Emak Nung menjelaskan, untuk satu orang saja ia menghabiskan Rp 90.000 untuk ongkos 1 kali bus dan 2 kali angkot.
Apalagi ia datang ke Bogor bersama anak dan cucu sehingga pengeluaran untuk ongkos pun lebih besar.
"Makan aja kadang dikasih sama warung dekat sini. Katanya kasihan sama Emak," ceritanya.
Di Bogor, Emak Nung tidak memiliki saudara atau teman apalagi rumah.
Beruntung, masih ada yang mau menampungnya untuk tidur dan menyimpan barang-barang jualan di kantor partai politik yang lokasinya tak jauh dari tempat ia berjualan.
Baca Juga: 5 Bendera Tertua yang Dipakai Negara di Dunia, Salah Satunya Harusnya Milik Indonesia
Sehari-hari jika bukan saat momen kemerdekaan, Emak Nung berjualan Nasi Jamblang kecil-kecilan di rumah.
Penghasilan yang didapat pun tak seberapa, sehingga saat bulan puasa ia harus mencari uang tambahan dengan berjualan taplak di Pasar Citayam, Kabupaten Bogor.
"Puasa kemarin Emak jualan taplak di Pasar Citayam sendirian. Ngontrak Rp 400 ribu sebulan," tuturnya.
Ia masih terus berharap sebelum 17 Agustus tiba bendera dan umbul-umbul yang dia jajakan laris terjual.
Sehingga keuntungan yang didapat tidak hanya habis untuk ongkos saja namun juga untuk keseharian Emak Nung. (Tsaniyah Faidah)
Artikel ini telah tayang di tribunnewsbogor.com dengan judul Kisah Emak Nung Mengais Rejeki dari Bendera Merah Putih, Kini Khawatir Ongkos Pulang ke Cirebon
Penulis | : | Nieko Octavi Septiana |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR