"Ini adalah putusan kemenangan terbesar bagi Indonesia dengan nilai gugatan US$ 1,8 miliar atau sekitar Rp 18 triliun ," tegas Yasonna.
Tak hanya itu, atas putusan ini pemerintah Indonesia juga mendapatkan award alias ganti rugi legal cost dari perkara ini sebesar US$ 9,4 juta atau setara Rp 140 miliar.
Pun Yosanna kembali menegaskan, akan terus mengejar sampai kapanpun putusan ini.
"Kita akan tagih dan dan mengejar Aset-aset mereka untuk disita kalau Tidaka dan itikad baik, kita juga sudah siap menggunakan perjanjian MLA dengan negara yang sudah sepakat dengan kita," katanya.
Atas putusan ini pun, ia menegaskan kepada para investor bahwa, kemenangan pemerintah ini menjadi alarm awal bagi investor asing yang tidak berikan baik berinvestasi di tanah air.
"Ini pesan khusus bagi investor asing yang punya iktikad tidak baik kalau mau investasi harus melakukan due diligence terlebih dari dengan melihat dulu surat-suratnya, jadi harus hati-hati," tukas Yasonna.
Sekadar tahu saja, kemenangan pemerintah ini karena dasar izin pertambangan dan beberapa perizinan yang Churchill dan Planet miliki adalah palsu atau dipalsukan dan tidak pernah memperoleh otorisasi dari Kantor Pemerintah Daerah Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur.
Mulanya, Churchill dan Planet mengajukan gugatan arbitrase pada tahun 2012. Putusan Majelis Tribunal ICSID ini muncul setelah 7 (tujuh) hari proses sidang pemeriksaan keabsahan dokumen yang dilaksanakan di Singapura pada Agustus 2015.
Baca Juga : Waspadalah, 236 Daerah di Indonesia Endemis Penyakit Kaki Gajah, Seperti Apa Gejalanya?
Source | : | Kontan.co.id |
Penulis | : | Ade S |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR