Advertorial

Defisit BPJS Kesehatan Diproyeksi 'Bengkak' Hingga Rp28 Triliun, Sri Mulyani Curiga Ada Kecurangan, Iuran pun akan Dikaji Ulang

Ade S

Editor

Berbagai langkah akan dilakukan pemerintah untuk mengatasi defisit keuangan yang dialami BPJS Kesahatan. Termasuk mengatasi kecurangan.
Berbagai langkah akan dilakukan pemerintah untuk mengatasi defisit keuangan yang dialami BPJS Kesahatan. Termasuk mengatasi kecurangan.

Intisari-Online.com -Permasalahan keuangan yang dialamiBadan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan diperkirakan akan semakin berat.

Bahkan, jumlah defisit yang terjadi diperkirakan akan mencapai angka Rp28 triliun pada akhir tahun 2019.

Banyak hal yang kemudian dilakukan pemerintah untuk menangani masalah tersebut.

Mulai dari Rapat Terbatas yang dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi), upaya mengatasi kecurangan yang diduga dilakukan pihak rumah sakit hingga pengkajian ulang iuran anggota BPJS Kesehatan.

Baca Juga: Sudah Tak Sanggup Bayar Tagihan Rumah Sakit Rp7 triliun, BPJS Kesehatan Juga Harus Hadapi Ancaman Denda Puluhan Miliar

Diawali dengan PresidenJokowi menggelar Rapat Terbatas hari ini, Senin (29/7) di Istana. Rapat tersebut membahas langkah penyelesaian selanjutnya untuk beban biaya BPJS Kesehatan.

Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengatakan, pemerintah terus mencari cara untuk mengatasi persoalan defisit BPJS Kesehatan. Dalam ratas hari ini, Kemenkeu menyampaikan beberapa usulan solusi yang memungkinkan, lanjut Mardiasmo.

Sementara Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, dalam rapat terbatas bersama Presiden Jokowi kemarin, salah satu pembahasan ialah mengenai adanya indikasi fraud yang membuat keuangan BPJS Kesehatan semakin terseok-seok.

“Ada beberapa indikasi kemungkinan terjadinya fraud, itu juga perlu di-address,” ujar Menkeu, Selasa (30/7).

Baca Juga: Cuitan BPJS Kesehatan Diserang Netizen Lantaran Berikan Jawaban Tak Masuk Akal, Ini Tanggapan Humas BPJS Kesehatan

Ia mencontohkan, misalnya, beberapa rumah sakit melakukan kecurangan (fraud) dengan mengklaim tagihan untuk kategori kelas yang lebih tinggi dari seharusnya.

Lantas, tagihan rumah sakit tersebut ke BPJS menjadi lebih mahal atau overclaim, lanjut Menkeu.

Tagihan rumah sakit kepada BPJS Kesehatan yang melebihi seharusnya ini membuat pengeluaran BPJS makin bengkak.

“BPJS sudah men-down grade status beberapa rumah sakit, ada sekitar 660 rumah sakit sehingga itu sendiri saja sudah bisa menghemat puluhan hingga ratusan miliar,” kata Sri Mulyani.

Oleh karena itu, Jokowi kemarin telah meminta BPJS Kesehatan memperbaiki sistem secara menyeluruh mulai dari basis data kepesertaan, sistem rujukan antara puskesmas dan rumah sakit, sistem tagihan, penguatan peran pengawasan pemerintah daerah pada fasilitas kesehatan tingkat lanjut (FKTL), hingga kategorisasi peserta penerima bantuan iuran PBI.

Secara khusus, pemerintah juga meminta BPJS Kesehatan membangun sistem yang baik untuk menanggulangi potensi-potensi penipuan dan kecurangan dari pihak peserta maupun rumah sakit.

“Overclaim, atau tidak ada pasien tapi kemudian diklaim, termasuk sistem akuntansi BPJS dalam menangani tagihan juga diperbaiki,” lanjut Menkeu.

Di sisi lain, pemerintah juga mengharapkan kerja sama dan partisipasi aktif pihak pemerintah daerah dalam mengawasi penyelenggaraan program JKN, terutama pada rumah sakit kategori fasilitas kesehatan tingkat lanjut (FKTL).

“Peranan pemda tidak hanya mendaftarkan peserta tapi juga diharapkan memiliki peran lebih besar dalam melakukan screening, termasuk koordinasi dan pengendalian terhadap rumah sakit,” tutur Sri Mulyani.

Baca Juga: Begini Prosedur Beli Kacamata Agar Ditanggung BPJS Kesehatan

Kaji ulang iuran BPJS Kesehatan

Langkah lain yang dilakukan pemerintah untukmengatasi persoalan defisit keuanganBPJS Kesehatan yang makin bengkakadalah mengkaji ulang besaran tarif iuran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Sri Mulyani menjelaskan, keputusan tersebut juga dihasilkan dari Rapat Terbatas yang digelar Presiden Joko Widodo (Jokowi) kemarin, Senin (29/7).

“Kita tetap harus mereview tarif, karena perbaikan sistem salah satu fondasi paling penting adalah keseimbangan antara berapa tarif yang harusnya dipungut dengan berapa manfaat yang diterima peserta,” ujar Sri Mulyani usai memimpin konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Selasa (30/7).

Berdasarkan pembahasan bersama Jokowi, lanjut Sri Mulyani, sistem BPJS Kesehatan selama ini menimbulkan ketidakcocokan (missmatch) antara tarif iuran yang dipungut dengan manfaat yang disalurkan kepada peserta. Hal inilah yang makin memicu defisit kronis yang tengah dialami BPJS saat ini.

“Dari sisi kebijakan benefit-nya, apa-apa saja yang bisa dinikmati oleh pemegang kartu BPJS Kesehatan. Selama ini kan masih dianggap boleh mendapat manfaat apa saja secara tidak terbatas,” pungkasnya.

Presiden Jokowi telah menginstruksikan Kementerian Kesehatan dan BPJS Kesehatan untuk membuat kesepakatan terkait keseimbangan tarif iuran tersebut. Kemungkinan terbesar ialah dengan menaikkan tarif iuran JKN.

Di samping itu, BPJS Kesehatan juga diminta untuk melakukan perbaikan sistem secara menyeluruh sesuai dengan rekomendasi hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Perbaikan itu mulai dari basis data kepesertaan, sistem rujukan antara puskesmas dan rumah sakit, sistem tagihan, penguatan peran pengawasan pemerintah daerah pada fasilitas kesehatan tingkat lanjut (FKTL), hingga kategorisasi peserta penerima bantuan iuran PBI.

Baca Juga: Mengenal 2 Obat Kanker yang Rencananya Akan Dihapus dari Layanan BPJS Kesehatan

Adapun dari sisi Kementerian Keuangan, Sri Mulyani mengatakan, bantuan iuran PBI untuk tahun 2019 telah sepenuhnya dicairkan.

Menurut Laporan Realisasi Semester I APBN 2019, Kemenkeu telah mengucurkan bantuan iuran PBI untuk BPJS Kesehatan yang dibayar di muka hingga bulan November (11 bulan) selama Januari-Juni 2019 sebesar Rp 24,3 triliun atau 90,9% dari anggaran yang ditetapkan yakni Rp 26,7 triliun.

Percepatan pencairan iuran PBI tersebut sejalan dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 10 Tahun 2018 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Iuran Jaminan Kesehatan Penerima Bantuan Iuran.

Selain mempercepat pencairan iuran PBI, pemerintah juga telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 222/2017 tentang penggunaan dana bagi hasil cukai tembakau. Pungutan DBH cukai tembakau bertujuan menambal defisit BPJS Kesehatan.

Namun, terkait apakah pemerintah akan kembali mengucurkan dana talangan, Menkeu belum menyatakannya dan masih perlu berkoordinasi dengan kementerian terkait dalam kurun 1-2 minggu ke depan.

“Kita sudah lihat estimasi defisit (BPJS Kesehatan) untuk tahun ini. Juga faktor-faktor yang mungkin mengurangi defisit berdasarkan langkah rekomendasi BPKP. Nanti kita lihat penanganannya,” ujar dia.

Hanya saja, Sri Mulyani menegaskan, Kemkeu tidak mau terus menerus menjadi penambal defisit BPJS Kesehatan di tahun-tahun mendatang. Pasalnya, sudah sejak 2014 pemerintah selalu mengucurkan dana dari APBN untuk memberi talangan pada eks PT Askes tersebut.

Tahun 2014 pemerintah menyuntikkan Rp 500 miliar dan talangan terus meningkat hingga terakhir tahun lalu pemerintah menyuntik dana talangan sebesar Rp 10,2 triliun, di luar bantuan iuran PBI.

“Kalau pemerintah akan turun tangan melakukan injeksi, harus diyakinkan bahwa itu jadi trigger untuk perbaikan sistem. Jangan sampai kalau bolong datang ke Kemenkeu, minta ditambal lagi sehingga tidak ada motivasi untuk memperbaiki sistem,” tandas Sri Mulyani.

Artikel ini sudah tayang di Kontan.Co.Id dengan judul "Defisit BPJS Kesehatan diproyeksi tembus Rp 28 triliun, Jokowi gelar rapat terbatas", "Pemerintah meminta BPJS Kesehatan atasi kecurangan penyebab defisit", dan "Bersiaplah, pemerintah akan kaji ulang iuran BPJS Kesehatan".

Baca Juga: Ini Syarat dan Cara Daftarakan BPJS Kesehatan untuk Bayi Baru Lahir, Demi Nikmati Fasilitas dan Terhindar Sanksi

Artikel Terkait