Dilansir dari livescience.com pada Rabu (19/12/2018), sebuah studi yang diunggah pada Kamis (13/12/2018) dalam jurnal The BMJ's Christmas issue mencoba menjelaskannya.
Dalam studi, para peneliti menguji efektivitas parasut pada 23 orang yang jatuh dari pesawat.
Mereka melengkapi separuh peserta dengan parasut, dan yang lain setengah melompat keluar dari pesawat dengan ransel kosong North Face diikat ke punggung mereka.
Hasilnya mereka menemukan bahwa parasut tidak membuat perbedaan apakah peserta dalam penelitian itu bisa selamat atau tidak.
Parachute use compared with a backpack control did not reduce death or major traumatic injury. The authors say that this largely resulted from their ability to only recruit participants jumping from stationary aircraft on the ground #XmasBMJ @rwyeh https://t.co/CUZSqrW28n pic.twitter.com/G9jsNuxXIu
— The BMJ (@bmj_latest) December 14, 2018
"Penelitian inovatif kami tidak menemukan perbedaan yang signifikan secara statistik pada hasil utama [kematian] antara peserta yang menggunakan parasut dan tidak,” kata para peneliti.
Tentu saja, sulit untuk menemukan orang yang bersedia melompat dari pesawat yang tingginya berada ribuan kaki dari tanah.
Apalagi untuk melakukan penelitian untuk mencoba apakah parasut berfungsi atau tidak.
Tetapi setidaknya laporan penelitian ini berusaha membantu agar orang-orang berpikir dua kali sebelum melakukannya (lompat dari ketinggian dan menggunakan parasut).
Baca Juga : Kesalahan Pedikur dan Manikur Ternyata Dapat Membahayakan Kesehatan Kita
Penulis | : | Mentari DP |
Editor | : | Tatik Ariyani |
KOMENTAR