Steinberger adalah seorang anggota komunitas gua yang menemukan fosil ketika mendaki gunung mati, sebuah daerah terpencil di Pegunungan Alpen, Austria, pada 1980.
Sejak temuan fosil diumumkan pada 1980, dua tahun kemudian tim dari Museum Alam Wina menggali sisa-sisa fosil.
Mereka harus menggunakan helikopter untuk mengangkut fosil melewati gunung setinggi 2 kilometer.
Setelah berhasil diamankan, pihak museum hanya bisa membersihkan fosil dan memajangnya.
Baca Juga : Benarkah Anak dengan 2 Unyeng-unyeng Punya Sifat Nakal? Simak 5 Fakta Tentang Unyeng-unyeng di Kepala Ini
Baru pada 2013, sekelompok tim dari Inggris, Perancis, Austria, dan Swiss mulai melakukan pengamatan dan identifikasi terhadap sisa fosil kuno tersebut.
Bagi Butler dan tim, temuan fosil M steinbergeri adalah sesuatu yang amat langka dan sulit dipelajari karena sulitnya akses ke lokasi dan spesies ini sulit ditemukan.
"Literatur tentang phytosaurus yang sangat sedikit membuat proses identifikasi memerlukan waktu bertahun-tahun," ujar Butler dilansir dari Live Science, Sabtu (11/5/2019).
Dalam laporan studi yang terbit di Zoological Journal of the Linnean Society, Rabu (8/5/2019), M. steinbergeri merupakan gabungan dari buaya modern, gavial atau gharial (buaya pemakan ikan), dan alligator (kerabat dekat buaya yang hidup di rawa).
Baca Juga : Awas, Inilah Bahayanya Tidur Dengan Lampu Menyala yang Bikin Ngeri!
Namun perlu diingat, phytosaurus sudah hidup jauh sebelum reptil-reptil itu dan mereka bukan kerabat dekat buaya modern, gavial, atau alligator.
"Ini adalah contoh 'konvergensi evolusioner,' di mana kelompok-kelompok yang saling berjauhan berevolusi agar mirip karena mereka hidup di lingkungan yang sama," jelas Butler.
Phytosaurus adalah reptil semiiaquatic yang bangkainya biasa ditemukan di dekat danau dan sungai air tawar.
Baca Juga : Terobosan Medis Baru: China Bor Tengkorak Pasien untuk Tanam Elektroda Guna Sembuhkan Kecanduan
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Tatik Ariyani |
KOMENTAR