Perdagangan candu telah dilegalkan dan menyumbang laba besar untuk Hindia Belanda.
“Sejumlah keuntungan yang cukup membuat kita semakin mirip dengan penjahat yang menjijikkan.”
Kisah perjalanan Ida di Kalimantan tampaknya yang paling menarik karena sampai dicetak ulang hingga lima kali, selama 1880-an hingga 1906.
"Bahwa sesoenggoehnja adalah seorang orang perempoean, yang bernama Ida, anak ditanah Eropah; maka terlaloe amat soeka perempoean itoe pergi melihat-lihat negeri-negeri, akan mengetahoei 'adat lembaganja, dan tabi'at masing-masing bangsa manoesia; maka apaapa yang dilihatnja atau didengarnja, sekaliannja disoeratkannjalah, soepaja akan dibatja oleh sekalian orang, dengan maksoed, pertama akan menambah pengetahoean mereka itoe, kedoea akan menghiboer-hiboerkan hati mereka itoe djoea adanja."
Demikian kutipan sebuah buku berjudul Kesah pelajaran kepoelau Kelemantan, yang diterbitkan di Batavia pada 1888.
Seorang penjelajah Kalimantan melaporkan bahwa buku perjalanan Madame Pfeiffer dalam bahasa Melayu telah menjadi salah satu buku bacaan anak-anak sekolah pada akhir 1940-an.
Catatan perjalanannya pertama kali diterbitkan di Wina pada 1844, yang berjudul Reise einer Wienerin in das Heilige Land (Perjalanan Seorang Perempuan Wina ke Tanah Suci).
Untuk mengenang penerbitan tersebut, web National Geographic Indonesia mengisahkan kembali serangkaian petualangannya tatkala dia berjejak di Hindia Belanda.
Mary Somers Heidhues, ahli sejarah politik dari University of Göttingen, menyingkap kiprah pelancong ini dalam Woman on the Road : Ida Pfeiffer in the Indies, terbit di jurnal Archipel pada 2004. “Dia menceritakan kisah yang bagus,” ungkapnya.
“Tak heran bahwa buku-bukunya yang dibaca, diterbitkan, dan diterjemahkan ke dalam bahasa lain memberikan semangat bagi para pembaca pemula.” (Mahandis Yoanata)
Artikel ini telah tayang di nationalgeographic.grid.id dengan judul Candu, Perbudakan, dan Kebobrokan Kolonial di Pontianak Abad Ke-19
Baca Juga: CEO Levi's Ngaku Tidak Cuci Jins Selama 10 Tahun: Adakah Risiko Kesehatan Jika Jins Tidak Dicuci?
Penulis | : | Nieko Octavi Septiana |
Editor | : | Mentari DP |
KOMENTAR