ia mengatakan, selama ini sudah ada payung hukum yang mengatur hukuman terhadap tindak kekerasan seksual.

Namun, penerapannya belum maksimal.

Baca Juga: Kasus 1 Warga dan 19 Kerbau yang Tersambar Petir Bersamaan, Ternyata Petir Paling Ganas di Dunia Ada di Indonesia, Ini Lokasinya

Sementara itu,Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Asrorun Ni'am Sholeh mengapresiasi langkah Presiden Jokowi mengeluarkan Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Menurut dia, melalui perppu ini, segera hadir dalam melindungi anak Indonesia dari ancaman kekerasan seksual.

Menurut Asrorun, Presiden mengambil keputusan yang sangat radikal dan bisa menjadi tonggak kepeloporan dalam perlindungan anak di tengah polemik urgensi penerbitan Perppu.

Masyarakat yang kontra terhadap hukuman itu menganggap pemerintah telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

Menanggapi tudingan itu, Deputi Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI, Sujatmiko, menegaskan pemerintah akan tetap memerhatikan koridor hukum.

"Perppu ini akan diterapkan dengan tetap memperhatikan koridor hukum, termasuk penghormatan terhadap HAM, baik pelaku maupun korban."

"Perppu ini sangat diperlukan untuk melindungi para korban yang merupakan kelompok rentan, perempuan dan anak," kata Sujatmiko, seperti diberitakan Kompas.com pada 26 Mei 2016.

Menurut dia, hukuman kebiri kimia tidak berlaku bagi pelaku yang masih anak-anak. Pelaksanaannya juga diawasi secara ketat oleh ahli jiwa dan ahli kesehatan.

Baca Juga: Kasus Wanita yang Diberi Obat Kedaluwarsa oleh Puskesmas: Masih Bolehkah Obat Kedaluwarsa Dikonsumsi? Begini Aturan Pakainya

IDI menolak jadi eksekutor

Polemik hukuman kebiri terus berlanjut ketika Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menolak menjadi eksekutor hukuman kebiri.

Menurut Ketua Umum IDI Ilham Oetama Marsis, pelaksanaan hukuman kebiri oleh dokter dianggap melanggar Sumpah Dokter dan Kode Etik Kedokteran Indonesia.

"Kita tidak menentang perppu mengenai tambahan hukuman kebiri. Namun, eksekusi penyuntikan janganlah (dilakukan) seorang dokter," kata Marsis, seperti diberitakan Kompas.com pada 6 September 2016.

Kendati demikian, Marsis menegaskan, IDI mendukung kebijakan pemerintah untuk menjatuhkan hukuman seberat-beratnya kepada pelaku kejahatan seksual terhadap anak.

Namun, sikap IDI ini menimbulkan dilema, mengingat hanya dokter yang memiliki kompetensi untuk memasukkan zat kimia ke tubuh manusia. (Ahmad Naufal Dzulfaroh)

(Artikel ini telah tayang diKompas.comdengan judul "Hukuman Kebiri Kimia, dari Wacana, Pro Kontra, Terbitnya Perppu, hingga Vonis untuk Aris")

Baca Juga: Kasus Pria Bunuh Pacarnya yang Berusia 14 Tahun Karena Korban Menolak Berhubungan Badan, Ini Kata Ahli Mengapa Peristiwa Ini Sering Terjadi

Artikel Terkait