Advertorial
Intisari-Online.Com -Setelah gagal mendapat kursiuntukbergabung menjadi anggota legislatif di Pemilu 2019, sejumlah caleg gagal mencobamencari pekerjaan baru dengan mendaftar sebagai calon anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) 2019-2024.
Calon anggota BPK tersebut akan diseleksi oleh rekan separtai diKomisi XI Dewan Perwakilan Rakyat.
Sebanyak 64 pendaftar calon anggota BPK, sedikitnya terdapat 10 nama caleg yang gagal mendapat kursi ke Senayan, menurut catatan Kompas.com.
Mereka yakni Nurhayati Ali Assegaf (Demokrat), Daniel Lumban Tobing (PDI-P), Akhmad Muqowam (PPP), Tjatur Sapto Edy (PAN), Ahmadi Noor Supit, Ruslan Abdul Gani (Golkar), Haryo Budi Wibowo (PKB), Pius Lustrilanang, Wilgo Zainar, Haerul Saleh, (Gerindra).
Ada juga Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Ferry Juliantono, namun belakangan ia batal mendaftar dan menarik berkasnya.
Kebanyakan dari nama-nama diatas pernah menjabat sebagai Anggota DPR dua periode dan pernah bertugas di Komisi XI DPR, komisi yang kini akan menyeleksi mereka.
Di luar nama-nama caleg gagal, ada juga nama politisi lainnya Rusdi Kirana.
Bos Lion Air yang juga politisi PKB itu mendaftar meski saat ini masih bertugas sebagai Duta Besar Indonesia untuk Malaysia.
Ramainya politikus yang mendaftar sebagai calon anggota BPK ini sebenarnya sudah terjadi sejak tahun-tahun sebelumnya.
Tiga dari lima anggota BPK yang akan berakhir masa jabatannya saat ini juga sebagian merupakan eks politikus seperti Harry Azhar Azis (Golkar), Rizal Djalil (PAN), dan Achsanul Qosasi (Demokrat).
Dari ketiga nama itu, Harry Azhar dan Achsanul Qosasi kembali mendaftar sebagai petahana.
Revisi UU
Peneliti Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati menilai, ada yang salah dalam aturan seleksi calon anggota BPK yang ada saat ini.
Untuk itu, Enny mendorong adanya revisi terhadap Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK.
“Ini undang-undangnya bermasalah, harus direvisi,” kata Enny saat dihubungi, Rabu (3/7/2019).
Dalam pasal 14 ayat 1 UU BPK, diatur bahwa anggota BPK dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Menurut Enny, aturan ini harus direvisi karena segala sesuatu yang dipilih DPR cenderung berpihak kepada kepentingan politik.
Padahal, anggota BPK adalah jabatan yang harusnya diisi oleh profesional.
"Tapi orang-orang yang memilih juga tidak profesional di bidang keuangan," kata Enny.
Ia menilai, seleksi anggota BPK seharusnya memakai panitia seleksi (Pansel) independen, seperti pemilihan pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dengan hanya dipilih oleh DPR, menurut Enny, lembaga audit negara itu akan sulit diisi oleh orang-orang profesional.
"Tidak adanya ketentuan pembentukan Pansel khusus pada undang-undang menjadi urgensi," kata dia.
Selain itu, Enny menyoroti persyaratan anggota BPK yang ada di aturan itu sangat normatif dan umum.
Syaratnya, antara lain warga negara Indonesia, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berdomisili di Indonesia, memiliki integritas moral dan kejujuran, setia terhadap NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, sehat jasmani dan rohani.
Syarat lainnya, berpendidikan paling rendah sarjana strata satu atau yang setara, tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan hukuman 5 (lima) tahun atau lebih.
Baca Juga: Momen Memilukan Ketika Bayi Badak Ini Berusaha Membangunkan Ibunya yang Mati Ditembak Pemburu
Memang tak ada aturan khusus yang membatasi politisi untuk mendaftar.
“Padahal, seharusnya ada ketentuan kompetensi bahwa calon tersebut profesional di bidang keuangan, bukan dari DPR atau parpol," ucap dia.
Namun, Enny sendiri pesimistis undang-undang ini akan direvisi. Sebab, revisi itu dapat menganggu kepentingan sejumlah anggota DPR.
Sementara yang melakukan revisi terhadap UU juga adalah para politisi di Senayan.
"Cara agar undang-undang tersebut terpaksa direvisi DPR yaitu dengan desakan masyarakat dan media," katanya.
Jamin Objektif Sementara itu Anggota Komisi XI DPR Hendrawan Supratikno menilai tak masalah banyak rekan-rekannya sesama politisi yang ikut mendaftar sebagai calon anggota BPK.
Hendrawan juga memastikan Komisi XI DPR akan melakukan seleksi secara objektif tanpa melihat latar belakang politik pelamar.
"Nah justru karena itu kita harus membuat parameter agar obyektivitas bisa dipelihara. Sudah kita lakukan itu," kata Hendrawan.
Menurut Hendrawan, saat ini Komisi XI saat ini sedang melakukan seleksi administrasi serta makalah yang disetorkan para pendaftar.
Selanjutnya, nama-nama yang lolos seleksi administrasi dan makalah akan dikirim ke Dewan Perwakilan Daerah untuk mendapat pertimbangan.
Setelah itu baru lah dilakukan uji kelayakan dan kepatutan secara terbuka pada Agustus mendatang.
Nantinya akan terpilih lima nama untuk menggantikan 5 anggota BPK yang akan habis masa jabatannya per Oktober 2019.
Hendrawan memastikan seluruh proses itu akan berjalan secara transparan.
"Ada unsur bahwa ini satu fraksi, dekat secara politik, tidak bisa disangkal. Nah sekarang bagaimana meskipun kita mengenal ini teman dan sebagainya, tapi objektifitas tetap harus dijaga," kata politisi PDI-P ini.(Ihsanuddin)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judulSaat Caleg Gagal Ramai-ramai Daftar jadi Anggota BPK...