Ada pula Raksasa Kalamomo Simuka dari Banjar Jakarta Utara yang diangkat dari cerita Arjuna Wiwaha. Ada pula Raksasi (raksasa perempuan) Rangda Girah dari Banjar Jakarta Barat yang diangkat dari cerita Calon Arang pada zaman Raja Erlangga.
Ogoh-ogoh bemama Kalamomo Simamuka menggambarkan raksasa berkepala babi. Ogoh-ogoh ini menarik perhatian karena badannya condong ke depan sekitar 35° dari pangkal kakinya.
Kedua tangannya di depan muka seperti hendak menerkam "sesuatu" di depannya. Dengan posisi seperti itu maka berat badannya sepenuhnya menggantung ke depan.
Diperlukan teknik khusus pada pangkal kaki sebagai tumpuannya agar mampu menahan berat badan sang ogoh-ogoh itu agar tidak "ambruk ke depan".
Ogoh-ogoh bemama Rangda Girah, menggambarkan raksasa perempuan yang sedang berjingkrak. Kedua tangan terentang ke samping menghadap ke bawah dan kaki kanan diangkat.
Ogoh-ogoh Rangda Girah diangkat dari kisah Calon Arang, yaitu wanita jahat pada zaman kerajaan Erlangga yang menyebarkan tenung sehingga banyak rakyat yang sakit dan meninggal.
la kemudian dikalahkan oleh Empu Baradah, dan keadaan kerajaan kembali tenang. Karena pawai ogoh-ogoh baru digelar saat malam mulai datang, beberapa ogoh-ogoh dilengkapi dengan lampu sorot, seperti pada ogoh-ogoh dari Banjar Jakarta Timur dan Jakarta Barat.
Tujuannya, tentu saja agar ogoh-ogoh mereka tampak lebih menarik pada malam hari. Untuk menghidupkan lampu-lampu hias dan lampu sorot tersebut tidak cukup dengan menggunakan tenaga aki mobil.
Beberapa ogoh-ogoh seperti yang dari Banjar Bekasi, Banjar Jakarta Timur, dan Banjar Jakarta Barat dilengkapi dengan pembangkit listrik kecil bertenaga diesel. Mesin ini diletakkan di bagian bawah ogoh-ogoh dan tertutup oleh pakaiannya, sehingga tidak tampak dari luar.
la juga harus diikat kuat-kuat agar tidak lepas saat ogoh-ogoh diguncang-guncang oleh pengusungnya. Bagaimana dengan suara bisingnya yang mungkin akan mengganggu suasana?
Ternyata gemuruh suara mesin diesel tetap kalah dengan teriakan yel-yel dari para pengusung dan irama gamelan belaganjuran.
Begitulah ogoh-ogoh. Simbol angkara murka yang menyeramkan itu telah dijadikan ajang beradu kreativitas. Dari yang semula untuk memeriahkan penyambutan Hari Raya Nyepi kini menjadi karya seni yang diperlombakan.
(Ditulis oleh Budiana Setiawan. Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Maret 2004)
(Baca juga: Terkenal Sebagai Pasukan Khusus Kelas Dunia, Navy SEAL Ternyata Babak Belur Oleh Viet Cong)
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR