Advertorial

Kisah Truk Maut di Akihabara, Membuat Otaku Menunggu Hukuman Mati

Trisna Wulandari
,
Mentari DP

Tim Redaksi

Suasana Akihabara 8 Juni 2008 yang ramai mendadak kelam saat seorang pria menghantamkan truk ke kerumunan yang sedang berjalan dan berbelanja.
Suasana Akihabara 8 Juni 2008 yang ramai mendadak kelam saat seorang pria menghantamkan truk ke kerumunan yang sedang berjalan dan berbelanja.

Intisari-Online.com - Akihabara biasa ramai diisi pengunjung terutama akhir pekan.

Wajar saja karena distrik ini dikenal sebagai salah satu pusat perbelanjaan paling tenar di Tokyo.

Di sana, kita bisa melihat beragam elektronik, permainan video, manga, anime, dan produk-produk kreatif Jepang yang menghiasi tiap etalase.

Begitu pula Minggu siang tanggal 8 Juni 2008, penuh dengan keramaian di Akihabara seperti biasanya.

Namun suasana Akihabara hari itu berubah kelam saat seorang pria tiba-tiba menghantam truk ke arah orang-orang yang sedang berjalan, belanja, dan menjalani aktivitas lainnya.

Truk besar berwarna putih itu tiba-tiba menghantam kerumunan orang di persimpangan jalan Kanda Myojin-dori dan Chuo-dori.

Seakan belum cukup, sosok di balik kemudi beranjak dari truk untuk menebar teror lebih lanjut.

Dari kejauhan pria berkaus hitam, jaket putih dan celana putih ini terlihat seperti mendorong-dorong kerumunan orang yang berada di depannya.

Rupanya ia menggunakan sebuah belati untuk menusuk semua orang yang berada di hadapannya.

Panik tak terelakkan, orang-orang pun berlari agar terhindar dari ancaman orang bersenjata tajam ini.

Akhirnya polisi menemukan pelaku kemudian langsung mengejarnya hingga terpojok di gang sempit.

Todongan pistol polisi membuatpria yang bernama Tomohiro Kato (25) itu menjatuhkan belati penuh darahnya dan langsung diringkus aparat.

Baca Juga: Inilah Peter Freuchen, Petualang yang Menggunakan Kotoran Bekunya sebagai Belati!

Dahulu surga anime dan pejalan kaki

Hokosha tengoku atau “surga pejalan kaki” menjadi sebutan daerah bebas kendaraan bermotor di Jepang.

Begitupun di Akihabara, sehingga pejalan kaki lebih bebas saat berlalu lalang dan beraktivitas.

Tetapi Kato melanggar “surga para pejalan kaki” dengan membawa “neraka” berbentuk truk berwarna putih.

Sebanyak 17 ambulans datang untuk menolong para korban kekejaman Kato.

Sebanyak 7 nyawa melayang, tiga orang tewas karena ditabrak truk dan empat lainnya karena ditusuk.

Mereka adalah sepasang kawan Kazunori Fujino (19) dan Takahiro Kamaguchi (19), Katsuhiko Nakamura (74), Naoki Miyamoto (31), Mitsuru Matsuri (33), Kasuhiro Koiwa (47), dan Mai Muto (21).

Sedangkan yang terluka setidaknya ada 8 orang.

Baik yang selamat dari pembantaian hingga yang tewas adalah warga Jepang yang sedang berbelanja di ibukota anime dunia ini.

Baca Juga: Inilah Kepribadian dan Tokoh Anime yang Menggambarkan Anda Berdasarkan Golongan Darah Menurut Budaya Jepang!

Stereotip otaku

Bahkan, kota ini juga menjadi tempat agar penggemar dapat bertemu dengan seniman-seniman manga maupun anime, baik di acara resmi hingga berjalan di keramaian.

Kebudayaan ini melahirkan sekelompok orang yang biasa dipanggil atau memanggil dirinya sendiri sebagai otaku.

Pada awalnya kata ini tertuju pada orang yang sering pergi ke konvensi anime, manga, atau lainnya.

Istilah ini dipopulerkan Nakamori Aoki, penulis dan kritikus dalam artikelnya pada 1983.

Kata otaku digunakan untuk memanggil orang kedua, apabila diterjemahkan ke bahasa Indonesia secara harafiah maka artinya adalah “kamu”.

Namun lambat laun, otaku dikaitkan dengan obsesi dan koleksi terhadap anime atau manga.

Orang yang didefinisikan sebagai otaku biasa jajan dan berkumpul di Akihabara.

Rupanya, Kato adalah salah satunya. Bahkan dahulu, pria yang kini berumur 36 tahun itu sering mengunjungi Akihabara.

Baca Juga: Karena Anime, Soal Matematika yang Tidak Bisa Dipecahkan Selama 25 Tahun Akhirnya Bisa Diselesaikan

Rekan-rekan kerja menemukan bahwa apartemen Kato hanya terisi oleh komik manga.

Mereka juga berkata apabila sedang berkaraoke bersama, Kato hanya akan menyanyikan lagu-lagu anime.

Ia mengaku ke teman-temannya bahwa ketertarikannya hanya pada kartun dan dunia dua dimensi.

Selain itu, pria yang belum bekerja setahun di pabrik suku cadang otomotif ini memiliki ketertarikan peralatan militer.

Bahkan Kato bertanya kepada kerja yang pernah menjadi Self Defense Force (SDF) Jepang, dimana dan bagaimana caranya dapat membeli peralatan militer.

Tapi di sisi lain, Kato tidak berbeda dengan orang lainnya.

Ia dianggap orang yang biasa sekaligus pekerja keras oleh rekan-rekan kerjanya.

Ia pun memiliki hobi lain seperti mobil dan balapan, bahkan mengajak temannya ke acara balap.

Memiliki komik dan senang menyanyi lagu kartun tidak semata bisa dikaitkan dengan kepribadian yang menghasilkan pembantaian.

Kemungkinan lebih besar adalah amarah pribadi Kato beserta ketertarikannya pada peralatan militer.

Belati yang digunakan untuk pembantaiannya itu pun ia beli dua hari sebelum kejadian dari toko militer di Fukui.

Ia juga membeli semacam tongkat pemukul dan sarung tangan kulit.

Baca Juga: Hei Wanita, Anda Jadi Sasaran Tindak Kekerasan? Ayo Belajar 5 Teknik Dasar Mempertahankan Diri Ini

Akibat seragam hilang

Saat polisi menahan Kato, motif pembantaiannya tentu ditanyakan.

Jawabannya mengerikan, karena sederhana, ia letih akan hidup dan ingin pergi ke Akihabara untuk membunuh, tidak penting siapa orangnya.

Aparat melacak alasan pembantaian, apa yang mereka temukan adalah serangkaian alasan yang tidak terduga.

Dimulai dengan amarah akibat seragam yang tiba-tiba hilang saat ia hendak siap-siap bekerja di kantornya.

Menurutnya, orang-orang di kantor sengaja menyembunyikan seragam tersebut.

Ia memberitahu satu kantornya dengan berteriak-teriak pada pagi hari.

Sebelum jadwal piketnya habis, rekan kerjanya memberitahu bos perusahaan perihal seragam Kato.

Tetapi, saat orang kantor hendak memberikan seragam baru, ia sudah menghilang.

Semua keluh kesahnya rupanya ia sampaikan ke sebuah forum di internet melalui telepon seluler.

Bahkan ia bertanya ke forum ini, “Seragam kantor saya hilang, apakah artinya saya harus berhenti bekerja?”

Di samping itu, ia juga ternyata mencurahkan isi hatinya di forum tersebut.

Baca Juga: Yuk! Lawan Kesepian dengan 5 Kebiasaan Baik yang Bermanfaat Ini

Salah satunya ia menulis angan-angan untuk mempunyai pasangan, kecanduannya dengan telepon seluler, hingga pengakuan bahwa ia tidak punya dan tidak ingin memiliki teman.

Sedihnya, respon dari forum sangatlah buruk hingga sampai pada satu titik ia mengamuk di intenet dan mengatakan akan membunuh orang-orang di Akihabara.

Kato bahkan menjelaskan dengan detail cara pembantaiannya kemudian memberikan laporan langsung di menit-menit sebelum ia menghantam truk rental berwarna putih.

Berikut kronologi pesan Kato yang disampaikan di forum internet yang diunggah pada tanggal 8 Juni 2008.

05:21: Saya akan menabrakkan mobil ke arah orang-orang. Apabila kendaraan ini sudah tidak berguna saya akan keluar dengan sebilah pisau. Selamat tinggal semuanya.

06:10: Mereka mengatakan bahwa jalanan yang ingin saya gunakan ditutup. Betul kan, semuanya menghalangi saya.

06:31: Sudah waktunya. Mari kita pergi.

07:30: Hujan ini sangat buruk. Padahal saya sudah menyiapkan segalanya secara sempurna.

07:34: Saya tidak peduli. Saya akan pergi walaupun hujan, walaupun hanya hujan kecil.

11:45: Saya telah sampai di Akihabara.

12:10: Sudah waktunya.

Pembantaian yang dibicarakan Kato di sebuah forum internet ternyata benar-benar terwujud.

Baca Juga: Ketika Pekerja Seks Komersial Membongkar Kebiasaan Aneh Pelanggannya di Forum Rahasia

Tekanan dari orangtua

Kato lahir di Aomori pada 28 September 1982 dan dianggap pintar sewaktu masih kecil.

Selain memiliki nilai cemerlang di Sekolah Dasar, ia juga aktif dalam bidang olahraga dengan menjadi atlit lari.

Kemudian berlanjut saat ia menjadi presiden klub tenis di Sekolah Menengah Pertama.

Hubungan Kato dengan keluarga dianggap tidak baik karena tekanan yang terus diberikan kedua orangtuanya.

Ayah Kato adalah seorang manajer di institusi finansial dan bersama sang ibu, ia memaksakan anak-anaknya untuk menguasai pelajaran dengan baik.

Kadang Kato bersama adiknya diminta untuk mengulang pekerjaan rumah dengan standar lebih tinggi untuk memberi kesan kepada guru di sekolah.

Bahkan adiknya mengaku Kato pernah diperintahkan orangtuanya untuk melahap sisa makanan yang berada di lantai sebagai hukuman.

Bahkan tetangga pun pernah melihat Kato dihukum kedua orangtuanya.

Ia diminta untuk berdiri di luar rumah saat musim dingin selama berjam-jam.

Baca Juga: Irma Grese, Penjaga Kamp NAZI Tercantik yang Siksa dan Bunuh Korban secara Sadis namun Tersenyum saat Digantung

Alasannya pun tidak jelas, kemungkinan besar berhubungan dengan prestasi atau nilai di sekolah.

Saat masuk Sekolah Menengah Atas, Kato mulai berubah.

Ia menjadi kasar di rumah, tidak dikenal baik oleh siswa lain, dan nilai akademisnya menurun drastis.

Karena itu keinginannya untuk berkuliah di Hokkaido University harus pupus saat ia gagal lolos dalam ujian.

Bahkan tetangga pernah mendengar Kato bersama adiknya berencana memukuli ibunya.

Karenanya, orangtua Kato mulai merasa tidak nyaman dan takut bahkan saat makan malam bersama.

Banting setir, Kato bersekolah di Nakanihon Automotive College untuk belajar sebagai mekanik otomotif.

Kemudian ia mendapat pekerjaan sementara di pabrik suku cadang mobil bernama Kanto Auto Works di daerah Susono, Shizuoka.

Pada bulan Juni 2008 ia merasa akan dipecat, bulan yang sama dimana Kato melakukan pembantaian di Akihabara.

Baca Juga: Saat Perang Dunia II, Singapura Pernah Jadi Ajang Pembantaian dengan Korban Puluhan Ribu Orang

Kireru: emosi yang meluap

Mitsuyuki Maniwa, seorang professor sosiologi kriminal di Shizuoka University mengatakan bahwa cara bekerja masyarakat berperan penting dalam bentuk kejahatan seperti ini.

Anak muda Jepang mendapatkan tekanan karena negara memiliki sistem pendidikan yang terus menuntut sekaligus kompetitif.

Anak muda seakan terpojok menuju sudut sempit, sama seperti kejadian klimaks penangkapan Kato.

Guru dan orangtua juga memberikan tekanan tambahan saat mereka melemparkan kesalahan dan kegagalan ke setiap pribadi murid.

Melihat kisah Kato, pendidikan, karir, dan peran keluarga dapat mempengaruhi psikisnya yang berlanjut ke tindakan nyata.

Kireru adalah sebutan bagi amarah yang diluapkan secara tiba-tiba dan terjadi pada anak-anak muda di Jepang.

Kata itu sendiri memiliki arti “untuk mematahkan, memisahkan, memotong, dan memecahkan”.

Isu ini menjadi epidemi pada mereka yang merasa teralienasi.

Baca Juga: Masha yang Psikopat dan Dasha yang Penuh Empati, Ini Kisah Kembar Siam yang Memilukan

Dinilai waras

Dalam kasus pembunuhan, pelaku yang dianggap tidak waras biasanya memilik mental tidak seimbang sehingga sulit untuk menjelaskan kejahatannya sendiri, bahkan tidak sadar saat melakukannya.

Beda cerita dengan Kato, ia sadar betul dan bisa menjelaskan apa yang telah dilakukan.

Pengadilan pun datang dan pengacara mencoba untuk melindungi Kato dari hukuman mati dengan alasan utama ia tidak waras.

Pernyataan tersebut ditolak karena hakim mengatakan Kato sadar atas aksi-aksi yang dilakukan saat membantai orang-orang tersebut.

Semenjak pertama kali ia diminta bersaksi Kato langsung mengaku bahwa ia sendiri yang bertanggung jawab atas pembantaian di Akihabara.

Air mata pun turun dari mata sang pemegang belati dan semenjak saat itu pun ia koperatif di pengadilan.

Pada tahun 2010 ia meminta maaf kepada korban beserta keluarga yang ia sakiti.

Kato mengaku sadar telah melakukan pembantaian yang memakan nyawa walaupun beberapa ingatannya kabur.

Baca Juga: Mengerikan! Seperti Inilah Proses Hukuman Mati di Jepang

Keputusan belum dibuat sehingga bentuk hukuman apa yang akan meninpanya jadi belum jelas.

Tetapi indikasi muncul, Kato akan menghadapi hukuman mati.

Di tahun 2015 Kepala Pengadilan Ryuko Sakurai akhirnya memberikan kepastian bahwa hukuman mati dengan cara gantung akan dilaksanakan.

Putusan ini disebut mencoba tegas pada trauma negara, karena menurut Badan Kepolisian Nasional Jepang, 67 serangan liar serupa pernah terjadi antara 1998 hingga 2007.

Dari kasus yang dikenal dengan nama Akihabara Massacre alias Pembantaian di Akihabara ini, pemerintah Jepang meninjau kembali undang-undang yag mengatur penggunaan pisau bela diri.(Bramantyo Indirawan)

Artikel ini telah terbit di Majalah Intisari dengan judul “Hantaman Truk dan Tusukan Maut Sang Pembantai Akihabara”

Artikel Terkait