Penggembala itu tentu saja tidak mendengar apa yang dikatakan oleh si pemotong rumput.
(Baca juga: 7 Desa Ini Tersembunyi di Tempat yang Tak Terbayangkan, Salah Satunya Ada di Kawah Gunung Berapi)
Katanya, “Oh, terima kasih kawan, atas kebaikkan dan kesediaanmu. Aku akan segera kembali. Semoga keselamatan dan berkah tercurah atas dirimu. Engkau telah meringankan bebanku.”
Ia segera berlari ke desa menuju gubuknya yang sederhana.
Di sana ia mendapati istrinya sakit demam dan sedang dirawat oleh para istri tetangga.
Penggembala itu kembali ke bukit sambil membawa bungkusan makanan.
Ketika ia mengetahui bahwa dombanya lengkap, ia ingin menghadiahi seekor domba pincang untuk disembelih pemotong rumput itu.
Katanya, “Wahai saudaraku, ini hadiah dariku, karena engkau telah menjaga domba-dombaku selama aku pergi. Pangganglah domba ini untuk makan malammu nanti malam; lihat domba ini kakinya pincang dan memang akan aku sembelih!”
Namun, karena si pemotong rumput itu tidak mendengar kata-kata si penggembala, ia berteriak marah, “Penggembala busuk! Aku tidak tahu apapun yang terjadi selama kau pergi. Jadi jangan salahkan aku atas kaki pincang dombamu! Sedari tadi aku sibuk memotong rumput, dan tidak tahu mengapa hal itu terjadi! Pergilah, atau aku akan memukulmu!”
Merasa heran atas sikap marah si pemotong rumput, apalagi ia tidak mendengar apa yang dikatakannya, penggembala itu bertanya kepada seorang penunggang kuda bagus yang kebetulan lewat.
Kata penggembala itu, “Tuan penunggang kuda yang mulia, aku mohon katakan padaku apa yang diucapkan oleh pemotong rumput itu. Aku ini tuli, dan tidak tahu mengapa ia menolak pemberianku berupa seekor domba ini, malah marah-marah seperti itu.”
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR