"Hasil timbangan itu membuatku takut. Aku merasa bertekad untuk melakukan perubahan," ucapnya.
Saat itu Pheps berusia 39 tahun dan tak ingin berat badannya melebihi 200 kilogram saat berulang tahu ke 40.
Baca Juga : Kehilangan Motivasi untuk Turunkan Berat Badan? Coba Tips Ini!
Sebelumnya, ia pernah mendengar tentang diet puasa intermiten, pola diet yang membatasi waktu makan dengan "jendela" makan tertentu, yang diklaim efektif untuk banyak orang.
Sejak saat itu, dia memulai akhir pekannya dengan berpuasa selama 16 jam sehari, tepat di hari Sabtu dan Minggu.
Melihat hasilnya yang begitu efektif, ia melanjutkan puasa yang dijalaninya dengan model 16:8, yaitu berpuasa 16 jam dan makan dalam kurun waktu delapan jam.
Usaha tersebut membuatnya kehilangan berat badan sekitar 0,5 hingga 1,5 kilogram setiap minggu.
Seiring waktu, dia juga menjadi lebih sadar akan apa yang dia makan, dan bagaimana makanan tertentu mempengaruhi suasana hatinya.
"Saya juga menjadi lebih sadar akan perbedaan antara kelaparan fisik, dan hanya 'lapar' secara mental, yang hampir selalu disebabkan oleh kebosanan, rutinitas, stres, atau mengidam untuk jenis makanan tertentu," katanya.
Pheps mulai belajar untuk mengabaikan pikiran yang membuatnya merasa lapar. Bahkan, dalam satu jam perasaan lapar itu hilang.
Setelah dua minggu memulainya, ia mengalami patah kaki yang membuat berat badannya kembali naik.
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Katharina Tatik |
Editor | : | Tatik Ariyani |
KOMENTAR