Advertorial
Intisari-Online.com -Pemerintah yang membutuhkan dana segar untuk pembiayaan negara, termasuk pembangunan, akan segera menambah utangnya melalui sukuk.
Caranya, pemerintah akan kembali melelangSurat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau Sukuk Negara pada Selasa (25/6/2019).
Ada 6 seri surat utang yang dilelang yakni SPN-S 01122019, PBS014, PBS019, PBS021, PBS022, dan PBS015.
Baca Juga: Jumlah Utang Amerika Serikat Terus Membengkak, Hampir 60 Kali Lipat Lebih Besar dari Utang Indonesia
Jadwal jatuh temponya mulai dari 1 Desember 2019 hingga 15 Juli 2047.
Seperti dikutip dari siaran pers Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Kamis (20/6/2019), target indikatif sukuk kali ini Rp 6 triliun.
“(Penerbitan sukuk) untuk memenuhi sebagian dari target pembiayaan dalam APBN 2019,” seperti dikutip dari siaran pers tersebut.
Baca Juga: ‘Utang Indonesia Terus Naik Tapi Masih Aman, Bahkan Lebih Rendah Daripada Utang AS’
Lelang akan dilaksanakan dengan menggunakan sistem pelelangan yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia sebagai agen lelang secara terbuka dan dengan metode beragam.
Semua pihak, baik investor individu maupun institusi, dapat menyampaikan penawaran pembelian dalam lelang melalui peserta lelang yang sudah disetujui Kementerian Keuangan.
Adapun peserta lelang yang disetujui sebanyak 17 bank dan 4 perusahaan efek.
Baca Juga: Soal Utang Indonesia, Sri Mulyani: Tak Perlu Takut Utang, Harta Kita Banyak
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) mencatat pertumbuhan Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada akhir April 2019 sebesar 389,3 miliar dollar AS atau sekitar Rp 5.528 triliun (kurs Rp 14.200 per dollar AS).
ULN ini tumbuh lebih tinggi dibanding Maret 2019.
ULN tersebut terdiri dari utang pemerintah dan bank sentral sebesar 189,7 miliar dollar AS, dan utang swasta termasuk BUMN sebesar 199,6 miliar dollar AS.
(Yoga Sukmana)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pemerintah Cari Utangan Lagi, Kali Ini lewat Sukuk Rp 6 Triliun".
Baca Juga: Utang Indonesia Terus Bertambah Hingga Mencapai Rp3.589 Triliun, Benarkah Masih Aman?